Berawal dari tudingan Kejagung terhadap PT Mobile-8 Telecom yang melakukan transaksi fiktif senilai Rp. 260 M kepada PT Djaja Nusantara Komunikasi di Surabaya dalam kurun 2007-2009. Transaksi tersebut disinyalir kejaksaan sebagai dasar pembuatan faktur fiktif untuk meminta restitusi. Pasalnya pada kurun waktu tersebut, Harry Tanoesoedibjo yang merupakan Bos Grup MNC ( Media Nusantara Citra) merupakan komisaris PT Mobile-8 Telecom. Tidak menutup kemungkinan, Kejagung terus melakukan penyelidikan Bos MNC grup tersebut untuk menemukan benang merah.
Penyilidikan kasus transaksi fiktif yang dilakukan bos MNC Grup, ketiga kalinya pemeriksaan yang dilaksanakan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung pada hari Senin, 11 April 2016 tersebut belum menemukan benang merahnya. Pasca pemeriksaan tersebut, Hary Tanoe yang di wawancarai beberapa media menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam masalah operasional perusahaannya.
“Pertanyaan hanya administratif jadi substansinya cuma sedikit. Hanya pengulangan saja, penjelasan yang kurang ditambahkan. Belasan saja, substansi paling Cuma sepuluh (pertanyaan),”menurut Hary Tanoe yang mengenakan kemeja putih usai diperiksa di Gedung Bundar Kejaksaan Agung.
Kemudian, beliau menegaskan juga tugas komisaris itu tidak pernah mencampuri urusan teknis operasional sebuah perusahaan tetapi menentukan arah kebijakan sebuah perusahaan. “saya lebih kepada arah kebijakan grup itu harus dibawa kemana. Untuk urusan operasional, saya tidak terlibat” ungkap Hary Tanoe seusai memenuhi panggilan Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jakarta kemarin.
Jika ditinjau kembali, apabila suatu transaksi dianggap fiktif seperti yang dituding Kejagung, maka pada kenyataannya itu menguntungkan negara. Karena income PT Mobile-8 Telecom bertambah, maka otomatis 10% di bayar ke negara PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Jadi negara untung. Hal itu bukan perkara korupsi.
Selain itu, apabila yang menjadi persoalan ialah dokumen transaksi fiktif, itu sebenarnya menjadi kewenangan Mabes Polri. Sementara Kejagung baru berwenang menangani apabila ada indikasi korupsi.
Sumber:
http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=7&date=2016-04-12
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H