Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Stop PHP-in Rio Haryanto

11 Februari 2016   09:06 Diperbarui: 1 Maret 2016   14:39 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sempat dibuai angin surga, Rio Haryanto harus siap-siap dikecewakan pemerintah. Impiannya untuk bisa tampil di ajang Grand Prix Formula 1 terancam harus dikubur dalam-dalam.

[caption caption="Screen capture dari kitabisa.com yang menampilkan donasi untuk Rio"][/caption]

Rio bukan pemuda biasa. Dia seorang pejuang sejati. Tanpa banyak bicara, Rio lebih suka membuktikan dengan prestasi di atas lintasan. Setiap ajang balapan yang ia ikuti dalam beberapa musim terakhir hasilnya tidak pernah mengecewakan. Musim lalu bersama Campos Racing Team di GP2, lima kali ia naik podium dengan tiga di antaranya sebagai juara. Tiga kali Rio membuat Merah Putih berkibar di negeri orang.

Tawaran untuk mengisi satu kursi pebalap di tim Manor Racing tentu tidak datang begitu saja. Rio punya potensi yang membuat Manor terpikat. Akan tetapi, bakat saja tidak cukup untuk bisa jadi pebalap F1. Sudah lazim kalau pebalap harus mampu membawa sponsor atau menyetor sejumlah dana untuk membantu kebutuhan operasional tim dalam semusim.

[caption caption="Sang Merah Putih berkibar di Sirkuit Silverstone, saat Rio memanangkan GP2 Inggris. Sumber foto: akun twitter pribadi Rio Haryanto"]

[/caption]

[caption caption="Rio Haryanto juara di GP2 Austria"]

[/caption]

Dalam beberapa musim balapan terakhir, Rio sebetulnya sudah mendapat dukungan dana yang cukup besar dari Pertamina. Hanya saja, kebutuhan untuk di F1 jauh lebih besar daripada di GP2. Dibutuhkan sebesar 15 juta euro (sekitar Rp. 231 miliar), sedangkan Pertamina tahun ini hanya bisa menyediakan 5 juta euro di antaranya.

Manajemen Rio berharap ada dukungan dari pemerintah. Gayung pun bersambut saat Presiden Joko Widodo mengundang Rio, yang sama-sama putra Solo, ke Istana. Dalam kesempatan itu, presiden menginstruksikan agar Menteri Pemuda dan Olahraga untuk memfasilitasi kebutuhan Rio untuk bisa menembus balapan paling prestisius di dunia. Jokowi juga meminta kepada BUMN lain turut mendukung.

[caption caption="Rio berpose di depan Istana saat menemui Presiden Jokowi (sumber : akun twitter Rio Haryanto)"]

[/caption]

Dalam perjalanannya, Kemenpora kemudian menjanjikan akan membantu sebesar Rp. 100 miliar. Alokasi anggaran untuk Rio akan disalurkan melalui KONI. Bahkan, Imam Nahrowi sampai menerbitkan surat garansi dukungan dari Pemerintah yang ditujukan untuk Manor. Belakangan ini, Kemenpora sendiri yang akhrinya menyatakan dukungan itu sepertinya tidak bisa direalisasikan.

Kalau istilah anak zaman sekarang, Kemenpora cuma PHP alias pemberi harapan palsu. Imam Nahrowi selaku menteri seharusnya malu akan rekam jejak buruk kementerian ini sejak ia pimpin. Kita tentu masih ingat, belum lama ini Sirkuit Sentul juga mendapat perlakuan yang nyaris sama. Kemenpora konon akan mengupayakan agar sirkuit di Bogor itu menjadi tuan rumah Moto GP mulai tahun 2017. Di tengah jalan, pemerintah membatalkan sepihak dan bilang mau bikin sirkuit sendiri karena anggaran negara tidak boleh diberikan untuk swasta.

Melihat kasus Sirkuit Sentul dan Rio, saya melihat ada yang tidak beres dengan Kemenpora. Instansi yang dipimpin Imam Nahrowi ini sepertinya cuma bisa mengumbar sensasi. Dalam dua kasus ini, sebetulnya ada kementerian lain yang awalnya akan menjadi leading sector dan mengalokasikan penganggarannya yaitu Kementerian Pariwisata. Ajang F1 dan MotoGp memang bisa dimanfaatkan sebagai wahana promosi yang tepat bagi Indonesia di mancanegara. Namun, Kemenpora kemudian mengambil alih karena otomotif dikategorikan sebagai olahraga dan masuk dalam kewenangan instansi yang dipimpin Cak Imam itu.

Sebelumnya, Rio juga pernah di-PHP-in gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang sempat menyatakan akan mendukung pembiayaan yang dibutuhkan Rio. Rencana tersebut mentah karena BPKP menyatakan APBD DKI tidak boleh dipergunakan untuk atlet profesional. Padahal, Ahok menyadari betul keuntungan yang bisa diraih melalui kesempatan mempromosikan ‘Enjoy Jakarta’ ke belasan sirkuit di berbagai negara di dunia.

[caption caption="Rio saat menemui Ahok di Balai Kota DKI Jakarta"]

[/caption]

Saya mengerti kalau uang rakyat (APBN maupun APBD) tidak bisa dipergunakan seenaknya. Banyak kebutuhan yang lebih mendesak untuk kemaslahatan rakyat banyak ketimbang ‘dibuang’ ke ajang balap jet darat. Ironisnya, banyak anggaran yang sebetulnya tidak benar-benar bermanfaat melainkan hanya menjadi bancakan begal uang rakyat di legislatif maupun eksekutif. Secara aturan pun banyak yang membatasi penggunaan anggaran negara maupun daerah. Para pejabat dan politisi jelas tak mau ambil risiko berurusan dengan hukum gegara menabrak aturan.

Well, saya tidak mau terjebak dalam perdebatan soal boleh atau tidaknya APBN/APBD mensponsori Rio. Tidak ada gunanya juga berdebat kalau ujung-ujungnya solusi untuk Rio nihil. Satu kursi di Manor Racing sudah terisi, sementara satunya masih dikosongkan. Artinya, Manor masih membuka kesempatan untuk Rio. Bahkan, pemilik tim ini dikabarkan akan ke Jakarta untuk membahas masalah sponsorship Rio.

Saat Malaysia diwakili Alex Yong di F1 sekitar awal dekade 2000-an saya tidak terlalu iri. Faktanya pebalap terbaik kita saat itu, Ananda Mikola, memang tidak memiliki kesempatan seperti yang didapat Rio sekarang. Potensi Rio memang sangat menjanjikan. Ia telah menunjukkan kerja keras dan konsistensinya selama ini. Ia juga tercatat sebagai orang Indonesia pertama yang memiliki superlicense, syarat utama untuk bisa mencicipi jet darat.

Di saat rekan-rekan sebayanya menghabiskan waktu remaja dengan bermain dan hura-hura, Rio justru berjuang mewujudkan mimpinya. Terlahir dari keluarga berkecukupan tidak menjadikan pemuda 23 tahun ini anak manja. Ia terbiasa hidup sendiri saat menjalani musim balapan, yang sebagian besar di Eropa. Hebatnya lagi, Rio mampu menyelesaikan studinya di Singapura di tengah jadwal balapan yang padat.

Rio juga seorang pemuda yang religius. Saya sampai terharu saat mengetahui Rio menempelkan bacaan ayat kursi di setir mobil formulanya. Putra dari Sinyo Haryanto ini juga memiliki karakter yang kuat, terlihat dari ketabahannya saat mendengar kabar pabrik buku Kiky milik ayahnya terbakar di Solo akhir Juli 2015 lalu. Semoga Rio bisa tetap tegar menerima apapun yang Allah takdirkan untuknya di musim balap tahun ini.

Sejujurnya saya amat sangat tidak tega melihat impian Rio tampil di F1 kandas. Saya sempat berpikir, apa mungkin kita menggalang dukungan dengan cara #KoinUntukRio. Ternyata memang sudah ada Sahabat Rio yang saat ini sedang mengumpulkan donasi dari siapa saja yang tergerak membantu melalui laman kitabisa.com. Yuk kita ikutan, mudah-mudahan aja banyak konglomerat yang juga turut menyumbang ‘recehannya’. Yang jelas, Rio tidak pantas di-PHP-in.

Bagi yang serius mau mendonasi atau sekadar mendukung Rio, langsung aja ya ke tautan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun