[caption caption="kiri ke kanan : Atika (moderator, LBH), Romo Sandyawan (Ciliwung Merdeka), Alldo Felix (LBH)"][/caption]
“Pola penggusuran yang dilakukan pemerintah tak banyak berubah pascareformasi 1998,” demikian disampaikan Sandyawan Sumardi dalam acara Diskusi Diponegoro “Kami Terusir, Mengungkap Penggusuran Paksa di Jakarta” yang diselenggarakan di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Senin 31 Agustus 2015 kemarin.
Romo Sandi, demikian ia biasa disapa, adalah Koordinator Komunitas Ciliwung Merdeka (CM), yang sudah mendampingi warga Kampung Pulo sejak 2009. Dalam diskusi kemarin, ia menyampaikan kronologis peristiwa penggusuran pekan lalu. Selain Romo Sandi, penanggap diskusi lainnya adalah pengacara publik dari LBH Jakarta, Alldo Felix.
Dengan gerakan partisipatif yang ia gagas, warga Kampung Pulo secara bersama-sama dibantu dengan sejumlah intelektual dari CM menyusun konsep pengembangan kawasan yang mereka harapkan. “Saat ini CM dibantu oleh 60 orang pakar dari berbagai bidang, mulai dari arsitektur, tata kota, sosiologi, antropologi, sampai ahli hidrologi yang merupakan pegawai Kerajaan Belanda,” kata Sandyawan. Sebelum konsep disusun, sudah dilakukan juga kajian historis, ekonomi dan sosial budaya di sana.
Kesulitannya justru pada membuka ruang dialog dengan pemerintah. “Kami sudah bersurat, tapi sampai tiga bulan tidak dijawab. Padahal waktu Ahok datang ke kami saat masih jadi anggota DPR dulu tidak pakai surat-suratan. Begitu juga waktu ia bersama Jokowi meminta dukungan menjelang pilkada 2012 lalu. Kami sambut dengan hangat, dibuatkan teh manis dan singkong rebus oleh warga,” tutur pria jebolan Seminari Yogyakarta itu.
Akhirnya, Sandyawan memilih cara paling konvensional yaitu menjegat Ahok langsung di Balai Kota. Baru kemudian CM mendapat kesempatan beraudiensi dengan Sang Gubernur. Pada pertemuan pertama 24 Juli 2015, CM memaparkan konsep yang mereka buat. Ahok pun kesengsem. Ia setuju dengan gagasan itu dan berjanji akan menindaklanjutinya. Salah satu angin surga yang diberikan adalah tanah warga akan diukur untuk diganti sebesar 1,5 kali lipat dalam ‘Kampung Susun’ yang kelak dibangun di Kampung Pulo.
[caption caption="Contoh desain yang sudah dibuat Ciliwung Merdeka (sumber: Majalah Tempo edisi 31 Agustus - 6 September)"]
Camat dan Lurah ‘Bermain’?
Dasar lidah tak bertulang, janji itu cuma berumur kurang dari dua minggu. Pada pertemuan berikutnya tanggal 4 Agustus 2015, Ahok menganulir rencananya. Ia bersikukuh tetap akan merelokasi warga ke rumah susun yang dibangun pemerintah. Ahok bahkan menuding warga kampung pulo sebagai warga liar yang menduduki tanah negara.