Mohon tunggu...
Seavy UPNVJ
Seavy UPNVJ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Communication Student at Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

I am a 3rd semester student of S1 Communication Studies at the National Development University "Veteran" Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Seleb Tiktok @luluk.nuril Memaki Siswi Magang Dengan Teori Sistem Komunikasi Massa

16 November 2023   19:00 Diperbarui: 6 Desember 2023   10:13 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan zaman merubah dinamika sosial manusia dengan meningkatkan interaksi antarmanusia melalui komunikasi massa. Komunikasi massa berfungsi untuk menginformasikan, menghibur, membujuk, dan mentransmisikan budaya melalui media massa (Black & Whitney, 1988). Media massa berupa koran, radio, televisi, dan internet memiliki karakteristik satu arah, meluas dan serempak, memakai peralatan teknis dan mekanis, serta terbuka (Cangara, 2007). Media massa melalui internet contohnya media sosial seperti Instagram, Twitter, Line, Youtube, dan sebagainya.

Sebuah video yang diunggah Seleb Tiktok asal Probolinggo, Luluk Sofiatul Jannah atau Luluk Nuril menjadi perbincangan di media sosial. Video tersebut memperlihatkan Luluk membentak dan mengancam akan melaporkan seorang siswi magang di swalayan KDS Probolinggo karena merasa disepelekan. Suami Luluk, Bripka Nuril dari Polres Probolinggo juga mengingatkan siswi magang tersebut untuk bersopan santun.

Selanjutnya, Luluk kembali mengunggah video lain mengenai kronologi permasalahannya dengan siswi magang tersebut. Ia merasa disepelekan dan dianggap tidak mampu membayar produk pakaian anak yang ia pilih dalam jumlah banyak. Dalam video tersebut, Luluk berkata, "Kalian itu babu! Kita ini customer," yang menjadi alasan utama dirinya dikecam oleh netizen.

Humas SMKN 1 Probolinggo, Juni Hidayati menjelaskan bahwa siswi tersebut hanya menjalankan SOP yang ada, bahwa dia wajib menyampaikan kepada pelanggan mengenai barang yang tidak jadi dibeli harus diproses di kasir. Luluk yang menerima informasi tersebut tidak terima dan memaki siswi magang tersebut karena merasa dirinya dianggap tidak mampu membeli produk pakaian anak yang dipilih sebelumnya. Siswi magang dan pihak swayalan telah meminta maaf kepada Luluk. Siswi tersebut mengalami trauma selama dua hari dan kemudian ditempatkan di back office setelah mendapat pendampingan dari sekolah dan PPA.  

Setelah viralnya video tersebut, pihak SMKN 1 Probolinggo melayangkan somasi kepada Luluk sebagai Bhayangkari Polres Probolinggo dan memintanya mengunggah video permintaan maaf di sosial media. Polres Probolinggo pun membuat pertemuan mediasi SMKN 1 Probolinggo dan Luluk beserta suaminya. Luluk pun membuat video permintaan maaf sesuai yang diinginkan sekolah dan menghapus seluruh video yang berhubungan dengan siswi magang tersebut. Setelah unggahan video permintaan maaf tersebut, suami dari Luluk dicopot dari jabatannya karena melanggar kode etik Polri.


Cyberbullying

Cyberbullying merupakan tindakan kriminal yang dapat membuat pencemaran nama baik dengan disengaja yang dilakukan oleh individu maupun sekelompok orang melalui teknologi canggih di zaman sekarang yaitu melalui media sosial seperti Instagram, Tiktok, Whatsapp, Line, dan sebagainya secara berulang kali dengan cara menyerang korban seperti menyebar pesan-pesan fitnah yang kejam, mengomentari postingan dengan kata-kata yang menyinggung, bahkan menyebarkan gambar-gambar yang dapat mempermalukan korban di media sosial bagi orang yang melihatnya. Bullying memiliki 4 unsur yang selalu terlibat menurut (Coloraso, 2006) dalam (Nuha, 2014) diantaranya yaitu: Menunjukkan adanya ketidakseimbangan kekuatan (power balance), Keinginan untuk menyakiti, Ancaman agresi lebih lanjut dan Teror bullying. Menurut Willard dalam (Satalina, 2014) cyberbullying memiliki 7 jenis yang beragam, yaitu: Flaming, Pelecehan, Cyberstalking, Denigration, Impersonation, Trickery dan outing, serta Exclusion.

Hasil analisis jurnal yang berjudul "Student Perception of Cyberbullying in Social Media", lebih dari 50% siswa percaya bahwa cyberbullying melibatkan pengiriman pesan terus-menerus kepada orang lain di situs media sosial melalui email, pesan singkat, atau pesan teks. Lebih dari 40% responden sependapat bahwa perasaan marah, sakit hati, pembalasan, atau frustrasi merupakan faktor pendorong terjadinya cyberbullying. Lebih dari 50% pelajar merasa bahwa korban cyberbullying sebaiknya diberikan pesan moral agar bisa cepat memaafkan. Pendapat mereka mengenai hukuman yang diberikan kepada pelaku cyberbullying berbeda-beda.

Jika dikaitkan dengan kasus yang kami angkat yaitu "Seleb tiktok yang maki-maki siswi magang" yang dalam kasus tersebut dari sisi pelaku bullying yaitu luluk dan nuril bertindak semena-mena terhadap siswi magang yang hanya menegur dengan baik perilaku luluk, tetapi luluk merasa malu terhadap teguran dari siswi magang tersebut maka luluk membentak dan mempermalukannya di depan publik, tidak hanya itu luluk dan suami juga mengunggah video kejadian tersebut untuk balas dendam atas teguran dari siswi magang tersebut dan juga membela nama baik luluk terhadap kasus tersebut. Padahal dari sisi netizen mengenai video yang diviralkan oleh luluk tersebut tidak ada yang membenarkan dan membela perilaku luluk terhadap siswi magang tersebut. Karena luluk merupakan seorang bhayangkari istri dari polisi yang tidak memiliki sopan santun dan tidak seharusnya mempermalukan anak sekolah didepan umum, serta suaminya yang polisi juga membenarkan perilaku istrinya dengan memvideokannya. Selain itu dari sisi netizen juga mengomentari mengenai gaya hidup dan penampilan luluk yang berstatus sebagai ibu bhayangkari karena penampilan luluk yang tidak mencerminkan sebagai ibu bhayangkari melainkan sebagai LC. Netizen berpihak penuh dengan siswi magang tersebut. Tetapi, dari sisi siswi magang tersebut dapat membuat trauma berat pada dirinya. Kasus tersebut merupakan salah satu contoh dari bullying, tidak ada kasus bullying yang dibenar-benarkan. Walaupun pelaku dari bullying tersebut memiliki jabatan tinggi tetapi tetap saja akan mendapatkan hukuman yang adil dari pihak berwajib.


Bullet Theory

Bullet Theory, juga dikenal sebagai Teori Peluru Ajaib adalah sebuah konsep dalam bidang komunikasi dan politik yang berpendapat bahwa media memegang peran besar dalam memengaruhi cara individu memahami dan merespons pesan media. Beberapa peneliti, seperti Folkerts dan Lacy, mencatat bahwa upaya propaganda selama Perang Dunia II menunjukkan betapa kuatnya pengaruh media.

Dalam kerangka teori ini, media dianggap sebagai pihak yang memiliki kekuasaan besar dalam membentuk persepsi penerima pesan media. Ini juga berarti bahwa individu dianggap rentan terhadap pesan-pesan media yang kuat, dan rasionalitas mereka terkadang dapat dianggap sebagai suatu kedok yang tidak dapat menolak pengaruh media yang mendominasi. Televisi seringkali menjadi sasaran kritik dalam konteks ini karena dianggap memiliki dampak yang signifikan. Namun, penting untuk diingat bahwa pengaruh media tidak selalu memengaruhi semua individu dengan cara yang sama, dan berbagai faktor, termasuk faktor sosial seperti stratifikasi sosial yang rumit, dapat memengaruhi bagaimana individu merespons pesan media.

Contoh kasus yang dijelaskan, seperti kasus Luluk Sofiatul Jannah atau Luluk Nuril yang menghina seorang siswi magang, mengilustrasikan prinsip-prinsip dari Teori Peluru Ajaib. Pengaruh media massa dan media sosial dalam kasus ini menciptakan efek media, yang mempengaruhi cara masyarakat melihat Luluk dan siswi magang tersebut, dan meresponsnya dengan berbagai kritik dan kecaman. Kasus ini memperlihatkan bahwa media memegang peran sentral dalam membentuk persepsi dan respons masyarakat dalam situasi tertentu, sejalan dengan pandangan yang terkandung dalam Teori Peluru Ajaib. Pengaruh media massa dan media sosial memainkan peran penting dalam memunculkan isu-isu dan memengaruhi tindakan yang diambil oleh berbagai pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.

Sehingga sebagai kesimpulan dalam analisis ini adalah terlihat jelas bahwa kasus ini mencerminkan beberapa faktor yang sesuai dengan Bullet Theory atau Teori Peluru Ajaib, termasuk pengaruh besar media massa dan media sosial dalam mempengaruhi persepsi masyarakat serta tindakan-tindakan yang diambil oleh beberapa pihak yang terlibat untuk merespon dampak dari media tersebut. Tidak hanya itu, kasus ini juga mencerminkan bagaimana media dan reaksi publik dapat memengaruhi individu secara langsung seperti rusaknya reputasi Luluk danBripka Nuril.


Teori Agenda Setting

Teori agenda setting pertama kali diketahui oleh publik pada 1972 dalam Public Opinion Quarterly oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw di North Carolina, Amerika Serikat. Para peneliti berargumentasi bahwa media mempunyai pengaruh besar terhadap hampir setiap isu yang dianggap penting oleh masyarakat, karena apa pun yang dianggap penting oleh media cenderung menjadi prioritas juga bagi masyarakat.

Menurut Gitlin (1980), Bingkai media adalah pola kognisi, interpretasi, dan presentasi yang persisten, seleksi, penekanan dan eksklusi, yang dengannya para penangan simbol secara rutin mengatur wacana. Cara memahami konsep framing adalah dengan menelaah teori dan konsep lain di bidang komunikasi, antara lain konsep agenda setting, skema, priming, bias, indeksing, dan budidaya. Cara lainnya yaitu penetapan agenda tradisional menunjukkan bahwa media memberi tahu kita apa yang harus dipikirkan dan cara memikirkan suatu isu.

Dari kasus diatas mengenai seleb TikTok yaitu Luluk Nuril yang memaki anak magang dapat kita lihat bahwa media berperan penting dalam kasus tersebut, yang berarti kasus ini dapat kita lihat menggunakan teori Agenda Setting. Kasus tersebut diunggah oleh Luluk di akun pribadi TikToknya, dengan harapan mempengaruhi khalayak dan membentuk opini publik. Video yang berisi maki-makian dari dirinya terhadap anak magang itu berhasil membuat khalayak tertarik untuk melihat dan menonton video tersebut karena memunculkan public awareness (kesadaran masyarakat) bahwa tindakan yang dilakukan oleh Luluk merupakan tindakan yang tidak baik. Kasus ini membuat masyarakat tertarik karena sikap buruk yang dimiliki oleh selebriti TikTok yang mengancam siswi magang tersebut untuk dilaporkan ke polres dan suaminya yang ikut mengancam karena memiliki status di Polres Probolinggo, hal ini mempengaruhi persepsi khalayak bahwa Luluk dan suaminya yang merupakan polisi itu adalah orang yang sombong dan semena-mena hanya karena pangkat dan status yang dimilikinya sehingga, banyak dari netizen yang tidak terima dan tertarik dengan isu tersebut. Jadi, itulah teori agenda setting yang dapat di analisis dari kasus tersebut.


Teori Uses and Gratification

Teori uses and gratification diteliti oleh Elihu Katz, Jay G. Blummer, dan Michael Gurevittch, teori ini meneliti kebutuhan secara psikologis dan sosial yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa yang membawa kepada pola terpaan media. Teori ini berfokus kepada bagaimana individu secara sadar memilih dan mengkonsumsi konten media untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pribadi.

Dengan teori ini kita dapat melihat bahwasanya Luluk menggunakan media sosial Tiktok sebagai cara untuk mengungkapkan pendapatnya mengenai kejadian tersebut. Luluk yang merasa diremehkan dan direndahkan oleh siswi magang tersebut merasa perlu untuk mengekspresikan perasaan ketidakpuasan melalui video Tiktok yang Luluk upload. Dalam hal ini, media sosial berperan sebagai sarana untuk mengekspresikan perasaan yang Luluk anggap benar.

Motivasi untuk mencari hiburan adalah pemahaman kedua dari teori Uses and Gratifications. Dengan mengunggah video tersebut, Luluk mungkin berusaha untuk menghibur atau bahkan mencari dukungan atau persetujuan dari reaksi pengguna media sosial. Fenomena viralitas video tersebut menunjukkan bahwa banyak netizen menanggapi video tersebut, sesuatu yang Luluk mungkin bahkan tidak mengantisipasi. Oleh karena itu, keinginan untuk mendapatkan pengakuan atau perhatian dari media sosial mungkin menjadi alasan di balik unggahan tersebut.

Namun, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, perlu diperhatikan bahwa Luluk terlibat dalam tindakan yang kontroversial dan berpotensi merugikan orang lain, terutama siswi magang yang menjadi objek unggahan tersebut mengalami trauma. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media sosial harus disertai dengan tanggung jawab sosial dan kesadaran akan dampak sosial. Maka dari itu teori Uses and Gratification tidak hanya merinci motif di balik perilaku di media sosial tetapi juga membutuhkan tanggung jawab.


