Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Lurah dan Logika Kapitalistik Ahok

9 November 2015   10:11 Diperbarui: 12 November 2015   10:17 1781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Mulai Minggu (8/11) hingga Rabu (12/11) ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka pendaftaran Uji Kompetensi dalam Rangka Seleksi Jabatan Calon Lurah. Proses ini akan menjaring pegawai potensial yang diproyeksikan mengisi jabatan lurah manakala ada posisi lowong. Ahok ingin lurah di Jakarta bisa menjadi estate manager. Wah, makhluk apalagi tuh?

Seleksi terbuka bukan hal baru bagi Pemprov DKI Jakarta. Pada saat pertama kali dilaksanakan di tahun 2013, seluruh camat dan lurah petahana (incumbent) juga diwajibkan mengikuti seleksi. Hasilnya, 13 dari 44 camat dan 49 dari 267 lurah petahana gagal mempertahankan posisinya.[1]

Dalam perjalanan selama lebih dari dua tahun ini, ada beberapa camat dan lurah yang telah diganti. Dengan membuka kembali seleksi terbuka, ini menjadi sinyalemen bahwa akan terjadi lagi pergantian pejabat wilayah secara masif. Selama parameter yang digunakan jelas, kebijakan 'bongkar pasang' ini bisa dimaklumi. Amat disayangkan kalau pencopotan atau penunjukkan seseorang masih ditentukan like and dislike atau malah nasib baik/buruk belaka.

Peran Strategis Camat dan Lurah

Secara legal formal, jabatan lurah bukan lagi sebagai kepala wilayah melainkan perangkat daerah. Tanggung jawab sebagai pimpinan dari perangkat daerah sendiri tidak mudah karena harus melaksanakan program/kegiatan sesuai tugas fungsi serta mempertanggungjawabkan anggaran yang diberikan untuk itu. Kemampuan dalam bidang perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan anggaran menjadi syarat mutlak bagi keberhasilan seorang lurah.

Dalam praktek keseharian di lapangan, tidak terhindarkan bagi lurah untuk menjalankan peran sebagaimana dulu melekat menjadi tanggung jawab sebagai kepala wilayah, khususnya berkaitan dengan pembinaan kemasyarakatan. Oleh karena itu, dibutuhkan figur lurah yang bukan hanya cakap dalam menjalankan tugas-tugas administratif tetapi juga memiliki kemampuan yang baik dalam membina hubungan dengan masyarakat. Fleksibilitas waktu kerja juga menjadi tantangan tersendiri bagi lurah karena harus selalu siap bekerja melayani masyarakat kapan saja dibutuhkan.

Seiring dengan semakin tingginya kompleksitas persoalan di Jakarta, kelurahan semakin diandalkan sebagai ujung tombak pelayanan publik. Sehingga lurah di Jakarta tidak hanya menjalankan tugas-tugas atributif seperti halnya yang diberikan kepada lurah di daerah lain, tetapi juga sejumlah kewenangan delegatif dari tingkat provinsi yang melekat dalam struktur organisasi dan tata kerjanya.

Urban Manager atau Estate Manager?

Penguatan peran kelurahan -dan yang tidak bisa dipisahkan adalah kecamatan—sebetulnya juga bukan ide baru. Sejak era kepemimpinan Fauzi Bowo, gagasan ini sudah mulai diimplementasikan. Antara lain melalui pelimpahan sebagian kewenangan dan pengalokasian anggaran yang relatif besar. Foke saat itu berharap camat dan lurah di Jakarta bisa menjadi urban manager.

Sebagai urban manager, lurah diharapkan tidak hanya menjalankan administrasi pemerintahan tetapi sekaligus sebagai pengelola kawasan untuk urusan-urusan teknis seperti kesehatan masyarakat, kebersihan lingkungan, dan keamanan. Meski secara konsep sudah bagus, dalam tatanan aplikatif belum menunjukkan hasil memuaskan.

Kini, Gubernur Basuki Tjahaja Purnawa melontarkan wacana soal estate manager. “Lurah kita programkan menjadi estate manager, jadi lurah sudah seperti pengelola sebuah wilayah,” kata Basuki usai peresmian ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) di Kembangan, Jakarta Barat, Jumat (5/6/2015).[2]

Sekilas, tak ada yang beda dari konsep urban manager versi Foke dengan estate manager tawaran Ahok. Kalau memang sama, lalu mengapa diubah? Boleh jadi memang cuma ganti nama karena segala macam yang ‘berbau’ Foke dianggap buruk oleh Ahok dan tak pantas diteruskan. Konon, istilah estate manager terinspirasi dari pengelolaan kawasan hunian real estate atau biasa dikenal estate management. Jika benar begitu, maka istilah tersebut sangat kental dengan nuansa kapitalistik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun