Ketiga, seni dalam filsafat menyebutkan cara melepaskan dari kehendak adalah kontemplasi. Kontemplasi merupakan suatu keadaan di mana seseorang merenung dan berpikir dengan sepenuh perhatian untuk menghasilkan sesuatu yang indah. Dalam kejadian ini maka masyarakat Cianjur harus dapat mengkondisikan diri untuk berpikir bagaimana mereka tidak dapat terguncang (kehendak dan pikiran) oleh kejadian tersebut.
      Keempat, agama yaitu bahwa peristiwa ini adalah bentuk cobaan untuk masyarakat Cianjur yang berasal dari yang Mahakuasa. Dalam aspek Kristiani, hal ini merupakan teguran karena dosa dan kejahatan yang dibuat oleh msayarakat Cianjur. Dalam aspek Buddha, masyarakat Cianjur mempunyai kehendak yang tidak sesuai dengan ajaran yang benar. Melalui agama manusia dapat memahami bagaimana mendapatkan kebijaksanaan sesuai dengan ajaran agama.
TOLERANSI SEBAGAI BENTUK KEBIJAKSAAN
      Peristiwa ini juga mengundang seluruh masyarkat untuk berbelasungkawa dengan memberikan bantuan pada masyarakat. Banyak usaha yang dibuat seperti membuka donasi, bantuan kesehatan, bantuan rekonstruksi, bantuan psikologi, bantuan rohani, bantuan pendidikan, bantuan sembako dan masih banyak lagi. Peristiwa ini melibatkan banyak pihak seperti pemerintah, Polri, TNI, masyarakat sekitar dan sukarelawan.
      Dalam kejadian ini, masih ada masyarakat yang belum memahami kebijaksaan dalam hal toleransi. Banyak beredar disosial media sebuah video tentang oknum masyarakat yang menolak bantuan dari salah satu instansi gereja yaitu Gereja Reformed Injili di Indonesia sebagai bentuk aksi peduli. Instansi tersebut memberikan bantuan berupa tenda untuk menjadi tempat mengungsi atau tempat tinggal sementara untuk para korban bencana. Dalam video tersebut memuat oknum masyarakat tersebut menolak tenda tersebut karena tenda tersebut berlabel Gereja Reformed Injili di Indonesia.
      Oknum tersebut melakukan pengerusakan dengan merobek label tersebut karena menurut mereka bantuan tersebut tidak diberikan seacara iklhas melainkan bantuan untuk mencari perhatian masyarakat bahwa gereja tersebut yang memberikannya. Mereka mengecam dan akan menolak keras untuk bantuan dari orang yang berbeda keyakinan.
      Tidak hanya instansi gereja yang mengalami kerugian dari kejadian tersebut, para korban bencana yang tinggal dalam tenda bantuan tersebut juga merasa dirugikan karena tenda tersebut menjadi lubang dan bocor sehingga mereka kesusahan saat hujan maupun panas yang terik. Perbuatan oknum menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat. Beberapa masyarakat berpendapat bahwa bantuan tidak boleh mengatasnamakan sebuah instansi atau organisasi secara tertulis seperti label pada tenda bantuan. Selain itu, beberapa masyarakat tidak masalah karena sudah ada yang peduli terhadap kejadian yang mereka alami.
      Kebijaksaan dalam hal ini yaitu bagaimana masyarakat maupun oknum masyarakat untuk lebih bijak dalam kejadian apapun. Bantuan tersebut merupakan bentuk dari toleransi dan kepedulian terhadap sesama masyarakat. Masyarakat sebenarnya perlu bersyukur serta berterimakasih pada instansi atau organisasi tersebut, masih ada yang peduli terhadap ketakukan yang mereka alami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H