Meskipun macapat bukan konsumsi untuk anak-anak muda, tapi diharapkan generasi muda bisa tertarik dengan macapat. Baru kemudian muncul rasa tertarik untuk mempelajari, supaya nanti jika usianya sudah cukup dewasa, mereka sudah pandai dalam me-nembang.
"Sekarang yang tua-tua masih belum pinter. Harapannya kami bisa menarik generasi muda. Untuk itu sudah ngomong keberadaan ke dinas pendidikan, dengan harapan supaya guru-guru bisa senang dan belajar macapat. Supaya kalau sudah bisa, mengajarkan ke murid-muridnya. Pada umumnya guru pada belum bisa."Â harap Rama Pradja.
Sosok di balik sekolah macapat sekarang
Ditanya mengenai suka dan duka ketika mengajar, Rama Pradja mengatakan bahwa dirinya merasa senang karena macapat berkecimpung dalam kesenian yang notabene adalah tempat bersenang-senang. Selain itu, ia juga memiliki banyak teman dan bisa menambah relasi dengan orang-orang yang belum pernah dikenalnya. Namun juga ada duka ketika ia berperan sebagai pengajar macapat, seperti murid yang tidak kunjung bisa me-nembang atau harus menempuh proses yang cukup lama. Ada juga murid-murid yang drop out dari sekolah setelah datang dua atau tiga kali karena merasa bosan dan kesulitan belajar. Bahkan yang paling buat Rama Pradja sedih adalah ketika ada murid yang memutuskan untuk berhenti belajar karena tidak tahu untuk apa dirinya belajar macapat.
"Karena tidak mendapatkan income, ga kaya belajar dhalang, nyanyi, campursari, kalo macapat ga dapet uang. Merasa sedih karena tujuan utama bukan itu, tapi melestarikan budaya." keluh Rama Pradja.
Bukan sekedar abdi dalem Kraton
---
Ditulis oleh Sheila Rebeca