Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Angka Golput Akan Turun Karena Jokowi?

5 Maret 2014   16:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:13 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perdebatan di internal PDI Perjuangan (PDI-P) soal siapa calon presiden yang akan diusung di pemilu 2014 tampaknya telah usai. Dari selentingan informasi yang berkembang, Megawati Soekarnoputri disebut-sebut sudah legowo untuk tidak maju lagi. Mega tidak menutup mata terhadap dukungan yang semakin masif terhadap kader andalannya, Joko Widodo. Yang menarik dinantikan saat ini adalah kapan pendeklarasian Jokowi akan dilakukan?

[caption id="attachment_315229" align="aligncenter" width="300" caption="cover buku "][/caption]

Bahwa tahun 2014 adalah momentum yang pas untuk Jokowi sudah tidak bisa dibantah lagi. Namun, penentuan waktu pendeklarasian capres sangat menentukan konstelasi politik Tanah Air. Perolehan suara PDI-P di pemilihan legislatif diprediksi akan melambung apabila Jokowi diproklamirkan sebagai kandidat RI 1 sebelum tanggal 9 April.

PDI-P yang sempat menyatakan akan menunggu hasil pileg sepertinya akan berubah pikiran. Penunjukkan Joko Widodo sebagai juru kampanye nasional merupakan salah satu indikasi bahwa beliau adalah vote getter utama partai berlambang kepala banteng moncong putih ini.

Perolehan suara PDI-P dari pemilu 1999 sampai 2009 memang terus mengalami penurunan. Saat memenangi pemilu 1999, PDI-P sukses mendapatkan dukungan rakyat sebesar 33,74%.Lima tahun berselang, perolehan suara merosot drastis menjadi 18,53%. Di pemilu 2009 yang lalu, dukungan kembali turun hingga tinggal 14,03%.

1393985765227418661
1393985765227418661

Penurunan suara di pemilu bukan hanya dialami oleh PDI-P tapi juga Partai Golkar. Pada saat bersamaan, Partai Demokrat justru mengalami lonjakan jumlah pemilih dari 7,45% di pemilu 2004 menjadi 20,85% di pemilu 2009. Perilaku pemilih di Indonesia memang lebih dipengaruhi oleh figur/ketokohan dari suatu partai alih-alih preferensi lain seperti alasan sosiologis atau psikologis.

Dengan menetapkan Jokowi sebagai capres, PDI-P berharap bisa mendulang dukungan sehingga perolehan suara di pileg. Kans PDI-P untuk memenangkan pemilu terbuka, bahkan mungkin dengan raihan suara yang lebih besar dari pemilu 1999.

Jika benar PDI-P bisa meraih hingga 30-an persen suara nasional, tentu akan berdampak pada semakin sedikitnya jumlah capres yang akan maju mengingat perolehan suara partai lain akan tergerus. Kalkulasi ini yang sepertinya mengubah sikap PDI-P yang semula berkeras akan menunggu hasil pileg sebelum mengumumkan capres.

Korelasi antara figur Jokowi dengan perolehan suara PDI-P sudah cukup terang benderang. Lalu, apa betul pencapresannya akan serta merta menurunkan angka golput di Indonesia?

Masalah terbesar dalam pemilu kontemporer di Indonesia adalah soal merosotnya tingkat partisipasi publik (voter turnout). Di pemilu 1999, voter turnout masih cukup tinggi yaitu 93,30%.Namun, di pemilu 2004 jumlahnya turun menjadi 84,09%. Partisipasi di pemilu 2009 lebih memprihatinkan lagi dengan hanya 70,99% pemilih yang menggunakan hak suaranya. Angka golput yang nyaris menyentuh 30% tentu tidak boleh dibiarkan naik lagi di pemilu 2014. KPU telah mematok target partisipasi pemilih minimal di angka 75%.

[caption id="attachment_315228" align="aligncenter" width="601" caption="sumber: IDEA International"]

13939859011081377839
13939859011081377839
[/caption]

Persoalannya, apakah mungkin hanya dengan pendeklarasian Jokowi sebagai capres PDI-P akan diikuti dengan naiknya partisipasi publik? Mari kita lihat pilkada Jakarta sebagai rujukan. Di pilkada 2007, tercatat ada 39,2% golput. Angka itu berkurang saat Jokowi maju sebagai salah satu kontestan. Di putaran pertama, pemilih yang tidak menggunakan haknya sejumlah 36,38%. Sedangkan di putaran kedua, jumlahnya berkurang lagi menjadi 33,29%.

Dari data di atas, memang terlihat adanya peningkatan partisipasi pemilih. Hanya saja, jumlahnya tidak terlalu signifikan (dalam kisaran ratusan ribu penduduk), golput pun masih di atas 30%. Jadi, rasanya lebay jika ada yang mengatakan Jokowi akan menurunkan angka golput. Asumsi ini bisa saja terjadi di pilpres, lantaran nama dan foto wajah beliau akan nongol di kertas suara. Tapi, saya tidak yakin ada korelasi positif di pileg.

Rakyat juga nggak bodoh-bodoh amat untuk berbondong-bondong ke TPS pada 9 April, sementara mereka baru bisa memilih Jokowi pada 9 Juli.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun