Mohon tunggu...
T Hindarto
T Hindarto Mohon Tunggu... -

Peminat Kajian Teologi, Sejarah dan Fenomena Sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

SOSIOLOGI SECANGKIR KOPI

5 Februari 2016   13:19 Diperbarui: 17 Maret 2016   13:05 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Kopi Sebagai Media Lahirnya Karya Kreatif
Kita kerap menghubungakan kopi dengan aktifitas intelektual mulai dari diskusi sastra dan politik di warung kopi angkringan sampai kedai kopi prestisius dan berkelas. Istilah kopi kerap disandingkan dengan istilah diskusi, sebuah istilah yang merefleksikan kegiatan intelektual. Istilah kopi kerap disandingkan dengan membaca, sebuah kegiatan yang merefleksikan proses belajar sekaligus penemuan gagasan dan ide-ide kreatif. Sejumlah tokoh ternama seperti Robert Boyle (penemu hukum Boyle dan kimia modern), Henri Poincare (matematikawan), Beethoven (komposer) Dan Balzac (Novelis), kerap menjadikan kopi sebagai teman hidup yang membangkitkan kreatifitas sehingga melahirkan sejumlah karya monumental. Secangkir kopi telah menemani terjadinya proses dan produksi kreatif serta intelektual baik di bidang keilmuan eksakta maupun sosial bahkan seni dan satra.


Kasus Kopi Sianida dan Pergeseran Makna Meminum Kopi
Sejak peristiwa terbunuhnya seorang wanita bernama Mirna di sebuah kedai kopi melalui serbuk sianida yang terkandung dalam kopi yang diminumnya dengan seseorang yang kini ditersangkakan bernama Jessica, perilaku meminum kopi bisa menjadi sebuah modus operandi untuk melenyapkan nyawa seseorang yang tidak disukai. Maka muncullah berbagai meme (saya lebih senang mendefinisikannnya secara deskriptif sebagai sebuah gambar yang berisi lelucon atau sindiran serta kritik sosial terhadap sebuah peristiwa sosial yang disebarluaskan secara viral melalui media sosial seperti facebook dan whatsap serta media sejenis) yang berisikan lelucon al, berisikan wajah Jessica dan kalimat al., “Bang…ngopi yuk? Eneng yang traktir…” atau kalimat, “Jangan pernah ngaku pecinta kopi, kalau belum pernah nyoba kopinya Mirna…” Tidak kalaH menggelikannya saat ada sejumlah foto wanita mulai dari tentara, polisi, suster, satpol pp dan terakhir wajah Jessica. Di atas foto-foto tersebut ada kalimat, “Mau yang mana mas?” Di bawah foto wanita berpakaian militer muncul kalimat, “mau dibanting?” di bawah foto wanita berpakaian polisi muncul kalimat, “mau ditilang?” di bawah foto wanita berpakaian suster muncul kalimat, “mau disuntik?” di bawah foto wanita berpakaian satpol PP muncul kalimat, “mau diangkut?” lantas giliran foto Jessica di bawah tertera kalimat, “mau ditraktir ngopi”. Bukan hanya menjadi sebuah modus operandi untuk melenyapkan seseorang namun telah menimbulkan sejumlah perilaku kehati-hatian di tengah masyarakat, sebagaimana muncul kalimat, “hati-hati enthar di beri kopi sianida”.


Secangkir kopi bukan hanya berkisah mengenai dari mana kopi berasal dan kemana kopi menancapkan pengaruh dan aroma rasanya. Secangkir kopi dapat mengurai makna-makna terdalam sebagai refleksi dan analogi sebuah kehidupan yang kita jalani. Secangkir kopi berbicara mengenai perputaran ekonomi dan naik turunnya pendapatan dan keuntungan yang dialami negara dan pengusaha serta petani kopi. Bahkan secangkir kopi dapat berkisah mengenai struktur kehidupan sosial dan dinamika sosial dalam sebuah masyarakat, mulai dari status, peranan, interaksi bahkan dinamika perubahan sosial masyarakatnya.


Minumlah kopi Anda dan pelajarilah masyarakat dan kehidupan sosial di sekitar Anda…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun