Lahir dan besar di Kota Jakarta menjadikan Nadia memiliki kepribadian yang pantang menyerah. Perempuan berumur 20 tahun ini merupakan anak kedua dari dua bersaudara yang hidup secara rukun dan harmoni bersama keluarganya di Condet, Jakarta Timur. Banyak kisah dan cerita inspiratif yang dimiliki Nadia, dimulai dari menjadi mapres IPB, pembicara bedah buku, hingga penulis inspiratif 2018. Semua kisahnya bermula dari keinginan dan ketekunan yang kuat.
Nadia Nur Rahmadani, lahir dari keluarga yang cukup dibilang kurang mampu. Ia merupakan putri dari seorang satpam yang bekerja di Pasar Tanah Abang. Ibu dan bapaknya bertemu saat di Jakarta dan kemudian menikah di tempat yang sama. Menjadi anak dari seorang satpam memiliki tantangan tersendiri bagi Nadia, itulah keuunikannya. Kita semua tahu, pekerjaan mulia tersebut masih dianggap remeh dan kurang mendapat perhatian baik secara moral maupun materil. Inilah yang menjadikan Nadia lebih bersemangat lagi untuk mau merubah nasib dan menciptakan hal-hal menakjubkan. Meskipun sulit, tetapi semua itu tetap dijalani Nadia dengan penuh keikhlasan.
Setelah lulus SMA, ia sangat bercita-cita ingin mengenyam pendidikan di IPB. Merasa memiliki kemampuan di bidang komunikasi, yang mulai ia sadari di SMA dengan aktif berorganisasi di OSIS dan Rohis, ia tertarik untuk mengambil jurusan Sains Komunikasi Pengembangan Masyarakat (SKPM IPB). Diterima di jurusan itu tidaklah mudah, ia harus mengikuti tes SBMPTN melalui jalur beasiswa Bidikmisi. Dengan ketekunan dan kesungguhan serta doa yang dipanjatkan, ia akhirnya diterima di IPB dengan jurusan yang diinginkan.
Satu keinginan yang merupakan prestasi sudah diraih oleh Nadia, yang kemudia memancing prestasi-prestasi lainnya. Di IPB, Nadia berkembang pesat, ia mulai aktif di BEM KM sebagai bagian dari Departemen Lingkungan. Ia sering dijadikan sebagai MC dan kepanitiaan BEM. Dimulai dari situlah akhirnya dia mulai dikenal dan banyak diundang bahkan diajak berlomba di ajang-ajang bergengsi.
Tidak mudah menjadi bagian dari kegiatan kampus. Apalagi, ia sekarang hidup sebagai perantauan yang jauh dari kebiasaan ibu kota. Hidup dengan mandiri dan harus mampu mengatur keuangan sendiri menjadi tantangan yang baru lagi bagi Nadia. Tidak iingin membebani orang tua dengan biaya hidup dan sewa kost, ia pun mengikuti beasiswa Kader Surau BRI demi mendapat asrama secara gratis dan biaya hidup yang lebih murah. Ia mengikuti setiap proses seleksi, dan akhirnya ia mendapatkan kesempatan emas tersebut untuk tinggal selama satu semester.
Prestasi-prestasi Nadia diawali dengan mengikuti proses seleksi Mahasiswa Prestasi Fakultas SKPM yang akhirnya ia dapatkan, menjadi Duta Sanitasi Tingkat Nasional, Pembicara dalam Bedah Buku 2018, Penulis Inspiratif 2018 tingkat Nasional, dan menjadi pemenang mendesain tong sampah dari Duta Sanitasi. Tidak puas sampai situ, ia juga ingin menjadi manusia yang bermanfaat dan berbagi pengetahuan yang ada. Nadia, bersama teman-teman asramanya, membentuk komunitas "Taman Baca IPB" yang kegiatannya adalah mengajar anak-anak di sekitar lingkungan Bara, Dramaga. Disitulah, ia merasa tidak hanya ingin memuaskan kepopuleran dirinya tetapi juga menjadi manusia bermanfaat.
Nadia terus menjaga semangat hidupnya agar ia mampu menjadi seseorang yang bermanfaat bagi masyarakat. Keberadaan keluarganya, tidak membuat ia minder sedikitpun. Satu hal yang menjadi penyemangat Nadia selain orang tuanya, yaitu pesan dari sebuah buku Andrea Hirata, Sang Pemimpi yang berbunyi "Jangan pernah takut bermimpi, karena mimpi-mimpi itu merupakan doa yang akan dikabulkan oleh Tuhan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H