"Lin! Jemput adik ngaji, ya?"
Aku yang masih duduk langsung berdiri, lalu mengambil kunci motor yang tergeletak di meja dekat televisi.
Gerimis menjadi teman perjalananku. Mumpung belum deras ku percepat laju motor agar cepat sampai ke ujung desa.
Seperti biasanya aku selalu merinding ketika melewati rumah Mbah Wiyo, rumah kosong yang dekat dengan gapura desa. Setiap orang yang keluar masuk desa pasti melewatinya. Entahlah, apa yang terjadi dengan keluarga itu sampai meninggalkan rumah besar itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H