Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Butuh Waktu 74 Tahun untuk Tentukan Sendiri Ibu Kota RI

27 Agustus 2019   15:46 Diperbarui: 27 Agustus 2019   18:39 1147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sebagai bangsa besar yang sudah 74 tahun merdeka, Indonesia belum pernah menentukan dan merancang sendiri ibu kotanya," demikian kalimat pembuka pada pos Instagram presiden Jokowi, Senin (26/8) kemarin. Membaca itu, saya sadar satu hal: Jakarta menjadi ibu kota Indonesia adalah sebuah kebetulan dalam sejarah. 

Kebetulan saja kota ini adalah tempat proklamasi Indonesia. Andai Bung Karno dan Bung Hatta membacakan teks Proklamasi di kota lain, jangan-jangan bukan Jakarta yang menjadi ibu kota. Jakarta tidak benar-benar diinginkan atau malah dirancang sebagai ibu kota. Kecuali oleh Belanda yang membangun Batavia.

Tidak heran kalau wacana pemindahan ibu kota sudah bergaung bahkan sejak masa awal revolusi kemerdekaan. Presiden Soekarno sendiri pernah membentuk Panitya Agung untuk menentukan calon ibu kota.

Situasi darurat di masa itu turut memengaruhi. Ibu kota pernah dipindahkan sementara ke Yogyakarta pada (1947-1948 dan 1949-1950). Pada periode itu pemerintahan darurat juga pernah diselenggarakan di Bukittinggi, Sumatera Barat (1948-1949).

Selama hampir dua dekade Bung Karno galau apakah ibu kota akan pindah atau tidak. Penetapan Jakarta sebagai ibu kota akhirnya baru dikeluarkan pada warsa 1964 melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia dengan Nama Jakarta. 

Menyikapi berbagai desakan dan tuntutan pemindahan ibu kota, baru pada 22 Juni 1962 --tepat pada saat peringatan ulang tahun kota Jakarta ke-435---Soekarno menegaskan bahwa Jakarta akan tetap jadi ibukota. Pidato yang sama ia ulangi dua tahun berselang, sehingga akhirnya Penetapan Presiden Nomor 10 Tahun 1964 dibuat berlaku surut sejak 22 Juni 1964 meski baru disahkan 31 Agustus tahun yang sama.

Gagasan memindahkan ibu kota tidak benar-benar hilang setelah itu. Justifikasi bahwa Bung Karno telah memilih salah satu kota di Kalimantan Tengah untuk menjadi ibu kota baru sepertinya tidak tepat. Setidaknya bisa kita merujuk pada penjelasan Penetapan Presiden Nomor 10 Tahun 1964, khususnya poin kedua yang berbunyi:

"Dengan dinyatakan Daerah Khusus Ibu-Kota Jakarta Raya tetap menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia dengan Jakarta, dapatlah dihilangkan segala keragu-raguan yang pernah timbul, berhubung dengan adanya keinginan-keinginan untuk memindahkan Ibu-Kota Negara Republik Indonesia ke tempat lain" 

Di masa kepemimpinan Soeharto, sempat muncul kabar rencana pemindahan pusat pemerintahan ke daerah Jonggol, Jawa Barat. Di era Susilo Bambang Yudhoyono juga ide ini pernah dikaji, meski tanpa menunjuk alternatif lokasi. 

Berselang 55 tahun sejak penetapan Jakarta sebagai ibu kota, Presiden Jokowi akhirnya mengumumkan bahwa ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia akan pindah. Sebagian wilayah di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur akan menjadi ibu kota pengganti Jakarta.

Sejujurnya saya tidak terlalu setuju dengan ide pemindahan ibu kota (alasannya bisa baca di sini). Tapi, sulit bagi saya untuk tidak sepakat dengan presiden Jokowi, bahwa sebagai bangsa besar kita harus berani mengambil keputusan besar, termasuk menentukan sendiri ibu kota RI. 

Berbeda dengan Jakarta yang 'kebetulan' jadi ibu kota, maka ibu kota baru nanti harus lebih baik. Konon, merancang dan membangun kota yang sama sekali baru akan lebih mudah ketimbang menata kota yang telanjur berkembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun