Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

CRM, Aplikasi Birokrat Ibu Kota "Zaman Now"

5 Desember 2017   15:34 Diperbarui: 5 Desember 2017   22:37 6306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://smartcity.jakarta.go.id

Dengan semangat kota cerdas itu, evolusi dari CROP menjadi CRM juga mengakomodasi beberapa perubahan terkait pola kerja birokrasi dalam menindaklanjuti laporan. Salah satunya adalah dengan mengubah fitur koordinasi dari sebelumnya kelurahan ke suku dinas (tingkat kota/kabupaten administrasi) menjadi langsung ke dinas (tingkat Provinsi). Pertimbangannya adalah suku dinas akan lebih patuh ketika mendapatkan perintah dari dinas, ketimbang menerima koordinasi dari kelurahan.

Perubahan ini tidak mudah diterima. Saat proses penyusunan dasar hukum penggunaan aplikasi CRM, ide agar lurah bisa meneruskan laporan ke SKPD banyak ditentang karena dianggap tidak sesuai dengan jenjang hierarki birokrasi. Gagasan ini akhirnya diterima setelah dipahami bersama bahwa logika yang digunakan adalah fungsional (lurah sebagai admin) ketimbang struktural (lurah sebagai eselon 4).

Perubahan ini mau tidak mau akan memaksa SKPD (dinas/badan) akan lebih aware terhadap CRM dan berbagai masalah yang dilaporkan di dalamnya. Dulu saat masih menggunakan CROP, sorotan ada pada kelurahan yang notabene kewenangan dan sumber dayanya sangat terbatas.

Sejauh mana CRM sangkil dan mangkus digunakan, waktu yang akan menjawabnya. Akan tetapi, Pemprov DKI Jakarta sudah menginisiasi sebuah metode baru dalam memastikan semua laporan dan pengaduan warga dapat termonitor dengan baik. Hal ini menjadi penting untuk menjaga citizen engagement. Jangan sampai warga yang sudah peduli dengan melaporkan permasalahan justru jadi kecewa karena merasa dicuekin.

Hasil riset saya (2016) menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi telah mengubah pola interaksi dalam komunikasi pemerintahan yang tadinya searah menjadi dua arah atau interaktif. Temuan ini sekaligus menjadi antitesis dari pendapat Pasquier (2012) yang mengatakan bahwa fungsi inti dari komunikasi pemerintahan adalah untuk penyampaian informasi dan kebijakan publik dari pemerintah kepada warga, sementara orientasi pada warga dan menunjukkan respons hanya dianggap sebagai fungsi tambahan.

Kalau zaman "kuda gigit besi", amtenar alias pegawai negeri menempati tempat terhormat dalam struktur sosial masyarakat. Sekarang zaman sudah berubah. Birokrat "zaman now" harus benar-benar sadar bahwa mereka adalah pelayan masyarakat. Kepuasan warga menjadi orientasi utama. Dengan kesadaran itu, CRM akan menjadi aplikasi yang sangat bermanfaat dalam memastikan pelayanan terbaik untuk warga.

Artikel ini juga dimuat di blog pribadi Bang Adam Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun