Apa saja tahapan memaafkan?
Tahapan memaafkan menurut Worthington yang dikenal dengan tahapan REACH, yaitu:
- Recall: mengingat kembali luka yang kita alami. Kita harus melakukan proses penerimaan bahwa kita terluka dan menerima orang yang telah menyakiti diri kita, serta berhenti untuk menyalahkan diri sendiri.
- Emphatize: berempati kepada orang yang telah menyakiti kita dan memikirkan sudut pandang lainnya, seperti alasan mengapa orang tersebut melakukan hal itu, apa yang dirasakan orang tersebut setelah melakukan hal itu, dan memposisikan diri sebagai orang tersebut.
- Altruistic gift: kita membayangkan kembali ketika kita berbuat kesalahan kepada orang lain dan orang lain memaafkan kesalahan yang telah kita lakukan dengan ketulusan hati, serta tidak mengungkit kesalahan tersebut. Memaafkan sebagai hadiah yang harus diberikan agar hubungan satu sama lain tetap baik.
- Commitment: kita harus bertekad bahwa kita sudah memaafkan orang yang telah menyakiti kita dan tidak mengungkit kejadian tersebut secara terus menerus, serta berusaha untuk berdamai dengan orang tersebut dan juga diri sendiri agar emosi positif yang tercipta, bukan emosi negatif.
- Hold: kita harus berpegang teguh untuk memaafkan. Memaafkan membutuhkan proses yang panjang dan tidak mudah sehingga diperlukan usaha yang besar untuk mengubah pikiran yang negatif terhadap suatu kejadian atau orang menjadi pikiran yang positif.
Lalu, apa itu gratitude? Dan mengapa gratitude berkaitan dengan forgiveness dan psychological well-being?
Gratitude merupakan emosi positif yang ada pada kehidupan individu dan berkaitan dengan psychological well-being. Lalu apa kaitannya dengan forgiveness dan psychological well-being? Gratitude yang dirasakan oleh individu setelah proses memaafkan adalah dengan menerima peristiwa yang mengecewakan dan menjadikannya sebuah pelajaran, serta berterimakasih terhadap peristiwa tersebut karena mereka menjadi pribadi yang lebih baik. Setiap permasalahan yang terjadi di hidup kita akan membawa kita ke dalam proses pendewasaan. Menjadi dewasa tidak selalu tentang umur, tetapi juga tentang kepribadian kita. Umur tidak selalu mencerminkan pribadi yang dewasa, karena pada nyatanya banyak sekali yang umurnya sudah masuk ke dalam kategori dewasa, tetapi masih bersikap childish.
Setiap orang pasti memiliki sebuah masalah dalam hidupnya, dari yang ringan, sedang, sampai berat sekalipun. Akan tetapi, dibalik permasalahan yang kita miliki, masih banyak hal-hal yang bisa kita syukuri dan mengambil sebuah pembelajaran dari permasalahan tersebut. Rasa syukur dapat terlihat dengan bagaimana kita mampu memaafkan dan mengikhlaskan, serta tidak hanya berusaha untuk berdamai dengan orang lain, tetapi juga berdamai dengan diri sendiri dengan berusaha untuk menerima segala peristiwa yang sudah terjadi di hidup kita. Berbeda jika kita tidak berusaha untuk memaafkan dan berdamai dengan diri sendiri, bersyukurpun rasanya sulit untuk kita lakukan. Bukan emosi positif yang kita rasakan, tetapi emosi negatif seperti sering menyalahkan diri sendiri, marah, penuh penyesalan, selalu merasa kecewa, tidak percaya diri, merasa gagal, dan putus asa.
Kesejahteraan psikologis kita menjadi menurun atau bahkan kita tidak merasakan kesejahteraan psikologis lagi didalam diri kita. Kita tidak merasa bersalah dengan diri kita dan tidak mengalami depresi, karena suatu kesalahan yang kita pikirkan secara berlarut-larut. Berdasarkan beberapa penelitian terkait mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif dan memberikan hasil signifikan antara forgiveness dan gratitude dengan psychological well-being.
Empat kualitas gratitude menurut McCullough, Emmons dan Tsang (2002), yaitu:Â
- Intensity: perasaan yang intens terhadap emosi positif khususnya pada rasa syukur.
- Frequency: seberapa sering kita untuk bersyukur.
- Span: menunjukkan kondisi kehidupan dimana kita kerap merasa bersyukur setiap hari.
- Density: seberapa banyak peristiwa yang dapat disyukuri dan kepada siapa gratitude yang kita rasakan dapat dicurahkan.
Yuk mulai memaafkan dan bersyukur! Tidak hanya memaafkan orang lain ya, tetapi juga memaafkan diri sendiri. Akui saja kalau memang terluka dan kecewa, tetapi jangan lupa untuk berusaha bangkit dan keluar dari luka tersebut.
Daftar Pustaka
Aziz, R., Wahyuni, E. N., & Wargadinata, W. (2017). Kontribusi Bersyukur dan Memaafkan dalam Mengembangkan Kesehatan Mental di Tempat Kerja. INSAN Jurnal Psikologi Dan Kesehatan Mental, 2(1), 33. https://doi.org/10.20473/jpkm.v2i12017.33-43
Mahardhika, D. P. (2019). Hubungan Antara Bersyukur dan Memaafkan Pada Remaja Akhir.