Di tahun kesepuluh kenabian (nubuwah), Nabi Muhammad SAW mengalami tahun kesedihan. Dua orang yang paling dicintainya, yakni paman beliau, Abu Thalib; dan isteri beliau, Khadijah wafat dalam jeda waktu hanya tiga hari.
Ketiadaan Abu Thalib -yang sebelumnya banyak membela Muhammad--, membuat orang-orang Quraisy semakin berani bertindak keji kepada Nabi. Saat masih ada Khadijah, Muhammad bisa berkeluh kesah kepada istrinya. Tapi sepeninggal Khadijah ia harus memendamnya sendiri.Â
Alih-alih larut dalam kesedihan, Nabi Muhammad ikhlas menerimanya. Ia bahkan lebih takut akan murka Allah. Ia pun berdoa: "Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua (musibah) itu tidak aku hiraukan."
Di saat terpuruk seperti itu, Allah lantas memberikan 'undangan' Isra Mi'raj kepada Muhammad yang bisa melewati masa-masa sulit dengan tabah. Ini membuktikan bahwa Allah tidak murka kepada Sang Nabi.
Isra Miraj adalah mujizat perjalanan spiritual Rasulullah dalam satu malam. Isra merupakan perjalanan dari Mekkah ke Baitul Maqdis (Yerussalem).Â
Adapun Mi'raj adalah perjalanan dari Baitul Maqdis menuju Sidratul Muntaha. Dalam literatur, Sidratul Muntaha disebut sebagai adalah sebuah pohon bidara yang menandai akhir dari langit/Surga ke tujuh, sebuah batas di mana makhluk tidak dapat melewatinya . Di sini lah, tempat beliau bertemu dengan Rabb pencipta alam semesta sekaligus menerima perintah sholat, langsung tanpa perantara Jibril.
Peristiwa itu terjadi tanggal 27 Rajab, yang tahun ini jatuh pada hari ini, Ahad, 22 Maret 2020. Umat Islam memeringati Isra Mi'raj tahun ini juga dalam suasana kedukaan, di tengah ancaman penyebaran virus corona (Covid-19). Sampai tulisan ini dibuat, tercatat sudah ada 304 kasus positif Covid-19 di Jakarta, dengan 29 di antaranya sudah meninggal.
Sudah sepatutnya kita memetik hikmah dari mukjizat nabi Muhammad itu. Peristiwa Isra Mi'raj memberi pesan bahwa setelah cobaan yang berat ada kemuliaan yang menanti. Semoga kita digolongkan ke dalam orang yang diberi petunjuk.
Wallahualam bishawab,
Tabik.