I.Pendahuluan
Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator utama yang mencerminkan dinamika dan kemajuan suatu negara. Bagi Indonesia, pertumbuhan ekonomi tidak selalu mengalami jalan yang mulus, tetapi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, baik yang bersifat eksternal maupun internal. Negara ini pernah menghadapi dua krisis besar yang mempengaruhi laju perekonomian dengan cara yang sangat berbeda, yaitu Krisis Moneter pada tahun 1998 dan Pandemi Covid-19 pada tahun 2020. Meskipun kedua peristiwa ini terjadi pada waktu yang sangat jauh, dampak yang ditimbulkan sangat signifikan, terutama dalam hal kontraksi ekonomi, tingginya angka pengangguran, penurunan daya beli masyarakat, dan ketimpangan sosial yang meluas. Krisis moneter 1998 dipicu oleh berbagai faktor eksternal seperti krisis keuangan Asia, devaluasi nilai tukar, serta ketidakstabilan politik dalam negeri, yang menyebabkan sistem ekonomi Indonesia hancur. Pada tahun 2020, Indonesia dan hampir seluruh dunia terpapar dampak pandemi Covid-19, yang menyebabkan pembatasan sosial besar-besaran, penurunan sektor produksi, serta krisis kesehatan global yang mengganggu jalannya perekonomian.
Melihat kedua peristiwa tersebut melalui Endogenous Growth Theory memberikan perspektif yang berbeda, karena teori ini menekankan pada pentingnya faktor internal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam Endogenous Growth Theory, pertumbuhan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor eksternal, seperti modal asing atau teknologi yang datang dari luar, melainkan oleh faktor-faktor internal yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, investasi dalam sumber daya manusia, inovasi, serta institusi yang ada dalam negeri. Dalam konteks Indonesia, krisis moneter 1998 dan pandemi Covid-19 pada 2020 menuntut respons kebijakan yang berbasis pada pengelolaan sumber daya internal yang ada, seperti penguatan sektor riil, reformasi kebijakan fiskal, serta investasi dalam pendidikan dan kesehatan.
Pada saat Krisis Moneter 1998, Indonesia menghadapi tekanan yang luar biasa di sektor perbankan dan industri, yang sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan sistem keuangan dalam menyerap guncangan ekonomi eksternal. Namun, meskipun terjadi krisis, Indonesia juga melakukan serangkaian reformasi struktural yang mencakup privatisasi perusahaan negara, perubahan kebijakan ekonomi, serta penguatan sektor-sektor tertentu yang sebelumnya tergantung pada impor dan investasi luar. Dalam perspektif Endogenous Growth Theory, kebijakan-kebijakan seperti ini, meskipun sulit dilaksanakan dalam situasi krisis, memainkan peran penting dalam membentuk fondasi bagi pertumbuhan ekonomi di masa depan, yang berfokus pada akumulasi modal, pengembangan industri domestik, serta penguatan institusi ekonomi.
Sementara itu, pada Pandemi Covid-19 yang terjadi pada tahun 2020, Indonesia menghadapi tantangan berbeda dengan lebih banyak fokus pada pembatasan sosial, yang menyebabkan terhentinya banyak aktivitas ekonomi di berbagai sektor. Di sini, peran kebijakan internal sangat krusial untuk menjaga kelangsungan hidup sektor ekonomi yang terdampak langsung oleh pembatasan. Kebijakan stimulus fiskal, bantuan sosial, serta pergeseran ke ekonomi digital menjadi bagian penting dari respons pemerintah terhadap dampak ekonomi pandemi. Dalam Endogenous Growth Theory, respons tersebut mencerminkan pentingnya inovasi dan adaptasi terhadap kondisi yang ada, serta bagaimana peran modal manusia dan teknologi menjadi faktor penentu dalam memastikan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam kerangka Endogenous Growth Theory, pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca-krisis 1998 dan pasca-pandemi 2020 tidak hanya bergantung pada pemulihan eksternal, seperti penurunan harga minyak dunia atau bantuan internasional, tetapi juga pada kemampuan Indonesia untuk mengelola dan mengembangkan kapasitas internalnya. Faktor-faktor seperti peningkatan kualitas pendidikan, pengembangan teknologi domestik, serta penguatan institusi ekonomi di tingkat lokal dan nasional menjadi penentu utama dalam pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan mengintegrasikan analisis kedua peristiwa ini dalam perspektif Endogenous Growth Theory, esai ini akan mengeksplorasi lebih lanjut bagaimana faktor internal yang dikelola melalui kebijakan dan inovasi telah memengaruhi kecepatan dan keberhasilan pemulihan ekonomi Indonesia di tengah tantangan yang luar biasa tersebut.
II.Landasan Teori
Dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Krisis Moneter 1998 dan Pandemi Covid-19 2020, Endogenous Growth Theory memberikan perspektif yang relevan, karena menekankan pentingnya faktor-faktor internal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, yang meliputi kebijakan pemerintah, investasi dalam sumber daya manusia, serta inovasi teknologi. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Paul Romer (1986) dan Robert Lucas (1988), yang memandang pertumbuhan ekonomi jangka panjang sebagai hasil dari keputusan dan kebijakan yang diambil dalam suatu perekonomian, yang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti investasi asing atau perubahan kondisi pasar global. Romer, dalam teorinya, menekankan peran inovasi dan pengetahuan dalam menciptakan kemajuan teknologi yang berkelanjutan, dengan memandang inovasi sebagai suatu proses yang dihasilkan dari investasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) di dalam perekonomian itu sendiri, bukan faktor yang datang dari luar. Dalam model ini, perusahaan dan individu berperan dalam menciptakan teknologi baru yang akan meningkatkan produktivitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, dalam perspektif Lucas, modal manusia yang terdiri dari pendidikan, pelatihan, dan keterampilan individu dianggap sebagai faktor yang sangat penting dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan, pada gilirannya, meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Teori ini berfokus pada bagaimana kualitas sumber daya manusia, melalui investasi yang tepat, dapat mendorong inovasi dan penciptaan nilai dalam perekonomian.
Dalam konteks Indonesia, baik pada Krisis Moneter 1998 maupun Pandemi Covid-19 2020, faktor internal sangat menentukan dalam pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Krisis moneter 1998 mengguncang perekonomian Indonesia, menyebabkan devaluasi tajam pada rupiah dan mengarah pada ketidakstabilan sistem perbankan serta penurunan sektor riil. Namun, meskipun krisis tersebut dipicu oleh faktor eksternal, Indonesia berhasil melakukan serangkaian reformasi ekonomi yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada faktor luar, seperti melalui restrukturisasi sektor perbankan, privatisasi perusahaan negara, dan diversifikasi sektor-sektor ekonomi yang lebih tahan banting. Dalam hal ini, Endogenous Growth Theory menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan pasca-krisis sangat dipengaruhi oleh kebijakan internal yang dilakukan oleh pemerintah, seperti pengembangan sektor industri domestik dan inovasi dalam sistem perekonomian.
Pada Pandemi Covid-19, Indonesia menghadapi tantangan berbeda yang lebih berkaitan dengan krisis kesehatan global yang mengakibatkan pembatasan sosial besar-besaran dan terhentinya banyak aktivitas ekonomi. Namun, meskipun dampak eksternal sangat besar, kebijakan-kebijakan yang diambil secara internal memainkan peran penting dalam mengurangi dampak krisis. Stimulus ekonomi, peralihan ke ekonomi digital, serta reformasi kebijakan sektor kesehatan dan sosial merupakan contoh bagaimana kebijakan internal dapat mengatasi tantangan besar yang ditimbulkan oleh pandemi. Endogenous Growth Theory menunjukkan bahwa respons terhadap pandemi ini melibatkan inovasi, seperti transformasi digital dalam sektor bisnis dan pendidikan, yang menjadi kunci untuk menggerakkan perekonomian di tengah pembatasan yang ketat. Selain itu, sektor pendidikan dan pelatihan, yang berfokus pada pengembangan keterampilan digital, juga memainkan peran penting dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja yang dapat beradaptasi dengan tantangan zaman.
Endogenous Growth Theory juga memberikan penekanan yang besar pada peran institusi ekonomi dalam menciptakan iklim yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Institusi yang baik, yang mencakup kebijakan fiskal yang tepat, reformasi sektor publik, serta kebijakan yang mendukung inovasi dan pengembangan sektor teknologi, menjadi faktor penentu dalam mendorong pemulihan ekonomi pasca-krisis. Dalam kedua peristiwa tersebut, baik 1998 maupun 2020, kebijakan pemerintah yang memprioritaskan pengelolaan sektor-sektor penting dalam perekonomian domestik, seperti industri manufaktur, sektor digital, dan sistem kesehatan, sangat penting untuk menciptakan fondasi yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dengan demikian, landasan Endogenous Growth Theory membantu menjelaskan bagaimana faktor-faktor internal yang dikelola dengan baik, seperti inovasi teknologi, pengembangan sumber daya manusia, dan reformasi kebijakan, dapat menjadi pendorong utama bagi Indonesia untuk keluar dari krisis dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan meskipun menghadapi tantangan besar baik dari krisis moneter maupun pandemi.
III.Metode Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan Metode penelitian deskriptif, Metode penelitian deskriptif sering digunakan dalam studi ekonomi karena kemampuannya untuk menggambarkan fenomena secara detail tanpa berfokus pada hubungan sebab-akibat. Penelitian deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas dan sistematis mengenai karakteristik fenomena tertentu. Dalam hal ini, penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana Krisis Moneter 1998 dan Pandemi Covid-19 2020 memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta bagaimana kebijakan internal, seperti inovasi, modal manusia, dan kebijakan pemerintah, berkontribusi terhadap pemulihan ekonomi.
Menurut Kothari (2004) dalam bukunya yang berjudul Research Methodology: Methods and Techniques, penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau fenomena yang ada saat penelitian dilakukan tanpa berusaha menjelaskan hubungan kausalitas secara langsung. Kothari menjelaskan bahwa metode ini sering digunakan dalam penelitian sosial dan ekonomi untuk menggali keadaan atau peristiwa yang terjadi dalam suatu masyarakat, negara, atau organisasi tertentu. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mendokumentasikan fakta secara objektif dan menyeluruh.
Dalam konteks Krisis Moneter 1998 dan Pandemi Covid-19 2020, penelitian deskriptif membantu menggambarkan dampak ekonomi, perubahan dalam kebijakan pemerintah, serta adaptasi sektor ekonomi, tanpa perlu memfokuskan diri pada pembuktian hubungan sebab-akibat secara rinci. Penelitian ini bisa menggali berbagai elemen penting yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti penurunan aktivitas ekonomi selama krisis, perubahan dalam sektor pekerjaan, dan adaptasi terhadap teknologi digital pada masa pandemi.
IV.Hasil dan Pembahasan
Melalui grafik (figure 4.1) tersebut saya mengunakan indicator pertumbuhan ekonomi dengan Gross Domestic Product (GDP) per capita untuk melihat rata – rata GDP Indonesia dari tahun 1998–2021, semakin terlihat jelas trend pertumbuhan ekonomi Indonesia pada grafik tersebut. Pada tahun 1997-1998, Indonesia menghadapi Krisis Moneter Asia yang berdampak sangat signifikan pada perekonomian. Pertumbuhan GDP per kapita mengalami kontraksi tajam hingga angka negatif (-14.49), seperti yang tergambar dalam grafik. Penyebab utama krisis ini adalah melemahnya nilai tukar rupiah akibat spekulasi, tingginya ketergantungan pada utang luar negeri, serta lemahnya sistem perbankan. Dalam kerangka Endogenous Growth Theory, krisis ini menunjukkan kurangnya investasi dalam modal manusia dan inovasi domestik yang membuat Indonesia rentan terhadap guncangan eksternal. Pada masa itu, pengelolaan sumber daya manusia tidak optimal, dan ada keterbatasan dalam mengembangkan teknologi serta meningkatkan produktivitas. Ketergantungan pada sumber daya alam dan sektor-sektor tradisional juga menambah kerentanan ekonomi Indonesia terhadap fluktuasi global.
