Mohon tunggu...
Sheila Rebeca
Sheila Rebeca Mohon Tunggu... -

Journalism student

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Siapkah Menjadi Citizen Journalist?

1 April 2017   08:57 Diperbarui: 1 April 2017   17:00 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkat kemajuan teknologi dan komunikasi, kebutuhan masyarakat akan informasi menjadi prioritas utama. Informasi ini bisa menjadi alat untuk membentuk opini publik yang kemudian dapat memengaruhi sikap dan tindakan masyarakat.

Di era digital ini semua hal bisa kita dapatkan melalui genggaman tangan (smartphone). Kita dapat mengakses apapun melalui jaringan internet, yang bisa kita telusuri kapan saja dan di mana saja. Melalui internet, kegiatan bermedia menjadi lebih cepat dan efisien.

Media sekarang didominasi oleh mobile sehingga masyarakat bisa mengaksesnya melalui gadget untuk membaca, menonton, mendengar, mengawasi, men-scaning, mencari, meng-klik, berbagi (sharing), menyukai (liking), merekomendasikan, mengomentari dan voting. Itulah keunggulan media baru. Hal ini bisa menjadi fenomena dalam hal jurnalisme.

Jurnalisme dikenal sebagai pilar keempat dalam demokrasi suatu negara di mana menjadikannya sebagai pihak pengawas (watchdog). Jika di era konvensional masyarakat tidak bisa menyuarakan pendapatnya secara utuh dan terbuka, era digital sekarang adalah jawabannya. Masyarakat bisa menjadi “pengawas” melalui opini dan argumen mereka dalam platform-platform media yang akrab dengan keseharian masyarakat. Misalnya melalui media sosial, masyarakat mampu menyuarakan apa yang mereka lihat dan alami secara langsung mengenai suatu hal.

Hal inilah yang kemudian memunculkan konsep jurnalisme warga (citizen journalism/CJ). CJ menjadi kunci dalam peliputan berita yang jauh dari jangkauan media. Ketika terjadi sebuah peristiwa di daerah yang sulit dijangkau oleh jurnalis profesional, dunia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Karenanya, keberadaan CJ sangatlah dibutuhkan. Masyarakat tidak lagi hanya mengonsumsi berita, namun mereka juga bisa menyusun dan melaporkan beritanya sendiri melalui CJ.

Didukung dengan kecanggihan teknologi smartphone dan internet, sekarang siapapun bisa menjadi citizen journalist. Mereka dapat melakukan peran mereka sebagai jurnalis dengan menggunakan smartphone yang dimiliki. Merekam, memfoto, dan mengunggah suatu kejadian di sekitar mereka melalui platform media massa tampaknya sudah akrab dengan kegiatan bermedia saat ini. Mulai dari blog (Blogspot, Wordpress, Tumblr), media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, Vine), bahkan media mainstream-pun sudah mulai menyediakan ruang untuk menampung informasi dari para netizen (sebutan untuk citizen journalist) seperti Media Indonesia, Suara Merdeka, Liputan6.com - Citizen6, NET. TV - Net 10, Metro TV - Wide Shot, Kompas.com - Kompasiana.

Apa itu Citizen Journalism?

Shayne Bowman & Chris Willis (2003) mendefinisikan citizen journalism sebagai “...the act of citizens playing an active role in the process of collecting, reporting, analyzing, and disseminating news and information”. Jika diterjemahkan berarti CJ merupakan suatu kegiatan aktif dari warga dalam proses pengumpulan, penyampaian, penganalisisan dan penyajian informasi. Sedangkan Wood and Smith (2005) mendefinisikan netizen sebagai sekelompok warga yang aktif memberikan kontribusi berita seiring dengan perkembangan internet. Menurutnya netizen ini harus memahami seluk beluk dalam menjalankan proses komunikasi publik.

Awalnya media tradisional menggunakan telepon dan surat pembaca untuk melakukan interaksi dengan masyarakat. Namun dengan adanya perkembangan World Wide Web (WWW) di tahun 90an, space bagi CJ mulai dibuka. Korea Selatan memulai gebrakan ini melalui media OhmyNews.com dengan slogan ‘Every Citizen is a reporter’ (semua warga adalah reporter). Informasi kemudian berdatangan dari kontribusi 41.000 citizen journalist yang terdaftar. OhmyNews.com menyeleksi dan memverifikasi kebenaran artikel serta mempublikasikan setidaknya 200 berita setiap harinya. Mereka sering disebut sebagai media ideal yang sukses dengan citizen journalism-nya. OhmyNews.com menggunakan proses yang sama dalam pengemasan berita namun dengan konsep yang berbeda. Artikel dari CJ masuk dalam meja editing baru kemudian dipublikasikan. Selain itu, para CJ yang mengirim artikel penting dan berguna diberi bayaran untuk setiap artikelnya. Media inilah yang kemudian mendorong media-media mainstream lainnya untuk mulai membuka peluang bagi CJ.

Tantangan Citizen Journalism


Kunci konsep CJ pada dasarnya digunakan untuk komunikasi langsung antara citizen (warga) dengan negara yang selama ini dijembatani oleh media mainstream. Peran dari CJ adalah untuk menyediakan informasi secara independen, dapat dipercaya, akurat, meliputi banyak hal, dan informasi relevan yang dibutuhkan dalam demokrasi.

Pada perkembangannya, kemunculan CJ mendapatkan penolakan dari media mainstream karena merasa CJ bukan profesional layaknya jurnalis profesional. Mereka juga menganggap CJ tidak dapat melakukan peliputan dengan baik karena tidak terlatih dan belum dapat pengajaran mengenai etika jurnalistik dan media saat melakukan peliputan. Meski mendapat kritikan pedas semacam ini, namun CJ terus berkembang, bahkan pada beberapa peristiwa penting di dunia CJ menjadi pihak pertama yang memberikan informasi kepada masyarakat.

Di Indonesia, CJ mulai populer ketika peristiwa tsunami di Aceh, Desember 2004. Video amatir hasil rekaman dari para korban baik itu orang lokal maupun turis, mendominasi pemberitaan di media. Warga yang posisinya saat itu ada dekat dengan lokasi kejadian menjadi saksi bagaimana kronologi terjadinya peristiwa itu. Hal inilah yang jarang sekali dirasakan oleh jurnalis profesional, sehingga keberadaan CJ sangat membantu dalam hal penjangkauan lokasi dan pemberitaan yang meluas.

Ketika terjadi sebuah peristiwa, saksi mata yaitu para warga bisa memanfaatkan ponsel mereka untuk mengambil gambar. Setelah itu mereka mengirimkannya ke media-media. Masyarakat menggunakan kamera ponsel untuk memberitahu dunia apa yang mereka lihat dan alami. Gambar-gambar itu kemudian dengan cepat akan menyebar di web. Mulai dari foto, video amatir, hingga teks berisi rincian kejadian. Ketika jurnalis profesional kewalahan untuk mendapatkan informasi segera, mereka bisa terbantu dengan adanya kehadiran CJ.

Keunggulan Citizen Journalism

1) Berada dekat dengan lokasi kejadian. Sehingga ketika media belum mampu menjangkau lokasi, CJ bisa menjadi salah satu acuan sumber utama.

2) Melihat dan merasakan peristiwa itu secara langsung. CJ menjadi salah satu saksi kunci dalam suatu peristiwa.

3) Memiliki bukti faktual mengenai apa yang sedang terjadi. Bisa dibuktikan dengan adanya foto, video, maupun rekaman suara.

4) Memperkaya informasi mengenai banyak hal yang belum pernah kita jumpai sebelumnya. Kita bisa tahu tentang bagaimana keindahan alam (pantai, gunung, air terjun, gua, dll) yang terletak di daerah-daerah pelosok Nusantara melalui travel blog/ video blog (vlog) dari netizen. Selain itu, kita juga bisa tahu tentang kuliner khas dan unik di suatu daerah yang belum pernah terjamah oleh media mainstream sama sekali.

Kelemahan Citizen Journalism

1) Permasalahan etika. CJ yang merupakan “amatir” belum mengetahui atau malah tidak peduli akan etika yang seharusnya digunakan dalam pemberitaan di media. Hal yang paling sering dilanggar adalah etika foto, ketika mereka menyebarkan foto korban yang berlimpah darah, mayat, bahkan anak di bawah umur. Selain itu ada pula penulisan identitas korban yang terlalu lengkap. Hal ini memang akan mengundang perhatian banyak orang sehingga share, like, comment akan berdatangan dan citizen journalist merasa puas akan ke-“populeran”nya. Namun juga akan membuat citizen journalist yang tidak bertanggung jawab merasa terbiasa untuk tidak mengindahkan etika jurnalistik maupun etika bermedia.

2) Kebenaran yang meragukan. Belum terlatih secara profesional, sebagian besar citizen journalist tidak terpaku pada verifikasi data. Padahal dalam hal jurnalistik hal ini sudah menjadi pakem. Segala sesuatu harus diberitakan sesuai dengan fakta, sehingga verifikasi sangatlah penting untuk menghindari data yang tidak akurat. Hal inilah yang sekarang menjadi fenomena di mana berita bohong (hoax) sering terjadi. Selain itu, pernyataan yang mengandung unsur kebencian juga dapat memicu terjadinya konflik di masyarakat.

Memang tidak ada aturan baku untuk seorang citizen journalist. Hal inilah yang sampai sekarang masih menjadi perdebatan. Yang pasti, etika dalam melakukan kegiatan jurnalistik itu sama: tidak menyebarkan berita bohong, tidak mencemarkan nama baik, tidak menimbulkan konflik dan SARA, dan yang terutama adalah sumbernya jelas.

Meskipun masih diperdebatkan keberadaannya, pada kenyataannya CJ inilah yang kemudian menjadi “pengawas” sebenarnya dari roda pemerintahan. Mereka bisa melakukan kritik sosial tanpa harus “dikekang” oleh ideologi otoritas seperti dalam media mainstream di mana seorang jurnalis “harus” tunduk dan taat pada ideologi media tempat ia bekerja. Namun tentunya kritik dan pengawasan ini tidak boleh melewati batas etika jurnalistik dan norma maupun hukum yang ada di negara ini. Bila melewati batas dan melanggar etika, seorang citizen journalist juga bisa diberi sanksi dari penegak hukum berupa pelanggaran pasal dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Twitter, Wadah Citizen Journalism Terpopuler

Sumber: https://fortunedotcom.files.wordpress.com/
Sumber: https://fortunedotcom.files.wordpress.com/

Salah satu platform micro-blogging yang masih digemari masyarakat Indonesia adalah Twitter. Tercatat lebih dari 50 juta pengguna Twitter di Indonesia, 77 persen aktif setiap harinya dengan 4,1 juta tweet. Hal inilah yang menjadi alasan bahwa Indonesia adalah salah satu basis pengguna Twitter terbesar di dunia.

Dengan berbagai macam keunggulan, Twitter yang telah beroperasi selama 10 tahun ini masih mampu memberikan sarana bermedia yang terus berevolusi. Pertanyaan “What’s happening?” yang kerap kali Twitter tanyakan kepada penggunanya seakan mengajak kita untuk bercerita tentang apa yang sedang terjadi di sekitar kita. Penggunaan 140 kata ini juga memiliki maksud tersendiri agar pengguna bisa mengatakan sesuatu secara padat, singkat, dan jelas.

Tak sedikit dari pengguna Twitter yang kemudian menjadi seorang citizen journalist. Selain menulis teks, kita juga bisa menyertakan gambar, video, gif, poll, dan location. Informasi yang kita sebar juga bisa diakses oleh siapa saja, terutama follower kita maupun sebaliknya. Hal inilah yang membuat informasi di Twitter cepat beredar. Adanya fitur hashtag (#) dan trending topic juga memudahkan pengguna ketika ingin melihat informasi tentang hal yang ia inginkan.

Sudah banyak peristiwa di Indonesia yang sumbernya melalui postingan seseorang di Twitter:

Daniel Tumiwa: “Bom @ marriot and ritz Carlton kuningan Jakarta” (Juli 2009)

Anwar Riksono: “Di Petarukan-Tegal. Gw lg di kereta Senja Semarang. Kecelakaan kreta. 3 gerbong hancur. Ditubruk ArgoAnggrek... Doakan yg meninggal.” (Oktober 2010)

Susie Wong: “Di solo grandmall ada yang bunuh diri,melompat dr lantai 4” (Maret 2011)

Tanpa mereka sadari atau tidak, mereka sebenarnya telah melakukan citizen journalism.

Contoh lain ketika masyarakat Indonesia menonton pertandingan basket, sepakbola maupun bulu tangkis dan melakukan live report. Sebetulnya mereka juga sedang melakukan citizen journalism.

Referensi:

Bowman, S. and Willis, C.. (2003). "We Media: How audiences are shaping the future of news and information". The Media Center at the American Press Institute.

Gayatri, Putu Ayu. (2012). “Citizen Journalism di Twitter (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Penerapan Citizen Journalism Anggota Komunitas Blogger Bengawan Melalui Twitter)”. Skripsi. FISIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Knight, Megan and Clare Cook. (2013). Social Media for Journalists: principles & practice. Sage Publications.

Lister, Martin., et al. (2009). New Media: A critical introduction. New York: Routledge.

Maulana, Aqmal. 2016. "Twitter Rahasiakan Jumlah Pengguna di Indonesia".

Rajan, Nalini. (2007). 21st Century Journalism in India. Sage Publications.

Wood, F Andrew and Matthew J Smitt. (2005). Online Communication. London: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun