Kinerja pekerja Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) sedang dalam sorotan. Adalah Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, yang menilai bahwa kinerja PPSU menurun.
"Saya menyikapi masalah PPSU yang ada di enam wilayah Kota Jakarta, kan sekarang kok PPSU agak males-malesan," ujar Prasetio seusai mengikuti rapat pimpinan jajaran eksekutif, Senin (24/07).
Menurut cerita politisi PDIP itu, saat berkeliling ke beberapa wilayah Jakarta seperti Tanah Tinggi, Johar, hingga Tebet, ia tak melihat petugas PPSU yang bekerja membersihkan lingkungan.
"Yang paling gampang di area Menteng ini sudah tidak ada lagi keliaran-keliaran PPSU, males-malesan," ungkapnya seperti dikutip detik.com.
Klaim Pras bisa jadi benar. Apalagi, ia mendasarkan ucapannya dari hasil pengamatan langsung di lapangan. Dari sekitar 20 ribu petugas PPSU, cukup masuk akal jika ada yang malas dan berkinerja buruk. Meski begitu, tak adil jika generalisasi disematkan kepada semua dari mereka.
Uniknya, walaupun menyebut banyak petugas malas, Sang Ketua DPRD justru mendukung penambahan jumlah PPSU. "Saya akan men-support kepada gubernur terpilih nanti untuk ini ditambahkan lagi tenaga-tenaga kerja," ucap Prasetio.
Sementara itu, Gubernur Djarot Saiful Hidayat menyikapi pernyataan Ketua DPRD dengan bijak. Ia memerintahkan jajaran Walikota, Camat dan Lurah untuk melakukan evaluasi petugas PPSU di wilayah masing-masing.
Akan tetapi, evaluasi yang dimaksud Gubernur tampaknya tidak berupa pemecatan atau pengurangan jumlah pekerja. "Saya sampaikan bahwa tidak ada kebijakan untuk mengurangi PPSU, tapi tetap kami pantau kinerjanya," kata Djarot sebagaimana dilansir Kompas.com.
Benang merah dari pernyataan pucuk pimpinan legislatif dan eksekutif adalah PPSU akan dipertahankan. Alih-alih menghentikan, PPSU malah bisa jadi bertambah jumlahnya. Apapun kebijakan selanjutnya, evaluasi perlu dilakukan secara obyektif.
Evaluasi Kinerja dan Anggaran
Mengacu pada Keputusan Gubernur Nomor 2331 Tahun 2016 tentang Penetapan Jumlah Pekerja Penanganan Prasarana dan Sarana Umum Tingkat Kelurahan, saat ini 'Pasukan Oranye' di Jakarta mencapai 20.190 orang yang tersebar di 267 kelurahan.
Paling sedikit, jumlah pekerja PPSU di kelurahan adalah 43 orang (Kalianyar). Sedangkan paling banyak mencapai 183 orang (Kelapa Gading Barat). Mengapa rentang variasinya begitu tinggi? Penetapan kuota pekerja PPSU kelurahan didasarkan pada sejumlah variabel.
Data luas taman dan panjang jalan di satu kelurahan tampaknya menjadi determinan. Hal ini terjadi sejak peralihan petugas harian lepas/PHL perawat taman dan penyapuan jalan dari Dinas Pertamanan (sekarang Dinas Kehutanan) dan Dinas Kebersihan (sekarang Dinas Lingkungan Hidup) kepada kelurahan. Awalnya, pekerja PPSU di kelurahan hanya di kisaran 40 hingga 70 orang, yang ditentukan berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah.
Andaikan kinerja PPSU akan dievaluasi, maka penetapan pekerja per kelurahan ini yang menjadi krusial. Apakah jumlah kuota di setiap kelurahan sudah sesuai dengan beban kerja di wilayah masing-masing? Sependek yang saya ketahui, analisis beban kerja pekerja PPSU memang masih memiliki celah terutama untuk yang selain taman dan penyapuan jalan.
Untuk taman, kita bisa meminjam teori-teori dari ilmu lanskap. Dalam pemeliharaan taman, perlu dibuat pula suatu jadwal pemeliharaan agar pekerjaan yang benar dapat dilakukan pada saat yang tepat dan dapat dibuat anggaran pemeliharaan untuk daerah yang bersangkutan (Carpenter, Walker and Lanphear, 1975).
Sedangkan penghitungan jumlah pekerja untuk penyapuan jalan bisa mengacu pada tren yang sudah digunakan selama ini. Sedangkan ruang lingkup pekerjaan PPSU lainnya relatif belum ada yang bisa dijadikan acuan atau benchmarking. Di sinilah tantangan untuk bisa menetapkan formula penetapan pekerja PPSU, khususnya untuk pekerjaan selain perawatan taman dan penyapuan jalan.
Mengapa evaluasi ini penting? Pertama, untuk memastikan pekerja PPSU memiliki beban kerja yang sesuai. Apabila pembagian kerja (jika perlu disertai jadwal dan area) ideal, sepertinya mustahil ada pekerja yang bisa malas-malasan seperti penilaian Ketua DPRD.
Kedua, menjamin akuntabilitas penggunaan uang rakyat (baca: APBD). Untuk keperluan gaji pekerja PPSU selama setahun saja membutuhan lebih dari Rp 800 miliar. Angkanya bisa bertambah lagi mendekati Rp 1 triliun kalau ditambahkan tunjangan hari raya dan bantuan pembayaran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang menjadi tanggungan Pemprov DKI Jakarta.
Besar atau kecilnya angka di atas sangat relatif. Warga Jakarta mungkin tak akan banyak protes atas penggunaan anggaran tersebut jika kinerja PPSU bisa dipertanggungjawabkan.
Bagaimana dengan kinerja DPRD sendiri? Seperti kita ketahui, saat ini DPRD sedang ngebut menyelesaikan Peraturan Daerah tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD DKI. Apabila Perda tersebut sudah disahkan, para anggota DPRD DKI bisa memeroleh tunjangan mulai dari Rp 87 juta per bulan. Total anggaran yang dibutuhkan dalam setahun 'cuma' Rp 111 miliar.
Kalau ditanya bagaimana mengukur kinerja anggota DPRD, saya juga tidak paham. Mungkin Pak Prasetio dan kawan-kawan anggota dewan yang terhormat lebih bisa menjelaskan. Satu hal yang pasti, seperti halnya kita menuntut PPSU berkinerja baik lantaran menggunakan APBD, tuntutan serupa layak dialamatkan kepada para anggota dewan. Jangan karena kebutuhan anggarannya hanya seperdelapan dari gaji PPSU, maka tidak dianggap penting untuk menunjukkan kinerja yang jelas kepada rakyat.
Disclaimer : Artikel ini adalah opini pribadi penulis dan tidak merepresentasikan institusi tempat saya bekerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H