Pemulihan ekonomi pasca-krisis tahun 1998 didorong oleh reformasi besar-besaran di sektor keuangan dan kebijakan pemerintah yang lebih terfokus pada pembangunan jangka panjang. Salah satu langkah signifikan adalah restrukturisasi perbankan untuk meningkatkan stabilitas keuangan domestik. Selain itu, investasi dalam infrastruktur publik mulai digenjot untuk memperbaiki konektivitas nasional. Contoh nyata adalah pembangunan jalan tol Trans-Jawa yang mendukung efisiensi logistik dan distribusi barang. Dalam konteks teori endogen, investasi ini mencerminkan upaya untuk meningkatkan produktivitas melalui modal fisik dan modal publik yang berkualitas. Selain itu, kebijakan reformasi yang mendukung pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) juga menjadi pendorong penting dalam pemulihan ekonomi, karena sektor ini memiliki peran signifikan dalam penciptaan lapangan kerja dan inovasi lokal.
Pada awal tahun 2000 pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai menunjukkan kestabilan yang lebih baik, meskipun sempat terganggu oleh krisis global pada tahun 2008. Namun, dampak krisis global ini terhadap Indonesia relatif lebih ringan dibandingkan krisis tahun 1998. Salah satu faktor yang mendukung adalah diversifikasi ekonomi dan penguatan institusi ekonomi. Program pemerintah, seperti Wajib Belajar 9 Tahun, mencerminkan perhatian terhadap pembangunan modal manusia, yang merupakan elemen kunci dalam Endogenous Growth Theory. Peningkatan pendidikan dasar secara luas berkontribusi pada peningkatan produktivitas tenaga kerja dalam jangka panjang, yang mendukung inovasi dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Selain itu, sektor industri pengolahan dan manufaktur mulai berkembang, meskipun kontribusinya terhadap PDB masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Memasuki tahun 2010, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu prioritas utama pemerintah, seperti yang terlihat dalam peluncuran Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) pada tahun 2011. Program ini bertujuan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, meningkatkan konektivitas antarpulau, serta mendorong efisiensi ekonomi. Contoh penting adalah pembangunan pelabuhan internasional, seperti Pelabuhan Tanjung Priok, yang meningkatkan daya saing Indonesia dalam perdagangan internasional. Dalam Endogenous Growth Theory, langkah ini merupakan strategi penting untuk mendorong pertumbuhan melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi logistik. Selain itu, investasi dalam sektor energi terbarukan juga mulai mendapat perhatian, meskipun belum signifikan. Namun, pada tahun 2020, pandemi Covid-19 memberikan tantangan baru yang signifikan terhadap ekonomi Indonesia. Pandemi ini menyebabkan kontraksi ekonomi yang tajam, seperti yang terlihat dari pertumbuhan GDP per kapita yang kembali masuk ke zona negative (-2.89). Penurunan ini mencerminkan dampak luas pandemi terhadap sektor-sektor utama seperti pariwisata, perdagangan, dan manufaktur. Dalam konteks Endogenous Growth Theory , pandemi menguji kapasitas domestik untuk beradaptasi dan berinovasi. Respon pemerintah berupa percepatan transformasi digital dan pengembangan ekonomi berbasis teknologi menjadi salah satu solusi strategis. Program seperti Kartu Prakerja mencerminkan upaya untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja melalui pelatihan digital, yang sesuai dengan prinsip Endogenous Growth Theory bahwa investasi dalam modal manusia sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pandemi mendorong percepatan digitalisasi di berbagai sektor, termasuk e-commerce, pendidikan daring, dan layanan keuangan digital. Contoh nyatanya adalah pertumbuhan pesat platform e-commerce seperti Tokopedia dan Shopee, yang mendukung aktivitas ekonomi di tengah pembatasan sosial. Dalam Endogenous Growth Theory, pengembangan teknologi ini menjadi kunci dalam mendorong pertumbuhan produktivitas di masa depan. Meskipun demikian, pandemi juga memperlihatkan kelemahan struktural ekonomi Indonesia, seperti rendahnya akses masyarakat terhadap layanan kesehatan berkualitas dan kesenjangan digital di wilayah-wilayah terpencil.
Pada tahun 2021, pemulihan ekonomi mulai terlihat, didukung oleh peningkatan aktivitas ekonomi domestik dan investasi dalam infrastruktur serta teknologi digital. Pemulihan ini mencerminkan kemampuan Indonesia untuk beradaptasi dan memanfaatkan momentum pasca-pandemi. Contohnya adalah percepatan pembangunan proyek strategis nasional, seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung, yang bertujuan untuk meningkatkan konektivitas dan efisiensi transportasi. Dalam konteks Endogenous Growth Theory, langkah-langkah ini menunjukkan pentingnya kebijakan yang mendukung produktivitas, inovasi, dan investasi berkelanjutan.
•Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Tahun 1998 dan 2020 Berdasarkan Endogenous Growth Theory
Pada tahun 1998, Indonesia mengalami kontraksi ekonomi yang sangat tajam akibat Krisis Moneter Asia. Krisis ini dimulai dari devaluasi mata uang di Thailand yang kemudian menyebar ke negara-negara Asia lainnya, termasuk Indonesia. Pelemahan nilai tukar rupiah yang ekstrem menyebabkan inflasi melambung hingga mencapai lebih dari 70 persen pada puncaknya. Dalam Endogenous Growth Theory, krisis ini menunjukkan lemahnya fundamental ekonomi Indonesia yang terlalu bergantung pada utang luar negeri dan investasi asing. Ketiadaan investasi jangka panjang dalam pengembangan modal manusia, seperti pendidikan dan pelatihan kerja, memperburuk situasi karena tenaga kerja domestik tidak memiliki kemampuan adaptasi terhadap perubahan struktural yang diperlukan. Selain itu, ketergantungan ekonomi pada sektor primer seperti pertanian dan ekspor komoditas mentah membuat Indonesia rentan terhadap volatilitas pasar global. Sebagai contoh, ekspor minyak dan gas bumi yang menjadi salah satu andalan ekonomi Indonesia mengalami penurunan harga, sehingga memperburuk pendapatan negara. Lemahnya institusi ekonomi juga menjadi kelemahan yang signifikan pada periode ini. Sektor perbankan Indonesia, yang belum memiliki regulasi dan tata kelola yang kuat, mengalami keruntuhan besar-besaran. Banyak bank yang kolaps karena gagal mengelola risiko valuta asing dan kredit macet, mencerminkan ketidaksiapan ekonomi domestik dalam menghadapi krisis global.
Sebaliknya, pada tahun 2020, pandemi Covid-19 membawa tantangan yang sangat berbeda, di mana kontraksi ekonomi dipicu oleh gangguan pada rantai pasok global, penurunan konsumsi domestik, serta pembatasan sosial yang membatasi aktivitas ekonomi. Berdasarkan teori endogen, investasi yang telah dilakukan selama dua dekade sebelumnya, khususnya dalam teknologi dan infrastruktur digital, membantu Indonesia bertahan dari dampak pandemi yang lebih parah. Transformasi digital menjadi salah satu pendorong utama adaptasi ekonomi, seperti munculnya layanan e-commerce, pendidikan daring, dan telemedicine. Namun, kelemahan struktural ekonomi Indonesia tetap terlihat, terutama dalam hal pemerataan akses teknologi dan modal manusia. Meskipun investasi dalam teknologi telah meningkat, disparitas antara daerah perkotaan dan pedesaan menjadi kendala besar. Banyak wilayah pedesaan yang masih minim akses terhadap internet dan teknologi, sehingga tidak dapat memanfaatkan peluang yang muncul selama pandemi.
