Tidak terasa sudah setahun Anies Baswedan memimpin Jakarta sebagai gubernur. Sudah banyak tulisan dan infografis mengulas evaluasi kinerja gubernur. Maka, saya tidak akan ikut-ikutan. Lagipula rasanya tidak pada tempatnya kalau seorang anak buah menilai pimpinannya sendiri. Lebih baik saya bagikan cerita ke teman-teman bagaimana pengalaman 'orang dalam' dipimpin Anies.
Sebelumnya saya mau ungkapkan dulu soal pemilihan judul artikel ini. Kenapa saya beri tajuk "Testimoni Setahun Bekerja Bareng Gubernur Anies"? Saya tidak memilih opsi lain yang sempat terlintas di kepala yaitu "Pengalaman Setahun Bekerja untuk Anies." Faktanya, sebagai birokrat profesional saya memang bekerja untuk rakyat, para pembayar pajak, sumber dari mana gaji dan tunjangan yang saya dapat.
Teman-teman pembaca juga jangan buru-buru menyimpulkan dari judul kalau saya adalah pegawai yang selalu atau sering mendampingi Pak Anies. Pilihan kata 'bareng' yang ada di judul sengaja saya pakai untuk menekankan ada semangat kolaborasi yang diusung Pak Anies.
Kepemimpinan berbasis gerakan (movement based leadership) dan kolaborasi adalah dua kata kunci yang saling terhubung dengan cita-cita Jakarta Maju Bersama.
Di satu kesempatan mendampingi atasan saya menerima arahan Pak Anies, saya menangkap betul kesan tersebut. Beliau meminta agar Pemprov DKI Jakarta menjajaki kolaborasi dengan salah satu perusahaan teknologi yang boleh jadi paling banyak digunakan orang sejagat.Â
Idenya sederhana, agar warga bisa mendapatkan informasi akurat dan valid pada platform tersebut. Tentu saya tidak bisa membocorkan detailnya karena kami masih on progress.
Jika gagasan ini sudah berjalan, diharapkan para petugas bisa menjadi local hero di wilayah dan ruang lingkup kewenangan masing-masing. Anies tidak mau menjadi gubernur selayak Superman yang bisa membereskan masalah sendirian.
Model kolaborasi ini penting dalam mewujudkan Jakarta sebagai City 4.0. Dalam gagasan City 4.0, pemerintah akan berperan sebagai penyedia platform sementara warga menjadi co-creator (Foth, 2017).Â
Ide City 4.0 milik Foth sebetulnya lebih pada konteks urban placemaking. Semangatnya hampir mirip dengan hak atas kota (right to the city) yang dicetuskan Henry Lefebvre. Seperti apa sih City 4.0 yang ingin dikejar Anies?
Ada empat level interaksi pemerintah dengan warga. Level paling bawah atau City 1.0, adalah di mana pemerintah berperan sebagai administrator dan warga sebagai penghuni. Sosialisasi program menjadi bentuk interaksi paling lazim dalam level ini. Â
Fase berikutnya City 2.0, pemerintah berperan sebagai penyedia jasa dan warga sebagai customer atau pengguna jasa. Interaksi pemerintah dengan warga sudah meningkat dalam bentuk konsultasi misalnya.