Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Jakarta Juara Umum PON 2012, Mampukah Jokowi Lanjutkan Sukses Foke?

20 September 2012   12:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:09 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

H

ari ini, Kamis (20/9), warga Jakarta sedang dilanda euforia pilkada. Hasil penghitungan cepat (quick count) yang dilakukan beberapa lembaga survey menunjukkan bahwa Jakarta akan memiliki gubernur baru. Pasangan Joko Widodo – Basuki Tjahaja Purnama kembali memenangkan pilkada putaran kedua dengan perolehan suara mencapai 54%.

Ada yang menang, tentu ada yang kalah. Jika lima tahun lalu Fauzi Bowo tersenyum melihat hasil akhir pilkada, sekarang ia harus menelan pil pahit. Warga Jakarta ternyata lebih memilih kandidat lain yang notabene berasal dari luar kota (baca: Solo). Berpasangan dengan sesama putra Betawi, Nachrowi Ramli, Foke hanya bisa mendulang dukungan sekitar 46% pemilh.

Di luar konteks politik, sesungguhnya warga Jakarta hari ini juga patut merayakan keberhasilan lain. Kontingen DKI Jakarta sukses menjadi juara umum Pekan Olahraga Nasional XVIII, di Pekanbaru, Riau.

Hingga tulisan ini dibuat (Kamis sore -red), Jakarta masih kokoh di puncak klasemen dengan raihan 110 emas, 101 perak dan 112 perunggu. Kontingen Jawa Barat membuntuti di peringkat kedua (99-79-101) dan Jawa Timur (78-76-82). Klasemen akhir masih mungkin berubah, tapi sepertinya status juara umum akan tetap menjadi milik Jakarta.

[caption id="attachment_206850" align="alignright" width="300" caption="Klasemen Sementara hingga Kamis (20/9) pukul 19.00"][/caption]

Keberhasilan Jakarta kali ini sekaligus menebus kegagalan mereka di PON XVII empat tahun lalu di Kalimantan Timur. Saat itu, kontingen ibukota harus puas menduduki peringkat dua klasemen dengan perolehan 119 emas, 117 perak dan 122 perunggu. Sementara juara umum diraih Jawa Timur (139-113-111).

Sejarah Jakarta di Ajang PON

Jakarta memang dikenal penguasa ajang PON. Dengan kesuksesan kali ini, berarti sudah 11 kali kontingan DKI menjadi juara umum dari 17 kali penyelenggaraan PON. Tiga penyelenggaraan pertama (1948, 1951, 1953), Jakarta belum mampu menandingi keperkasaan Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Baru pada PON ke-IV tahun 1957 di Makassar dewi fortuna mengiringi keberhasilan tim Batavia. Jakarta selanjutnya merajai PON sejak tahun 1969 hingga tahun 1996. Para atlet Jakarta menjuarai PON delapan kali bertutut-turut.

Namun, cibiran datang terhadap kontingen ibukota. Mereka dicap jago kandang. Dari delapan kali penyelenggaraan PON tersebut, hanya pada tahun 1969 Jakarta tidak menjadi tuan rumah. Mulai tahun 1973 sampai 1996, gelaran PON selalu mengambil tempat di Jakarta.

Persoalan ini tidak bisa dipandang sepele. Kebijakan orde baru saat itu memang dikenal menganaktirikan daerah-daerah. Pola pemerintahan sentralistis ternyata menular ke dunia olahraga. Padahal, dengan tidak ditunjuknya daerah lain sebagai tuan rumah hal tersebut turut menghambat pemerataan kemajuan olahraga nasional.

Ditambah lagi saat itu perimbangan keuangan antara pusat dengan daerah amat timpang. Menjadi wajar jika sektor olahraga bukanlah prioritas bagi daerah, yang secara finansial amat terbatas. Berbeda dengan Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan, ekonomi dan bisnis, secara tidak langsung berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah yang jumlahnya lebih besar daripada daerah lain.

Jakarta pun seolah menjadi magnet bagi seluruh warga Indonesia untuk mengadu nasib. Tak terkecuali bagi para atlet. Jakarta jelas memiliki fasilitas latihan yang amat memadai bagi berbagai cabang olahraga. Kesejahteraan atlet ibukota juga lebih layak dibanding rekan-rekannya di daerah lain.

Angin segar bagi daerah lain berhembus dengan ditetapkannya Surabaya (Jawa Timur) sebagai tuan rumah PON XV tahun 2000. Bahkan sejak itu, Jakarta tidak pernah lagi ditunjuk menjadi tuan rumah. Berturut-turut setelah Surabaya adalah: Palembang, Sumatera Selatan (2004), Samarinda, Kalimantan Timur (2008) dan Pekanbaru, Riau (2012). Setelah ini, Bandung (2016) dan Banda Aceh (2020) akan mendapat kehormatan tersebut.

Pada PON XV di Surabaya tahun 2000, Jakarta akhirnya dipaksa lengser dari tampuk juara. Namun, empat tahun berselang di Palembang, Jakarta membuktikan bukan jago kandang. Sayangnya, di PON 2008 Samarinda, lagi-lagi Jakarta gagal jadi juara umum. Pada PON 2000 dan 2008, Jakarta harus mengakui keunggulan kontingen Jawa Timur.

Gubernur Jakarta dan Kebijakan Bidang Olahraga

Bagaimanapun juga, Fauzi Bowo layak mendapatkan apresiasi atas keberhasilan kontingen Jakarta merebut kembali gelar juara di PON XVIII Riau. Tidak mudah untuk bisa meraih prestasi tersebut. Apalagi, saat ini sudah bukan rahasia lagi bahwa praktik ‘jual beli’ atlet semakin marak. Betul bahwa banyak atlet yang membela Jakarta memang bukan pribumi asli betawi, tapi setidaknya sebagian besar dari mereka adalah produk pembinaan jangka panjang Jakarta.

Terlepas dari cibiran daerah lain, Jakarta memang sepatutnya menjadi barometer olahraga nasional. Mantan gubernur, Ali Sadikin pernah mengatakan, “Perasaan saya tersinggung kalau Jakarta sampai tidak bisa unggul dlm bidang olahraga. Jakarta mesti di atas. Kebanggaan sayalah jadinya kalau Jakarta menang bertanding dengan daerah lain.”

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap bidang olahraga juga tidak terlalu buruk. Di tahun 2012 ini saja tercatat ada enam proyek revitalisasi sarana olahraga yang rampung. Sebut saja GOR Cempaka Putih, GOR Tanjung Priok, GOR Pulo Gadung, Gedung Yudo Kelapa Gading, Lapangan Tenis Bulungan dan Kompleks Olahraga Terpadu Ciracas. Dihabiskan dana tak kurang dari Rp. 323 miliar untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

“Ini merupakan realisasi program revitalisasi sarana olah raga untuk mewujudkan Jakarta sebagai Barometer atau pusat Olah Raga atau Sport City di Indonesia. Ini juga langkah kita menjadikan Jakarta sebagai sport city terbesar di Indonesia,” begitu ujar Foke medio April lalu kepada rekan-rekan jurnalis.

[caption id="attachment_206851" align="aligncenter" width="300" caption="GOR Ciracas"]

1348143400777636525
1348143400777636525
[/caption]

Meski begitu, ada satu kenangan buruk bagi kalangan olahraga khususnya sepakbola tentang periode kepemimpinan Fauzi Bowo. Ya, digusurnya stadion bersejarah di Menteng tentu menyedihkan. Terlepas dari pengalihan fungsi menjadi Ruang Terbuka Hijau, stadion tersebut menyimpang kenangan indah bagi penggemar sepak bola di Jakarta.

Satu lagi stadion yang akan menjadi kenangan adalah Sanggraha Pelita Jaya di Lebak Bulus. Foke sudah memutuskan kompleks stadion tersebut akan digusur untuk menjadi terminal MRT. Konon, sudah disiapkan lahan pengganti di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

Nah, sekarang gubernur baru telah terpilih. Menarik untuk dinantikan sepak terjang Joko Widodo di bidang olahraga. Mampukah ia mengejawantahkan jargon klasik “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat”? Bukan pekerjaan mudah. Tapi tidak terlalu sulit juga untuk diwujudkan. Semoga di kemudian hari olahraga di Jakarta bisa lebih maju lagi. Khusus olahraga prestasi, target juara umum PON 2016 di Jawa Barat adalah harga mati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun