Mohon tunggu...
Sheilla Fauzia
Sheilla Fauzia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia

Saya adalah mahasiswi semester akhir di Universitas Pendidikan Indonesia. Sejak dulu, saya tertarik pada dunia kreatif, salah satunya menulis. Platform ini saya gunakan untuk menuangkan karya tulis saya, semoga dapat disukai oleh pembaca semua.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tren Doom Spending di Kalangan Gen-Z dan Milenial: Ancaman Finansial di Masa Depan

17 Oktober 2024   00:43 Diperbarui: 19 Oktober 2024   12:11 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi doom spending. sumber: https://pin.it/3dvR4ZKxY

Ngopi, ngonser, belanja, makan sushi. Ya, begitulah kira-kira kegiatan yang rutin dilakukan generasi milenial dan gen-z sekarang. Secara sadar tidak sadar, gaya hidup self reward sudah melekat dikalangan gen milenial dan gen-Z. Bagaimana tidak, baru gajian, langsung checkout barang dari e-commerce. Ada event bazar, langsung datang dan belanja berturut-turut. Gak lupa, setiap hari harus beli kopi! Rasanya self reward sudah tidak dilakukan saat mencapai sesuatu saja, tapi juga dijadikan kebiasaan sehari-hari.

Sebenarnya, self reward adalah suatu kegiatan yang baik kok. Rasa senang setelah self reward bisa membuat kita mendapatkan energi postif, misalnya berkurangnya tingkat stress dan menambah kepercayaan diri. Dengan self reward, tingkat produktivitas kita akan bertambah dan semakin semangat menjalani hari. Tapi, kalau dilakukan terus menerus, kurang tepat dengan sebutan 'self reward'. Justru istilah doom spending yang paling menggambarkan fenomena ini.

Kalau kita perhatikan, beberapa tahun belakangan ini banyak sekali bazar-bazar makanan, fashion, dan makeup yang digelar di berbagai daerah, terlebih di Jakarta dan Bandung. Seperti yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan, yaitu Brightspot Market. Tercatat ada 228 brand lokal yang menggelar stand di Agora Mall -tempat Brightspot Market dilaksanakan tahun ini, sekaligus gedung tertinggi di Indonesia. Tentu saja masyarakat kelahiran 1997-2010 tak mau ketinggalan untuk ikut serta. Bahkan banyak orang-orang yang berseliweran di linimasa yang menyebutkan total belanja sampai berjuta-juta.

Tak hanya itu, coffee shop dan tempat-tempat menarik lainnya juga kian menjamur. Pusing dikit, ngopi. Break kantor dikit, makan sushi. Pulang kerja, makan all you can eat sama temen kantor. Pokoknya banyak banget deh aktivitas yang menguras keuangan. Lalu, banyaknya artis-artis yang menggelar konser turut menambah pengeluaran gen milenial dan gen-Z. "Lengah dikit, uang berubah jadi wristband," ungkap salah satu warganet di kolom komentar TikTok.

"Udahlah bentar lagi juga gajian," kurang lebih, begitulah mindset para gen milenial dan gen-Z. Kalimat ini sering dijadikan alasan untuk menormalisasikan belanja secara impulsif. Padahal hal ini tidak bisa diwajarkan, karena pada kenyataannya baru awal bulan, gaji sudah setengahnya. Ini bisa mengakibatkan pengeluaran lebih besar dari penghasilan. Ujung-ujungnya tidak menutup kemungkinan banyak gen milenial dan gen-Z yang menggunakan pay-later.

Ternyata perilaku doom spending yang dilakukan oleh generasi-generasi ini ada kaitannya dengan kondisi ekonomi di masa kini.

Di tengah ekonomi yang sedang mengalami inflasi dan juga pengaruh era digital, rasanya uang seratus ribu berasa sedikit banget, cepat sekali habisnya, seolah seperti sepuluh ribu. Beda banget dengan dekade sebelumnya dimana uang seratus ribu rasanya udah bisa kebeli ini itu.

Saking sulitnya memiliki tabungan, Gen milenial dan gen-Z sendiri terancam sulit membeli aset-aset seperti kendaraan dan tempat tinggal. Jauh berbeda dengan orang tua mereka yang merupakan bagian dari generasi-generasi sebelumnya. Di umur berkepala dua minimal mereka sudah mampu membeli kendaraan sendiri, sedangkan gen milenial dan gen-Z kebanyakan punya kendaraan hasil diberikan oleh orang tua. Di umur 30-an rata-rata generasi sebelumnya sudah bisa membeli tempat tinggal, sedangkan gen milenial dan gen-Z sepertinya masih kesulitan untuk memikirkan biaya hidup. Apalagi harga properti dan kendaraan yang melambung tinggi, membuat harapan mereka untuk memiliki aset dan harta gono-gini semakin sulit digapai.

Hal ini dapat memicu doom spending, di mana kedua generasi ini ke titik stress akibat ketidakpastian ekonomi dan masa depan. Mereka menganggap bahwa menabung untuk masa depan akan memakan waktu lama dan belum tentu aset yang diharapkan akan terealisasikan, maka dari itu lah mereka memilih untuk menggunakan pendapatannya untuk apa yang mereka sukai tanpa berpikir panjang demi meraih kesenangan jangka pendek.

Walau memberikan kepuasan sekejap, doom spending membawa ancaman finansial yang mengintai. Kebiasaan mengeluarkan uang dengan tidak bijak bisa menyebabkan kita terjerat dalam kemiskinan di masa depan.

Nah, tenang saja! Doom spending bisa diatasi dengan cara budgeting. Kita bisa membagi keuangan kita berdasarkan beberapa kategori sehingga uang yang telah dialokasikan dapat terkontrol, atau bisa juga pakai metode 50-30-20, yaitu 50% untuk kebutuhan, 30% keinginan, dan 20% tabungan. Yang terpenting, STOP FOMO!

Gen milenial dan gen-Z, yuk mulai bijak dalam mengelola keuangan! Self reward boleh saja tapi jangan sampai jadi doom spending ya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun