Mohon tunggu...
Sheldy Loe
Sheldy Loe Mohon Tunggu... -

Saya adalah mahasiswa semester akhir di FISIP UAJY yang menyukai seni, terutama musik dan tari.. Hobi saya membaca novel dan menyanyi.. ga ada hal lain yg lebih ok selain dua hal itu untuk dilakukan saat waktu senggang... :)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Selintas tentang Kong Hu Cu

12 Maret 2012   19:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:09 2980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kong Hu Cu

1.Sejarah Singkat

Khonghucu adalah putra bungsu Shu Liang He. Beliau mempunyai 9 kakak perempuan dan seorang kakak laki-laki yang cacat kaki bernama Meng-pi. Ibunya bernama Yan Zheng Zai. Beliau lahir pada tanggal 27 Ba Yue (bulan 8) 551 Sebelum Masehi di negeri Lu, Kota Zou Yi, Desa Chang Ping di lembah Kong Song (kini jazirah Shandong kota Qu Fu). Nama kecilnya adalah Qiu yang berarti bukit alias Zong Ni artinya Putera kedua dari bukit Ni.

Keluarganya bukan merupakan golongan orang yang terpandang. Bahkan sewaktu Konfusius masih berusia 3 tahun, ayahnya meninggal dunia, sehingga ia harus membantu ibunya untuk mencari nafkah. Ia sendiri memiliki otak yang cemerlang dan dapat menyelesaikan pendidikannya dengan cepat. Namun, kecerdasannya dan pemikirannya ini tidak dapat diwujudkannya dengan nyata. Bahkan para penguasa pun takut untuk memberinya jabatan meskipun mereka tahu ia mampu, karena mereka takut akan keterusterangan dan ketulusan hatinya. Pernah ia dimintai pendapat oleh pemerintah, tetapi ia menjawab demikian, “Belajarlah memerintah diri sendiri terlebih dahulu. Setelah itu, barulah kau boleh memerintah orang lain”. Akibatnya, ia diberi gelar yang terlihat hebat sebagai antisipasi agar ia tutup mulut. Saat ia mengetahui hal itu, ia langsung mengundurkan diri dengan sakit hati.

Beliau menikah dengan puteri Negeri Song yang bermarga Jian Guan. Dari pernikahan ini mendapat seorang putera yang diberi nama Li yang berarti ikan gurami alias Bo Yu. Diberi nama demikian karena pada kelahiran puteranya beliau telah diantari ikan gurami oleh Raja Muda Negeri Lu yang panggilannnya Lu Zhao Gong. Selain Li, Khonghucu masih mempunyai dua orang puteri yang seorang menjadi isteri Gong Ye Chang, murid beliau.

Di usianya yang ke 50, ia merasa mendapat tugas perutusan dari ilahi, sehingga ia berkelana ke negara-negara lain untuk memberi nasihat pada pemerintah meskipun tanpa diminta, tetapi ia tetap tidak berhasil memperoleh murid. Sehingga, tidak terbuktilah apa yang dikatakan oleh peramal pada jaman itu, “Langit akan menggunakan sang Guru sebagai genta untuk membangunkan masyarakat.” Padahal, tujuannya mencari murid adalah untuk menata kembali seluruh tatanan masyarakat. Akhir tahun 480 SM Tanggal 18 Erl Yue (bulan dua) Khonghucu wafat.

Gelar untuk Khonghucu/Kongzi yang tersurat di dalam Kitab Shi Shu (Kitab Yang Empat) antara lain adalah Tian Zhi Mu Duo yang bermakna Genta Rohani Tuhan; Zhi Cheng yang bermakna Yang Sempurna Iman; Zhi Sheng yang bermakna Nabi Agung dan Ji Da Cheng yang bermakna Nabi Yang Lengkap Besar dan Sempurna.

Di dalam Kitab Mengzi 5B:1/5 disuratkan:"Bo Yi, ialah Nabi Kesucian; Yi Yin ialah Nabi Kewajiban; Liu Xia Hui ialah Nabi Keharmonisan; dan Kongzi ialah Nabi Segala Masa. Maka Nabi Kongzi dinamai yang lengkap, besar dan sempurna. Yang dimaksud dengan lengkap, besar dan sempurna ialah seperti suara musik yang lengkap dengan lonceng dari logam dan lonceng dari batu kumala (Jin Sheng Yu Zhen yang menjadi lambang kita Genta Harmoni). Suara lonceng dari logam sebagai pembuka lagu yang memadukan keharmonisan menunjukkan kebijaksanaanNya dan sebagai penutup lagu menunjukkan paripurnanya karya kenabianNya.

2.Aliran-Aliran yang Saling Bertentangan

Manusia tidak memiliki insting seperti hewan untuk hidup dan membentuk kelompok. Mereka justru memiliki kemampuan yang luar biasa untuk mengendalikan perbuatan yang bersifat asosial dan taraf sosialisasi itu dicapai secara spontan, tanpa pemikiran yang khusus, dan tidak ada perumusan hukum serta sanksi. Lalu lama kelamaan muncullah apa yang disebut dengan adat istiadat. Dan kemudian diikuti dengan munculnya akal yang menggantikan kebiasaan sosial dan kepentingan diri mengalahkan kepentingan kelompok, sehingga memunculkan sikap individualisme dan kesadaran akan diri sendiri.

Di Amerika, pada jaman pencerahan Jeffersonian, manusia dididik dan diberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan berdasar akal budi, sehingga manusia dapat berperilaku dengan sadar dan baik. Beda halnya dengan pandangan kaum realis di Cina. Mereka berpandangan bahwa satu-satunya cara untuk mengajarkan kebaikan pada manusia adalah melalui cara kekerasan. Karena manusia penuh nafsu, maka kebaikan harus dipaksakan melalui kekerasan. Sehingga, jika terjadi pelanggaran, akan dihukum dengan kekerasan agar manusia menjadi patuh. Dengan adanya perasaan takut akan hukuman yang berat, maka manusia akan takut untuk melanggar aturan. Namun, aliran ini ditentang oleh aliran Mohisme, di mana aliran ini sangat menekankan pada cinta kasih, kemurahan hati, dan budi. Sehingga muncullah kalimat, “kebaikan dibalas dengan kebaikan, kejahatan dibalas dengan kejahatan”.

Konfusius sendiri tidak setuju sepenuhnya dengan kedua aliran tersebut, aliran realis dan mohisme. Ia menganggap bahwa ajaran kaum realis terlalu kaku, kasar, dan hanya bersifat lahiriah, karena di dalamnya, manusia tidak melakukan suatu hal buruk bukan karena ia benar-benar mengerti, melainkan hanya karena takut belaka. Sedangkan terhadap ajaran mohisme, ia menganggap hal tersebut hanya bersifat khayalan, karena pada dasarnya manusia bisa saling mencintai bila di antara mereka terdapat hubungan yang dekat.

Konfusius lebih memilih adanya tradisi sadar, di mana tradisi ini menghendaki adanya kekuatan intelegensi yang kritis untuk memelihara tradisi dan menentukan tujuan yang akan dicapai oleh tradisi tersebut, sehingga dibutuhkan pengolahan diri secara moral dan intelektual, terutama pendidikan humanistik dan prakter etis demi perbaikan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Dan untuk itu diperlukan apa yang disebut dengan pola prestise yang berfungsi untuk menyusun jaringan tradisi untuk menjadi suatu penggerak dan mendorong untuk berperilaku baik, bahkan jika jauh dari jangkauan hukum. Yang ditekankan dalam ajarannya adalah bagaimana manusia dapat hidup bersama dan menciptakan suatu masyarakat adil dengan pemerintah yang murah hati, dan hal ini membutuhkan komitmen sosial dan politik.

3.Isi Tradisi yang Dibuat secara Sadar

Tradisi yang secara sadar di buat untuk menuntut perhatian memelihara kekuatannya menghadapi individuallisme yang menentangnya dan tujuan yang harus di capainya. Isi dari tradisi ini dihimpun dalam lima istilah kunci ajaran Konfusius, yaitu :

1.Jen

Jen, yang secara etimologis terbentuk dari dua huruf Cina untuk menggambarkan “manusia” dan “dua”, untuk menamakan hubungan ideal yang seharusnya terjadi di antara manusia. Kata ini diterjemahkan dalam banyak arti , seperti kebaikan, dari manusia ke manusia, pemurah hati, atau pun cinta, namun barang kali paling baik diterjemahkan sebagai berhati manusiawi.

Dalam pandangan Konfusius Jen adalah kebajikan dari segala kebajikan. Merupakan intisari dari kesempurnaan adikodrati, yang diakui sendiri belum pernah dilihatnya terwujud sepenuhnya. Jen terletak kesempurnaan segala hal yang membedakan manusia dari hewan dan menyebabkan manusia secara sungguh-sungguh. Manusia bersikap hormat, tidk mementingkan diri sendiri, dan dikaruniai kemampuan merasakan perasaan orang lain. Jen hubungan ideal semua manusia.

2.Chun-tzu

Chun-tzu adalah istilah ideal bagi hubungan demikian, dan biasa diterjemahkan dengan Kemanusiaan yang Benar, Manusia Sempurna, dan Kemanusiaan Yang Terbaik. Chun-tzu merupakan kebalikan dari orang yang berjiwa kecil, orang yang kasar, dan orang yang picik. Pada umumnya menghayati selama hidupnya sifat sebagai tuan rumah yang ideal tersebut. Pendekatannya terhadap orang lain bukan dalam rangka apa yang akan diperolehnya dari orang tersebut melainkan apa yang dapat diperbuatnya untuk melayani kepentingan orang tersebut. Terlatih untuk menghadapi keadaa darurat apa pun juga “tanpa takut dan tanpa marah” kepadanya tidak berpaling karena sukses dan sikapnya tidak menjadi ketus karena sengsara.

3.Li

Li yang berarti kesopanan yaitu cara bagaimana seharusnya segala sesuatu harus dilakukan. “Tata kramalah yang membentuk manusia” yang dikatakan Uskup yang bijaksana pada masa itu. Jika hal ini benar maka Li itulah yang membentuk watak manusia Cina. Kesopanan meliputi bidang yang luas, namun kita dapat memperoleh intisari dari apa yang menjadi perhatian Konfusius.

Latar belakangnya merupakan berbagai peranan dan hubungan kehidupan harus digariskan dan dirumuskan secara normatif, yakni sesuai dengan kaidah. Ajaran tentang Jalan Tengah merupakan tentang hidup yang baik. Chung Yang yang secara harafiah berarti “tengah” dan “tetap”. Jalan Tengah adalah jalan “yang tetap di tengah” antara ujung-ujung kehidupan ini. Dengan asas penuntun yang berbunyi “tidak boleh ada yang berlebihan”. Unsur pertama Li adalah kesopanan memiliki arti lain yaitu ibadat. Keseluruhan hidup pribadi seseorang telah ditata ke dalam suatu ritus yang kay , cermat dan penuh dengan upaya. Hidup seluruhnya telah diatur. Setiap langkah dalam perjalanan hidup ini telah ditentukan sehingga tidak ada lagi peluang atau kebutuhan akan perbaikan. Li adalah cetak biru Konfusius bagi suatu kehidupan yang diarahkan secara baik.

4.Te

Te merupakan konsep Konfusius yang keempat yang secara harafiah kata iniberarti kekuatan, khususnya kekuatan untuk memerintah manusia. Te sesungguhnya terletak dalam kekuatan yang terkandung dalam teladan moral. Kebaikan yang tertanam dalam masyarakat bukan melalui kekuatan fisik dan bukan melalui pasukan hukum, melainkan melalui kesan akan kepribadian yang luhur.

5.Wen

Wen, konsep terakhir Konfusius berhubungan dengan “seni perdamaian” yang berlawan dengan “seni berperang”. Wen berkaitan dengan music, seni lukis, puisi, rangkaian budaya dalam bentuknya yang estetis. Konfusius sangat menghargai seni dan Wen bukan penghargaannya terhadap kesenian itu sendiri, juga bukan pada kemampuannya sebagai sarana pendidikan, akan tetapi pada wawasannya dalam relevansi untuk suatu hubungan internasional. Wen yang paling tinggi, peradaban yang paling mulia, yaitu Negara yang mempunyai kesenian yang paling halus, filsafat yang paling mulia, syair yang paling hebat, dan membuktikan lewat kesadarannya bahwa “watak moral dari suatu lingkungan itulah yang memberikan kemuliaan kepadanya”.

Jen, Chun-tzu, Li, Te, dan Wen yaitu kebaikan, sang tuan, kesopanan, pemerintahan yang arif bijaksana, dan seni perdamaian, itulah nilai-nilai yang paling dicintai Konfusius. Dengan dianut sejak lahir sampai wafat, nilai-nilai ini memberikan “citra kebesaran yang telah melembaga” yang disebut Whitehead sebagai hakikat dari seluruh pendidikan, yaitu suatu kesinambungan aspirasi masyarakat yang merupakan satu-satunya hal yang mampu mengikat semua manusia untuk menjadi baik dengan berbuat demikian menghantarkan pribadi tersebut dalam rahasia masyarakat yang sesungguhnya. Ajaran Konfusius memandang kehidupan dari sudut yang lain dari pada pandangan agama-agama lainnya. Namun hal ini tidak menyebabkan ajaran Konfusius itu kehilangan martabatnya sebagai suatu agama. Jika diartikan secara luas, sebagai suatu cara hidup yang dirangkai sekitar perhatian terakhir manusia, jelas sekali ajaran Konfusius memenuhi syarat itu dan minat Konfusius terhadap masalah-masalah sosial.

Langit dan Bumi dipadang sebagai suatu Kesinambungan. Bukan untuk menuntukan tempat melainkan orang yang mendiami tempat-tempat tersebut, seperti House of Lord menunjuk pada pribadi-pribadi yang duduk dalam majelis tersebut. Orang yang berdiam di Langit adalah para nenek moyang (Ti) yang diperintah oleh para nenek moyang tertinggu (Shang Ti). Mereka ini adalah para nenek moyang yang telah mendahului dan segera akan diikuti oleh keturunannya dewasa ini yang ada di bumi. Kedua tempat itu saling berkaitan dan selalu mempunyai hubungan satu sama lain. Langit mengendalikan kesejahteraan Bumi. Dari kedua kawasan ini Langit yang lebih penting.

Titik beratnya adalah pada Langit dan bukannya pada Bumi. Ajaran Konfusius sebagai agama penting untuk melihat Konfusius yang mengalihkan titik berat langit pada bumi tanpa membuang Langit itu sama sekali dari keseluruhan ajarannya. Konfusius pada zaman sekarang berkata bahwa dasar semua humanism sejati adalah kenyataan, bahwa di balik dunia yang Nampak dan material ini ada sesuatu kekuatan rohani yang menguasai hukum alam semesta, yang mengatur segalanya secara misterius.

4.Ajaran Kong Hu Cu

Ajaran konfusianisme atau kong hu cu (juga: kong fu tze atau konfusius) dalam bahasa tionghoa, istilah aslinya adalah ru jiao yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Kong hu cu memang bukanlah pencipta agama ini melainkan beliau hanya menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya seperti apa yang beliau sabdakan: "aku bukanlah pencipta melainkan aku suka akan ajaran-ajaran kuno tersebut".

Meskipun orang kadang mengira bahwa kong hu cu adalah merupakan suatu pengajaran filsafat untuk meningkatkan moral dan menjaga etika manusia, sebenarnya kalau orang mau memahami secara benar dan utuh tentang ru jiao atau agama khonghucu, maka orang akan tahu bahwa dalam agama kong hu cu (ru jiao) juga terdapat ritual yang harus dilakukan oleh para penganutnya. Agama kong hu cu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama manusia atau disebut "ren dao" dan bagaimana kita melakukan hubungan dengan sang khalik/pencipta alam semesta (tian dao) yang disebut dengan istilah "tian" atau "shang di".

Ajaran falsafah ini diasaskan oleh kong hu cu yang dilahirkan pada tahun 551 sm chiang tsai yang saat itu berusia 17 tahun. seorang yang bijak sejak masih kecil dan terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun. Konfusius tidak menghalangi orang tionghoa menyembah keramat dan penunggu tapi hanya yang patut disembah, bukan menyembah barang-barang keramat atau penunggu yang tidak patut disermbah, yang dipentingkan dalam ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha memperbaiki moral.

5.Intisari ajaran khong hu cu

a.Delapan pengakuan iman (ba cheng chen gui) dalam agama khonghucu:

-Sepenuh iman kepada tuhan yang maha esa (cheng xin huang tian)

-Sepenuh iman menjunjung kebajikan (cheng juen jie de)

-Sepenuh iman menegakkan firman gemilang (cheng li ming ming)

-Sepenuh iman percaya adanya nyawa dan roh (cheng zhi gui shen)

-Sepenuh iman memupuk cita berbakti (cheng yang xiao shi)

-Sepenuh iman mengikuti genta rohani nabi kongzi (cheng shun mu duo)

-Sepenuh iman memuliakan kitab si shu dan wu jing (cheng qin jing shu)

-Sepenuh iman menempuh jalan suci (cheng xing da dao)

b.Lima sifat kekekalan (wu chang):

-Ren : cintakasih

-Yi : kebenaran/keadilan/kewajiban

-Li : kesusilaan, kepantasan

-Zhi : bijaksana

-Xin : dapat dipercaya

c.Delapan kebajikan (ba de):

-Xiao : laku bakti

-Ti : rendah hati

-Zhong : satya

-Xin : dapat dipercaya

-Li : susila

-Yi : bijaksana

-Lian : suci hati

-Chi : tahu malu

d.Zhong shu = satya dan tepa selira/tahu menimbang:

"apa yang diri sendiri tiada inginkan, jangan dilakukan terhadap orang lain"

e.Lima hubungan sosial (wu lun):

-Hubungan antara pimpinan dan bawahan

-Hubungan antara suami dan isteri

-Hubungan antara orang tua dan anak

-Hubungan antara kakak dan adik

-Hubungan antara kawan dan sahabat

6.Dampak Terhadap Negeri Cina

Selama Dinasti Han (206 S.M-220 M) ajaran Konfusius secara prakis telah menjadi agama di Negara Cina. Dalam tahun 130 S.M ajaran itu dinyatakan sebagai ilmu dasar dalam pendidikan pejabat-pejabat pemerintah, dan merupakan suatu pola yang dasarnya masih berlanjut sampai berdirinya Republik Cina dalam tahun 1912. Pada tahun 59 M telah diperintahkan untuk mengadakan korban bagi Konfusius pada semua sekolah di kota, pada abad ke 7 dan ke 8 kuil-kuil telah didirikan di berbagai kabupaten dalam kerajaan, sebagai tempat pemujaan baginya dan para penganutnya yang utama. Sampai pada bagian kedua dari abad ke 12 bukunya Analects telah menjadi salah satu buku dari buku-buku sekolah. Bahkan dalam zaman Dinasti Sung, buku tersebut bukannya merupakan salah satu dari buku-buku sekolah, melainkan satu-satunya buku sekolah, sebagai dasar bagi semua bidang pendidikan. Dalam tahun 1934 hari lahir beliau dinyatakan sebagai hari libur nasional.

Pengaruh Konfusius adalah cirri peradaban yang sebagian besar merupakan buah tangannya itu. Dalam prestise social, kaum sarjana biasanya berada pada urutan teratas dan prajurit berada pada urutan yang paling bawah, yang merupakan suatu pencerminan yang jelas dari ajaran tentang Wen. Kepekaan social yang harus digunakan Konfusius sebagai sarana utama untuk menanamkan tradisi yang dibuat secara sadar terbayang dalam factor “muka” yang khas merupakan ciri orang Timur. Selanjutnya, pentingnya “menyelamatkan muka” telah menimbukan sikap yang sama sekali berbeda terhadap permasalahan bunuh diri dibandingkan dengan di Barat. Dalam kenyataan, tidak seluruh pengaruh Konfusius terhadap negeri Cina itu bersifat baik. Walaupun Konfusius sendiri adalah orang yang sesuai dengan zamannya, seperti yang kita lihat, yang bekerja untuk menciptakan cara-cara orisinil untuk mengadapi hal-hal baru dalam sejarah zamannya, agama Kong Hu Cu sering telah merasa puas untukmengikuti saja isi ajaran yang persis dari pesan-pesan yang disampaikannya, dengan pengabaian semangat kepeloporan itu sendiri. Akibatnya , terjadi pembekuan apa yang semula merupakan tradisi yang hidup, menjadi suatu yang tradisionalisme yang kering.

Kesinambungan kekeluargaan yang saling berkaitan dari para pemimpin Kuo Ming Tang, yaitu para Chang, Sung dan Kung, tidak terjadi, dengan akibat mereka kehilangan Te mereka terhadap rakyat Cina, dengan menciptakan kekosongan kepercayaan yang dapat diisi oleh kaum Komunis tanpa ada perlawanan. Namun ada penyimpangan-penyimpangan Semangat Konfusius yang sesungguhnya merasuki sejarah Cina dalam berbagai arah. Misalnya  dalam arah Wen, sebagai “seni perdamaian”. Ada masa-masa gemilang di Cina ketika kesenian maju pesat yang tidak ada bandingannya di manapun juga di dunia ini, dan dimana pengetahuan terdalam telah tercapai. Empat abad sebelum ditemukannya mesin cetak Gutenberg, ada syair-syair yagn hebat, lukisan yang indah dan seni keramik. Karena berbaur dengan seni kehidupan yang diajarkan Konfusius itu sendiri, obyek-obyek Wen ini telah menghasilkan suatu kebudayaan yang mempunyai ciri tersendiri. Ia merupakan campuran dari kehalusan, kecermelangan, dan sifat pendiam yang mengasilkan suatu efek, yang hanya dapat digambarkan sebagai suatu selera yang baik.

Kemampuan menyerap segala sesuatu juga sama hebatnya. Oleh karena memiliki daerah perbatasan yang sangat terbuka dibandingkan dengan segala peradaban besar lainnya. Kekuatan dari dampak Konfusius belum habis. Akhir abad ke 19 dan menjelang abad ke 20, ketika terjadi pemberontakan Boxer, Janda Permaisuri Kaisar mengeluarkan suatu keputusan agar semua orang asing dibunuh. Lima orang perdana Menteri Kaisar tersebut, yang terdidik dalam asas-asas ajaran Konfusius tentang Jen­ dan Chun-Tzu mengubah perkataan beliau “dibunuh” dengan “dilindungi” dengan kesadaran penuh bahwa perbuatan mereka itu harus dibayar dengan nyawa mereka sendiri. Ajaran Konfusius masih menentukan pembentukan-pembentukan pribadi seorang Cina, yang pada waktu itu berjumlah antara seperlima dan seperempat dari seluruh generasi umat manusia yang masih hidup.

7.Kong Hu Cu di Indonesia

Undang-Undang Dasar (UUD) menjamin "kemerdekaan bagi tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu" dan menyatakan bahwa "negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa." Oleh karena itu, diperlukan pengesahan dari negara terhadap agama-agama yang diakui di Indonesia, termasuk di dalamnya adalah aliran Kong Hu Cu.

Namun, jumlah penganut Kong Hu Cu tetap tidak jelas karena pada saat sensus dilakukan pada tahun 2000, responden tidak diperbolehkan mengidentifikasi diri sebagai penganut Kong Hu Cu. Bahkan merekatidak diperbolehkan mencantumkan agama mereka itu saat pembuatan KTP.

Persentase pemeluk Kong Hu Cu bisa bertambah setelah Pemerintah mencabut pelarangan atas kepercayaan tersebut pada tahun 2000, seperti, hak untuk memperingati Tahun Baru Cina (Imlek) secara terbuka. Majelis Tinggi Agama Kong Hu Cu Indonesia (MATAKIN) memperkirakan bahwa 95 persen penganut Kong Hu Cu adalah warga keturunan Tionghoa yang setengahnya adalah suku Jawa. Banyak penganut Kong Hu Cu juga mempraktikkan ajaran agama Buddha dan Kristen. MATAKIN mendesak Pemerintah untuk sekali lagi memasukkan penganut Kong Hu Cu dalam kategori sensus.

Presiden Gus Dur waktu itu mencabut Instruksi Presiden nomer 14 tahun 67 yang sikapnya diskriminatif, Presiden Megawati juga sudah menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional, dan sekarang Presiden SBY menyatakan Kong Hu Cu dilindungi Undang Undang 45 sebagai agama. Dengan itu, Penganut Kong Hu Cu baru mengecap kebebasan beragama setelah pemerintah mengakui Kong Hu Cu sebagai agama resmi pada awal tahun 2006.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun