Mohon tunggu...
Shela Indana
Shela Indana Mohon Tunggu... Wiraswasta - zulfa azzahro

Keep the spirit

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Omnibus Law terhadap Pondok Pesantren

5 November 2020   17:55 Diperbarui: 5 November 2020   18:03 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru-baru ini muncul permasalahan politik dan menjadi kontroversi disemua kalangan,  yaitu penolakan terhadap RUU cipta kerja yang terjadi di berbagai daerah. Para mahasiswa, dan warga turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi.demi menolak RUU mereka rela beraksi di tengah pandemi, karena mereka tidak rela dengan isi RUU yang memberantas hak-hak masyarakat, mengancam kedaulatan, kesejahteraan buruh, perempuan pekerja, dan mengancam eksistensi lembaga pendidikan.

Dalam RUU cipta kerja pasal 71 sisdiknas mengancam lembaga pendidikan sebagai pidana apabila tidak mendapatkan izin operasional. Salah satunya adalah pondok pesantren,  dimana pemilik pondok atau disebut kyai akan dicebloskan kedalam penjara. Pegiat pendidikan menilai RUU cipta kerja ini sebagai penghambat dan berpotensi agar pendidikan dijadikan ladang investasi.

Padahal pasal UU no 3 sisdiknas di jelaskan pandidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, membentuk peradaban dalam mencerdaskan generasi muda, bertujuan agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa. Namun RUU cipta kerja mengubah ketentuan UU no 20 tahun 2003(sisdiknas), membuka peluang penundaan ulama dan kuat yang punya pondok pesantren yang tidak memiliki izin operasional.

Merujuk pada Undang-undang no 20 tahun 2003 Tentang sistem pendidikan nasional, bahwa  posisi dan keberadaan pondok pesantren yang memiliki 3 unsur utama sistem pendidikan nasional, dan kegiatan di pondok mencangkup dalam sebuah istilah pondok yaitu Tri Darma:

1.keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
2.mengembangkan ilmu yang bermanfaat.
3.pengapdian Kepada agama, masyarakat, dan negara.

Namun dalam UU no 18 tahun 2019, pesantren tidak dikategorikan salah satu yang diatur dalam RUU cipta kerja atau dengan regulasi"Omnibus Law".

Pesantren merupakan produk budaya lokal yang tertua dan memiliki kontribusi penting dalam mencerdaskan generasi bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di indonesia,  menjadikan lembaga ini layak di jaga, dan di perhitungan dalam membangun bangsa di bidang pendidikan dan moral (paripurna).

Pesantren sebagai tempat pendidikan agama yang berbasis sosial, karena keberadaannya dengan masyarakat yang melekat. Pondok pesantren yang juga dikatakan suatu komunitas yang juga berperan dalam penggerak upaya meningkatkan kemakmuran masyarakat, karena dipesantren berupaya mendidik para santri agar menjadi orang-orang yang berpengetahuan islam yang mendalam dan dapat mereka ajarkan kepada masyarakat sekitar.

Peran pondok pesantren bukan hanya sebagai lembaga pendidikan saja, melainkan juga berperan sebagai lembaga dakwah, pusat kegiatan religi, penjaga nilai dan norma, pilar keimanan dan kebangsaan. Yang menjadi tameng perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan. Dan merupakan simpul budaya unik, berkarakteristik berbeda yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan yang lain.

Tujuan dari pendidikan itu dibentuk oleh pandangan hidup, karena perbedaan setiap orang dalam mewujudkan tujuan, maka dari berbagai perbedaan dapat disatukan melalui pendidikan pondok pesantren. karena karakter pondok pesantren yaitu menjadikan seseorang menjadi sosok yang berguna di dunia namun tidak lupa akhirat.

Proses pendidikan pondok pesantren dulu 24 jam di bawah bimbingan kiai beserta ustadz ustadzahnya sehingga para santri mendapatkan pendidikan ganda, yaitu materi dan praktiknya. Namun apabila pesantren dipidana akibat RUU cipta kerja, dan para kyainya tidak membimbing santri lagi karena dipenjarakan.

Maka dunia pendidikan di indonesia tidak akan seimbang. Karena keseimbangan setiap orang kebanyakan ditentukan oleh pendidikan yang telah ditempuh. Tanpa pendidikan moral, maka akan berakibat muncul generasi tanpa akhlak dan pastinya akan membawa kehancuran.

Nilai materi tanpa akhlak akan muncul suatu era dimana semua serba diperbolehkan, nafsu jadi primadona, tamak, rakus, serakah, ujub, dan penyakit hati lainnya. Kepandaian seseorang tidak akan memberi keberkahan dan manfaat jika tanpa akhlak, sebab akhlak adalah ruh utama berkahnya ilmu.
Generasi muda adalah generasi masa depan. Jika generasi hilang akhlak maka juga berdampak pada suramnya suatu negara. Bukan hanya peran orang tua dalam mendidik anak, namun pendidikan dari lembaga-lembaga harus bisa menuntun para pemuda mengarah pada akhlak yang baik.

Setiap manusia terakhir dalam keadaan suci, bersih, tanpa dosa. Akan tetapi lingkunganlah yang juga mempengaruhi berubahnya seseorang, salah satunya rusaknya masyarakat. Karena kurangnya pendidikan moral mengakibatkan mudahnya melakukan kemaksiatan, kejahatan dan tentunya akan merusak tatanan negara.

Gelapnya hati akan jatuh keperkara kesesatan. Karena sifat maksiat itu melalaikan, apabila kita melakukan satu maksiat maka akan berhasrat melakukan maksiat lainnya. Karena tidak adanya benteng pendidikan moral, akan menambah keadaan semakin berat untuk meninggalkan kemaksiatan. Bertambahnya maksiat maka akan melemahkan kita untuk ingin menjadi orang yang baik,  sulit diajak bertaubat, hatinya keras sampai tidak merasakan jeleknya perbuatan dosa,  kerena sudah menjadi kebiasaan.

Tanpa pendidikan moral mengakibatkan orang mudah melakukan kejahatan, seperti kriminal dan pendidikan adalah salah satu pencegahnya.

Pendidikan harus dimiliki setiap orang agar hidupnya terarah, apalagi pendidikan yang diberikan pondok pesantren yang sesuai dalam membentuk peradaban bangsa. Pondok pesantren bukan hanya menerapkan ilmu agama saja tetapi ilmu umum juga diberikan agar kelak para santri juga bisa bersaing di dunia kerja. Sehingga pendidikan dipondok pesantren juga ikut andil dalam memberantaskan pengangguran di indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun