Pada Agustus 2017 saya sempat dirawat delapan hari di rumah sakit. Selama enam hari pertama di RS, plus delapan hari sebelumnya di rumah saya kerap mengalami demam tinggi. Ajaibnya, semua hasil pemeriksaan menunjukkan negatif. Saya tidak terkena DBD, tifus, hepatitis, TB dan lain-lain.
Hingga akhirnya demam mereda dan dibolehkan pulang, dokter tidak bisa memberi diagnosa pasti apa penyebabnya. Saya sebetulnya penasaran juga. Namun, lebih baik disyukuri dan mengambil hikmahnya. Boleh jadi saya kelelahan fisik dan psikis.
Kebetulan waktu itu memang sedang banyak pekerjaan dengan ritme yang cukup tinggi. Salahnya saya, di saat "alarm" tubuh mengingatkan ada yang tidak beres (baca: sering demam), saya tidak lekas-lekas mengambil rehat.
Penyakit asam lambung (GERD) saya juga turut berpengaruh terhadap kesehatan secara keseluruhan. Walaupun saya sudah berusaha menjaga pantangan makanan, tapi saat tingkat stres meningkat pasti penyakit ini akan kambuh.
Sejak pengalaman tidak menyenangkan itu saya menjadi lebih peduli pada kesehatan. Salah satu usahanya adalah dengan rutin berolahraga. Konon olahraga sangat bermanfaat dalam mengurangi stres. Terus terang sebelumnya saya malas olahraga. Malah bisa dibilang jarang bergerak.
Perkembangan teknologi yang amat pesat tak bisa dipungkiri berpengaruh terhadap perubahan perilaku dan gaya hidup. Ponsel pintar jadi barang andalan untuk semua kebutuhan. Mau bepergian ada aplikasi transportasi daring. Mau makanan tertentu, tinggal pesan dari gawai.
Di satu sisi, berbagai kemudahan ini menyenangkan. Tapi, jangan terlena karena ada potensi gangguan kesehatan akibat perubahan gaya hidup. Apalagi bagi pekerja kantoran yang jarang bergerak karena selalu di balik meja.
Dalam 30 tahun terakhir, di Indonesia terjadi perubahan pola penyakit atau biasa disebut transisi epidemiologi. Pada dekade 1990-an, penyebab kematian terbesar adalah penyakit menular seperti TBC, infeksi saluran pernapasan atas, diare, dll. Situasinya berubah sejak sekitar tahun 2010, di mana penyebab kematian terbesar justru dari Penyakit Tidak Menular (PTM).
Gaya hidup turut memengaruhi penyakit degeneratif semakin meningkat. Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh yaitu dari keadaan normal menjadi lebih buruk.
Beberapa penyakit degeneratif di antaranya adalah diabetes melitus, stroke, jantung koroner, kardiovaskular, obesitas, dislipidemia, hipertensi, penyakit jantung, asam urat dan sebagainya.
Penurunan fungsi sel tubuh tidak melulu terjadi karena usia yang sudah lanjut. Kalangan muda juga rentan terhadap penyakit degeneratif, khususnya yang pola hidupnya tidak sehat.
The New England Journal of Medicine pada Juni 2017 menyebutkan, lebih dari 2,2 miliar orang atau sepertiga penduduk dunia kelebihan berat badan. Jangan sepelekan obesitas atau kelebihan berat badan. Berbagai penyakit bisa berawal dari masalah obesitas.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan mulai gencar mengampanyekan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Dengan Germas diharapkan masyarakat bisa berperilaku sehat, sehingga produktivitas ikut meningkat.
Dalam kampanye Germas, masyarakat diajak untuk mengonsumsi makanan sehat, melakukan aktivitas fisik dan memerika kesehatan secara berkala.
Pemerintah berkepentingan karena data BPJS tahun lalu menunjukkan bahwa penyakit akibat gaya hidup menjadi salah satu yang paling banyak diderita peserta BPJS dan menyerap klaim yang tinggi. BPJS Kesehatan terancam mengalami banyak defisit apabila angka pasien PTM dan penyakit degeneratif meningkat.
Katakan saja apabila nasabah tersebut mengalami penyakit kritis, cacat total atau bahkan meninggal dunia, siapa yang menanggung biaya premi bulanannya? Sayang kan kalau gak diterusin. Tapi kalau mau diterusin, siapa yang bayar?
Oleh karena itu, manakala Anda membeli produk asuransi hendaknya memahami betul syarat dan ketentuan yang berlaku. Selain perlindungan utama, biasanya ada manfaat tambahan yang belum tentu diambil oleh semua orang.
Salah satu yang ditawarkan di Allianz adalah Payor, yang bisa menjadi akronim dari (Perlindungan berkelAnjutan Yang ekOnomis & teRjangkau).
Payor atau pembebasan premi merupakan manfaat tambahan pembebasan premi yang diberikan kepada nasabah apabila pemegang polis mengalami kondisi yang bisa menyebabkan pemegang polis mengalami kesulitan dalam membayar premi, bisa karena sebab cacat tetap total, sakit kritis, atau meninggal dunia.
Ada dua jenis Payor yang ditawarkan Allianz terkait dengan 49 sakit kritis dan cacat total :
Payor Benefit, yaitu pembebasan premi berkala jika pemegang polis didiagnosa dokter menderita salah satu dari 49 penyakit kritis atau menderita Cacat Tetap total. Premi berkala akan dibayarkan oleh Allianz sampai usia pemegang polis mencapai 65 tahun.
Spouse Payor Benefit, yaitu pembebasan premi berkala jika pasangan pemegang polis didiagnosa dokter menderita salah satu dari 49 penyakit kritis atau menderita Cacat Tetap Total, premi berkala akan dibayarkan oleh Allianz sampai usia pasangan pemegang polis mencapai 65 tahun.
Sedangkan berkaitan dengan cacat tetap total adalah suatu kondisi karena suatu penyakit atau kecelakaan, kehilangan fungsi anggota tubuh atau tidak dapat melaksanakan pekerjaan secara normal untuk mendapatkan suatu penghasilan.
Payor Protection, yaitu pembebasan premi berkala jika pemegang polis meninggal dunia, premi berkala akan dibayarkan oleh Allianz sampai seolah olah usia pemegang polis mencapai 65 tahun.
Spouse Payor Protection, yaitu pembebasan Premi Berkala jika pasangan pemegang polis meninggal dunia, premi berkala akan dibayarkan oleh Allianz sampai seolah olah usia pasangan pemegang polis mencapai 65 tahun.
Jalani pola hidup sehat dan segerakan ambil asuransi. Jangan lupa sertakan manfaat tambahan Payor dari Allianz, sehingga asuransimu terasuransi alias tidak gagal bayar apapun kondisinya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H