Teori Disonansi Kognitif

Teori Disonansi Kognitif merupakan teori mengenai ketidaknyamanan mental karena ketidakkonsistenan kognisi (Festinger, 1957). Konsistensi psikologis dan mengurangi ketidaknyamanan dibutuhkan untuk menyelaraskan kognisi atau persepsi mereka terkait dunia dengan tindakan mereka (Kruglanski et al., 2018). Dalam kasus Seleb Tiktok yang memaki siswi magang di Probolinggo, teori disonansi kognitif terkait cyberbullying yang terjadi melalui unggahan akun tiktok @luluk.nuril dimana dirinya memaki dan mengancam seorang siswi magang. Luluk pun kembali mengunggah video kronologi dan berkata "Kalian itu babu! Kita ini customer,". Atas ucapannya tersebut, Luluk menerima kecaman dari netizen Indonesia.

Berdasarkan teori disonansi kognitif, seseorang yang terlibat cyberbullying akan merasakan ketidaknyamanan atas sifatnya dan berusaha meminimalkan kerugian yang diakibatkannya. Luluk dalam hal ini menyesali perbuatannya dan mencoba meminimalkan kerugian yang diterimanya dengan mengunggah video permintaan maaf kepada siswi magang tersebut. Berdasarkan analisis tersebut, teori disonansi kognitif dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa seseorang terlibat dalam cyberbullying dengan cara memahami proses psikologis yang ada dan mendorong munculnya perilaku positif untuk meminimalkan kerugian yang mungkin timbul.

Dapat disimpulkan bahwa, dalam kasus tersebut kita dapat mengetahui dampak dari cyberbullying sangatlah memprihatinkan pada diri korban, serta mudahnya pelaku untuk berbuat cyberbullying di media sosial. Oleh karena itu, sangat penting bagi pengguna media sosial untuk peka dan berempati terhadap sesama pengguna media sosial. Maka kita sebagai pengguna media sosial harus bijak menggunakannya, dengan selalu berpikir sebelum bertindak seperti berhati-hati ketika menggunakan teknologi khususnya di media sosial, kita harus sangat memperhatikan dalam apa yang kita katakan dan lakukan di media sosial, selain itu karena media sosial yang sangat mudah diakses maka kita sebagai pengguna media sosial harus pintar-pintar dalam memilih kata ataupun kalimat yang digunakan. Tak hanya itu kita juga harus selalu ingat bahwa apapun yang kita posting di media sosial maka semua pengguna media sosial akan dapat melihatnya termasuk anak yang dibawah umur, maka dari itu jejak digital terbilang sangatlah susah untuk dihilangkan.


Jika teman-teman mau lebih mendalami kasus dari seleb Tiktok memaki siswi magang, bisa banget untuk mendengarkan podcast kami yang membahas mengenai kasus tersebut, bisa ditonton dibawah ini: 

DAFTAR PUSTAKA

Cangara, Hafied. (2007). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada.

Festinger,  L.  (1957). A theory of cognitive dissonance (Vol. 2). Redwood City, CA: Stanford University Press.

Kaplan,   A.,   &   Haenlein,  M.  (2010).  User  Of  The  World,  Unite!  The  Challenges  and Opportunities Of Social Media, Business Horizons.

AKRIM, A. (2022). Student perception of cyberbullying in social media. Aksaqila Jabfung.

Kruglanski,  A.  W.,  Jasko,  K., Milyavsky, M., Chernikova, M., Webber, D., Pierro, A., & Di Santo,  D.  (2018).  Cognitive  consistency  theory  in  social  psychology: A paradigm reconsidered. Psychological Inquiry, 29(2), 45–59.

Xie,  X.,  Shi,  L.,  &  Zhu,  Y.  (2023).  Why  Netizens  Report  Harmful  Content  Online:  A Moderated Mediation Model. International Journal Of Communication, 17, 22.

Yuliatiningtyas, S (2023). Re-Thinking of Agenda Setting Theory. Education, Social Sciences  and Humanities Journal (Vol. 07 No. 01)

Kenechukwu, S (2015). Understanding Media Effect: A Study of How Studies in Perception Nailed the Coffin on Magic Bullet Theory. International Journal of Social Sciences and Humanities Reviews (Vol.05 No. 2)

Sinambela, B. K., & Ariska, Z. (2023). Jurnal Netnografi Komunikasi. PENGARUH FITUR INSTAGRAM STORIES TERHADAP EKSISTENSI DRIRI REMAJA, 2 No.1 Juli 2023, 18.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun