[caption caption="Gapura di ujung gerbang masuk dan keluar kawasan sirkuit Sentul (foto: dok.pribadi)"][/caption]Pemerintah batal menjadikan Sirkuit Sentul sebagai tuan rumah Moto GP tahun 2017. Kepemilikan sirkuit tersebut oleh swasta membuat pemerintah tidak bisa mengalokasikan anggaran. Mimpi besar Tinton Suprapto untuk mengulang memori 20 tahun lalu (saat pertama kali Indonesia menjadi tuan rumah GP 500) pupus sudah.
Saya pertama kali (dan sayangnya sekaligus terakhir kali) bertemu dengan Tinton Suprapto lebih dari tujuh tahun lalu. Sehari setelah peringatan Hari Pahlawan 10 November 2008 saya menyambangi beliau di ruang kerjanya, di kawasan Sirkuit Sentul. Saya yang saat itu masih bekerja untuk Harian Merdeka ditugaskan oleh redaktur untuk membuat profil tokoh otomotif nasional itu.
Om Tinton, demikian saya menyapa beliau, bukanlah orang yang sulit untuk ditemui. Saya pun membuat janji melalui sekretarisnya untuk datang ke Sentul pada Sabtu, 11 November. Kebetulan pada hari itu sedang ada acara halal bi halal antara semua pegawai manajemen sirkuit dengan para pebalap yang biasa menggunakan sirkuit. Pada hari itu juga berlangsung kualifikasi balapan Honda Jazz.Â
[caption caption="Hasil wawancara saya dengan Om Tinton tahun 2008 (foto: dok.pribadi)"]
Walaupun wawancara saya pada hari itu lebih banyak menggali soal gaya hidup, sesuai kebutuhan rubrik yang saya pegang, pembicaraan soal otomotif tentu saja tidak bisa dihindari. Om Tinton sangat antusias kalau sudah bicara soal otomotif. "Saya bangga karena ide awal pembangunan sirkuit dari saya. Bersama Mas Tommy saya wujudkan ide itu," demikian kenang Om Tinton. Suka dan duka ia lalui di sirkuit yang sempat menggelar ajang Moto GP (dulu masih bernama Grand Prix 500 cc) pada tahun 1996 dan 1997. Dari sorot matanya, saya bisa menangkap kesan yang kuat ia optimis akan masa depan Sirkuit Sentul. Ia seolah terus memelihara mimpi agar Sentul bisa digunakan lagi untuk event balapan internasional.
Saya pun ikut senang ketika mendengar kabar Indonesia sedang berusaha menjadi tuan rumah Moto GP untuk musim 2017. Pastinya Om Tinton yang ada di belakang layar rencana tersebut. Ia aktif melobi Dorna, promotor hajatan tersebut, untuk memberikan kesempatan kepada Indonesia. Gayung pun bersambut karena pemerintah juga berhasrat menggelar event besar ini. Pemerintah akan mengalokasikan anggaran melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pariwisata. Estimasi kebutuhan dananya mencapai 200 miliar rupiah.
Belakangan, pemerintah mengubah sikap. Bukannya tidak mau menjadi tuan rumah Moto GP, tetapi pemerintah tidak bisa mengalokasikan anggaran untuk Sentul yang notabene adalah milik swasta. Setelah meminta pertimbangan dari berbagai kementerian dan BPKP, Kemenpora mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan rencana menggelar Moto GP di Sentul namun mempertimbangkan untuk membangun sirkuit baru.
Saya bisa paham pemerintah tidak bisa sembarangan menggunakan APBN. Bagaimanapun juga itu adalah uang rakyat. Hanya saja, rencana membangun sirkuiit baru kok sepertinya tidak realistis. Membangun sirkuit permanen tidak bisa seperti Candi Sewu yang bisa dikebut dalam semalam oleh Bandung Bondowoso. Kalaupun pemerintah sudah punya sirkuit sendiri dalam 2 atau 3 tahun ke depan, belum tentu masih ada slot kosong yang bisa kita isi sebagai tuan rumah Moto GP.
Mendengar berita batalnya Sentul menjadi tuan rumah, ingatan saya kembali pada pertemuan tujuh tahun lalu. Setelah pertemuan terakhir itu saya sempat beberapa kali menghubungi Om Tinton melalui telepon dan pesan pendek, terutama pada momen hari raya Iedul Fitri. Sayangnya saya kehilangan nomor kontak pribadi Om Tinton karena ponsel saya sempat rusak.
Saya pun mencoba peruntungan dengan mengunjungi langsung Sirkuit Sentul kemarin (Kamis, 27 Januari 2016). Kali ini saya kurang beruntung, karena Om Tinton sedang tidak di tempat. Sudah jauh-jauh ke Sentul, saya pun mencoba mengelilingi kawasan sirkuit tersebut (tentu saja bukan di lintasan balapnya). Kondisinya tidak banyak berubah dibanding kunjungan terakhir saya. Berbagai fasilitas terlihat sudah kurang layak. Ya wajar saja, selain usianya sudah mencapai 22 tahun, perawatannya pun kurang maksimal karena nyaris tak pernah ada event besar sejak terakhir kali menggelar A1 GP pada tahun 2006.
Saya masih berharap kita tidak kehilangan kesempatan menggelar Moto GP pada 2017. Manajemen Sentul di bawah kepemimpinan Om Tinton harus kreatif mencari peluang pendanaan lain, dari sponsor misalnya. Selain itu, untuk keberlanjutannya pun Sentul harus banyak belajar dari sirkuit lain semisal Sepang di Malaysia. Kalau hanya mengandalkan event Moto GP setahun sekali, jangan harap bisa balik modal apabila sekarang menggelontorkan uang hingga Rp. 200 miliar. Selain menjadi tuan rumah Moto GP, Sepang juga menggelar F1 dan Superbike. Berbagai event otomotif level nasional di Malaysia juga berlangsung di Sepang. Kalau melihat dari situsnya, kita akan mendapati betapa padatnya jadwal penggunaan sirkuit di dekat Kuala Lumpur itu.
[caption caption="Agenda event di Sirkuit Sepang, Malaysia"]
Well, saya hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk semua. Syukur Alhamdulillah kalau akhirnya ada 'keajaiban' entah dari mana datangnya supaya Sentul akhirnya menjadi tuan rumah Moto GP. Bagaimanapun, saya merasa Om Tinton pantas mewujudkan mimpi besar di usia senjanya. Kalaupun kemudian pemerintah membangun sirkuit baru, kita wajib mendoakan supaya nasibnya tidak seperti Sentul.
Berikut ini oleh-oleh foto hasil kunjungan saya ke Sirkuit Sentul, Kamis (28/1/2016) kemarin :
[caption caption="Papan informasi kawasan Sirkuit Sentul (foto: dok.pribadi)"]
[caption caption="Tribun utama"]
[caption caption="Tribun tidak terawat"]
[caption caption="Sekitaran sirkuit"]
[caption caption="Ada mobil balap yang sedang latihan melintas"]
[caption caption="Area pitstop"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H