Dari sisi tenaga kerja, meskipun Indonesia telah mengalami peningkatan kualitas pendidikan, banyak pekerja yang tidak memiliki keterampilan digital yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja selama pandemi. Program pemerintah seperti Kartu Prakerja menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja, tetapi program ini masih menghadapi tantangan dalam pelaksanaannya, seperti ketimpangan distribusi dan efektivitas pelatihan. Selain itu, pandemi juga mengungkap kelemahan dalam sektor kesehatan, yang berdampak langsung pada kapasitas tenaga kerja. Ketiadaan investasi yang cukup dalam infrastruktur kesehatan menyebabkan sistem kesehatan Indonesia kewalahan menangani lonjakan pasien selama pandemi, yang secara tidak langsung memengaruhi produktivitas ekonomi.
Jika dibandingkan, kelemahan utama pada tahun 1998 lebih banyak disebabkan oleh lemahnya institusi ekonomi dan ketergantungan yang tinggi pada modal asing, sementara pada tahun 2020 kelemahan utama terletak pada ketimpangan akses terhadap teknologi dan modal manusia. Dalam Endogenous Growth Theory, kedua periode ini menunjukkan pentingnya investasi jangka panjang dalam pengembangan modal manusia dan teknologi untuk menciptakan ekonomi yang tangguh dan mandiri. Tahun 1998 memberikan pelajaran bahwa ketergantungan pada faktor eksternal tanpa memperkuat kapasitas internal, seperti inovasi dan efisiensi, dapat menyebabkan kerentanan besar. Sementara itu, tahun 2020 menunjukkan bahwa meskipun investasi dalam teknologi dan modal manusia telah dilakukan, tantangan baru seperti pandemi memerlukan pendekatan yang lebih inklusif dan pemerataan akses di seluruh wilayah Indonesia.
Sebagai contoh konkret, pada tahun 1998, sektor manufaktur mengalami penurunan tajam karena pelemahan nilai tukar dan kurangnya dukungan teknologi untuk meningkatkan efisiensi produksi. Sebaliknya, pada tahun 2020, sektor teknologi informasi dan komunikasi justru tumbuh pesat karena adanya lonjakan permintaan untuk layanan digital. Hal ini mencerminkan bahwa investasi jangka panjang dalam sektor teknologi memberikan manfaat yang nyata dalam menghadapi krisis. Namun, sektor informal, yang menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia, tetap menjadi titik lemah karena minimnya perlindungan sosial dan akses terhadap teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas mereka.
V.Penutup
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 dan 2020 merupakan dua momen bersejarah yang memberikan pelajaran penting bagi keberlanjutan pembangunan ekonomi di masa depan. Berdasarkan analisis menggunakan Endogenous Growth Theory, terlihat dengan jelas bahwa faktor internal seperti pengembangan modal manusia, investasi dalam inovasi teknologi, serta penguatan institusi memainkan peran kunci dalam menentukan kemampuan suatu negara untuk bertahan dan bangkit dari krisis. Krisis tahun 1998 menunjukkan bahwa kelemahan institusi ekonomi dan ketergantungan pada modal asing tanpa adanya investasi yang memadai dalam penguatan kapasitas domestik dapat membuat ekonomi menjadi sangat rentan terhadap guncangan eksternal. Sebaliknya, krisis tahun 2020 mengungkapkan bahwa meskipun investasi dalam teknologi dan infrastruktur telah meningkat secara signifikan, ketimpangan dalam distribusi akses terhadap teknologi dan kemampuan tenaga kerja masih menjadi tantangan besar yang harus diatasi.
Dua periode krisis ini juga menunjukkan bahwa ketahanan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi secara kuantitatif, tetapi juga oleh kualitas dan inklusivitas pertumbuhan tersebut. Pada tahun 1998, kelemahan utama terletak pada kurangnya investasi jangka panjang dalam sektor pendidikan dan pelatihan tenaga kerja, sehingga masyarakat tidak mampu beradaptasi dengan perubahan drastis yang terjadi. Di sisi lain, tahun 2020 menyoroti pentingnya pemerataan akses terhadap teknologi dan kesehatan untuk memastikan bahwa setiap individu dapat berkontribusi dalam pemulihan ekonomi. Dalam konteks ini, Endogenous Growth Theory menggarisbawahi perlunya investasi strategis yang berfokus pada pengembangan modal manusia, teknologi, dan inovasi sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.Selain itu, pengalaman kedua krisis ini juga memberikan pelajaran penting bagi pemerintah Indonesia untuk terus memperkuat kebijakan ekonomi yang berorientasi pada pembangunan jangka panjang. Reformasi institusi ekonomi yang lebih inklusif, investasi dalam infrastruktur teknologi, serta kebijakan sosial yang melindungi kelompok rentan menjadi kunci utama untuk meningkatkan daya tahan ekonomi di masa depan. Tahun 1998 menjadi pengingat bahwa ketergantungan pada sektor eksternal tanpa fondasi ekonomi yang kokoh dapat membawa dampak yang sangat merugikan, sedangkan tahun 2020 menunjukkan bahwa bahkan dengan kemajuan teknologi, ketimpangan sosial dan ekonomi masih menjadi tantangan besar yang harus diselesaikan.
Untuk itu, langkah-langkah konkret perlu diambil untuk membangun ekonomi yang lebih tangguh. Pemerintah harus terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan kerja, memastikan bahwa inovasi teknologi dapat diakses oleh semua kalangan, serta memperkuat sistem kesehatan yang menjadi pilar penting bagi produktivitas tenaga kerja. Selain itu, Indonesia perlu memanfaatkan momentum transformasi digital yang dipercepat oleh pandemi Covid-19 untuk memperluas peluang ekonomi, menciptakan lapangan kerja baru, dan memperkuat daya saing global.
Dalam menghadapi tantangan global di masa depan, Indonesia harus belajar dari kedua periode krisis ini untuk merumuskan strategi pembangunan yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan jangka pendek, tetapi juga pada keberlanjutan dan inklusivitas ekonomi. Dengan memprioritaskan pengembangan modal manusia, inovasi teknologi, dan reformasi institusi, Indonesia dapat menciptakan ekonomi yang lebih tangguh, adil, dan berdaya saing di kancah internasional. Dengan demikian, pelajaran dari tahun 1998 dan 2020 tidak hanya menjadi catatan sejarah, tetapi juga menjadi fondasi yang kokoh bagi pembangunan ekonomi yang lebih baik di masa depan.
Daftar Pustaka
Soendari, T. (2012). Retrieved from METODE PENELITIAN DESKRIPTIF: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195602141980032-TJUTJU_SOENDARI/Power_Point_Perkuliahan/Metode_PPKKh/Penelitian__Deskriptif.ppt_[Compatibility_Mode].pdf
Romer, P. M. (1990). "Endogenous Technological Change." Journal of Political Economy.
Hill, H. (1999). The Indonesian Economy in Crisis: Causes, Consequences and Lessons. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.
Siregar, R. &. (2004). "Impact of Exchange Rate Volatility on Indonesia’s Trade Performance in the 1990s." Journal of the Asia Pacific Economy.
Amri, A. (2020). "The Impact of Covid-19 on Indonesian Economic Growth." Journal of Developing Economies.
Nugroho, S. &. (2021). "Digital Economy Transformation During the Pandemic in Indonesia." Economics and Business Journal.
Basri, F. &. (2011). "Indonesian Growth Dynamics." Bulletin of Indonesian Economic Studies.
https://databank.worldbank.org/source/world-development-indicators#. (n.d.).
Schultz, T. W. (1961). "Investment in Human Capital." American Economic Review.
Kothari, M. (2004). Research Methodology: Methods and Techniques.
Solikin Juhro, B. T. (2018). Retrieved from PARADIGMA DAN MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI ENDOGEN INDONESIA: https://publication-bi.org/repec/idn/wpaper/WP112018.pdf
Sindoro. (2024). Retrieved from KRISIS MONETER 1997-1998: AKAR PENYEBAB, DAMPAK EKONOMI, DAN KEBIJAKAN PENANGANAN DI INDONESIA: https://ejournal.warunayama.org/index.php/sindorocendikiapendidikan/article/view/4197/3897
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI