Mohon tunggu...
Sheila MustafidaRossandini
Sheila MustafidaRossandini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan S1 di Universitas Negeri Semarang Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Saya memiliki hobi traveling dan membaca hal yang menarik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menanamkan Karakter Anak melalui Cerita Rakyat Jawa Tengah di Era Digital

2 Desember 2024   10:10 Diperbarui: 2 Desember 2024   10:34 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemajuan teknologi mengubah gaya hidup dan pendidikan, namun pendampingan anak tetap penting untuk mencegah dampak negatif seperti ketergantungan dan perubahan perilaku.

Karakter seseorang adalah ciri khas yang membedakannya dengan individu lain. Pembentukan karakter harus dimulai sejak dini melalui pembiasaan yang sesuai norma. Sayangnya, pendidikan di sekolah saat ini lebih berfokus pada pengetahuan, sementara pengembangan sikap dan karakter kurang diperhatikan. Pendidikan karakter penting untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bermoral baik.

Cerita rakyat menjadi media efektif dalam pendidikan karakter. Sebagai bagian dari folklor, cerita rakyat mengandung nilai moral, kearifan lokal, dan pesan edukatif, seperti kepahlawanan dan pengabdian. Cerita ini juga berfungsi sebagai alat kontrol sosial dan pendidikan anak.

Melalui cerita tokoh protagonis, anak diajarkan perilaku terpuji, sementara tokoh antagonis memberi pelajaran tentang konsekuensi dari perbuatan buruk. Dengan memanfaatkan cerita rakyat secara kreatif, pendidik dapat membangun generasi yang cerdas dan berbudi pekerti luhur, sekaligus melestarikan identitas budaya di era digital.

Sebagai contoh, Jawa Tengah memiliki banyak cerita rakyat dalam bentuk dongeng, legenda, dan mitos. Cerita-cerita ini tidak hanya menarik untuk disimak, tetapi juga menyampaikan pesan moral yang membantu anak memahami nilai-nilai baik dalam kehidupan.

1. Asal Usul Rawa Pening

Dahulu kala, di lembah Gunung Merbabu dan Telomoyo, hidup pasangan Ki Hajar dan Nyai Selakanta. Mereka dikenal pemurah meski belum memiliki anak.

Pada suatu hari, Nyai Selakanta merasa cemas. Ia sangat ingin sekali memiliki anak, dan ia pun mengungkapkan keinginannya itu kepada suaminya.

"Aku ingin sekali punya anak, Ki Hajar," ujar Nyai Selakanta dengan suara lembut namun penuh harapan.

Ki Hajar, yang selalu berusaha memenuhi keinginan istrinya, berpikir keras. "Kalau begitu, aku akan bertapa ke lereng Gunung Telomoyo. Mungkin dengan cara itu, Tuhan akan memberkati kita," jawabnya mantap.

Ki Hajar pun pergi untuk bertapa. Hari demi hari berlalu, tetapi ia tidak kunjung kembali. Nyai Selakanta mulai khawatir.

"Kenapa Ki Hajar belum pulang juga? Aku berharap dia baik-baik saja," gumam Nyai Selakanta, cemas menunggu suaminya.

Namun, keajaiban terjadi. Tanpa diduga, Nyai Selakanta mendapati dirinya hamil, meskipun suaminya belum pulang. Dengan kebingungan dan perasaan campur aduk, ia melahirkan seorang anak. Tetapi, alangkah terkejutnya ia ketika yang keluar bukan bayi manusia, melainkan seekor naga raksasa!

Anak naga itu, yang kemudian diberi nama Baru Klinthing, bertanya dengan suara yang berat, "Ibu, siapa ayahku?"

"Ayahmu adalah Ki Ageng Salokantara," ungkap Nyai Selakanta ketika Baru Klinthing bertanya tentang ayahnya. Namun, ayahnya menolak mengakui Baru Klinthing kecuali ia menjadi manusia. Untuk itu, ia harus bertapa mengelilingi Gunung Telomoyo.

Saat bertapa, tubuhnya dilukai pemburu. Setelah dipotong-potong dan dagingnya dibagikan, Baru Klinthing berubah menjadi anak kecil. la meminta makan kepada penduduk yang telah memakan dagingnya, namun ditolak. Hanya seorang nenek tua yang berbaik hati mau menolongnya.

"Nenek, naiklah ke lesung ini. Air bah akan menenggelamkan desa," ujar Baru Klinthing sebagai balas budi. Kemudian ia menancapkan lidi di lapangan dan menantang warga mencabutnya. Tak seorang pun berhasil. Ketika Baru Klinthing mencabut lidi tersebut, air meluap menenggelamkan desa. Desa itu berubah menjadi Rawa Pening.

2. Kisah Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang

Gambar Candi Prambanan & Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang (Sumber: Rakyat Priangan)
Gambar Candi Prambanan & Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang (Sumber: Rakyat Priangan)

Pada zaman dahulu, di tanah Jawa, terdapat sebuah kerajaan besar bernama Prambanan. Kerajaan ini dikenal dengan kedamaian dan kemakmurannya. Namun, kedamaian itu tidak berlangsung lama. Suatu hari, kerajaan Prambanan diserang oleh pasukan Pengging, sebuah negeri yang dipimpin oleh seorang pria bernama Bandung Bondowoso.

Bandung Bondowoso, yang dikenal dengan sifatnya yang kejam dan ambisius, segera menguasai kerajaan Prambanan. Dengan kekuatan sakti dan pasukan jin yang ia miliki, ia memerintah dengan tangan besi.

"Jika ada yang melawan atau tidak mengikuti perintahku, siap-siap saja menerima hukuman berat!" ujar Bandung Bondowoso dengan suara menggelegar, membuat seluruh rakyatnya gemetar ketakutan.

Namun, di balik kebrutalan itu, ada satu hal yang membuat Bandung Bondowoso terpesona. Dia jatuh cinta pada seorang putri cantik dari kerajaan Prambanan, yaitu Roro Jonggrang. Setiap kali melihatnya, hatinya berdebar kencang. "Putri Roro Jonggrang... begitu cantiknya. Aku ingin dia menjadi permaisuriku," pikir Bandung Bondowoso dalam hati.

Esok harinya, Bandung Bondowoso memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya kepada Roro Jonggrang. Ia mendekatinya dengan penuh keyakinan.

"Roro Jonggrang, kamu sangat cantik. Maukah kamu menjadi permaisuriku?" tanya Bandung Bondowoso dengan senyum lebar.

Roro Jonggrang yang mendengar lamaran itu terkejut. "Apa? Dia baru datang, langsung ingin aku menjadi permaisurinya?" pikirnya dengan bingung. "Laki-laki ini sungguh lancang sekali!"

Namun, Roro Jonggrang tidak bisa sembarangan menolak. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso yang terkenal kejam bisa membawa malapetaka bagi keluarganya dan rakyat Prambanan. Namun, jika ia menerima, hati Roro Jonggrang benar-benar tidak ingin menikah dengan pria seperti itu.

"Aku akan menerimamu, jika kau dapat membangun seribu candi dalam satu malam," kata Roro Jonggrang. Dengan bantuan pasukan jin, Bandung hampir menyelesaikannya.

Namun, Roro Jonggrang mencari cara menggagalkan rencana itu. la memerintahkan warga membakar jerami dan menabuh lesung.

"Cahaya dan suara ini akan membuat para jin kabur," pikir Roro Jonggrang. Strateginya berhasil, dan Bandung gagal memenuhi syarat.

"Karena tipu dayamu, kau akan menjadi pelengkap candi ini!" seru Bandung Bondowoso. Kutukan itu mengubah Roro Jonggrang menjadi batu. Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan disebut Candi Roro Jonggrang. Karena terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah, Candi Roro Jonggrang dikenal sebagai Candi Prambanan.

3. Timun Mas

Gambar Timun Mas dan Raksasa (Sumber: Katadata)
Gambar Timun Mas dan Raksasa (Sumber: Katadata)

Di sebuah desa di Jawa Tengah, hiduplah Mbok Srini, seorang janda yang kesepian. Ia selalu berdoa agar Tuhan memberinya anak, dan suatu malam, dalam mimpinya, seorang raksasa memberi perintah.

"Pergilah ke hutan dan ambil bungkusan di bawah pohon besar," kata raksasa itu.

Setelah terbangun, Mbok Srini merasa bingung, tapi rasa penasaran membawanya ke hutan. Di bawah pohon besar, ia menemukan sebuah bungkusan kecil berisi biji timun.

"Ini hanya biji timun?" keluhnya.

Tiba-tiba, suara tawa keras terdengar. Raksasa itu muncul dan berkata, "Tanamlah biji ini. Akan tumbuh anak perempuan, tapi ketika dia dewasa, aku akan memakannya."

Ketakutan, Mbok Srini tetap menanam biji itu. Beberapa bulan kemudian, sebuah timun besar tumbuh, dan ketika dibelah, muncul bayi perempuan cantik. Mbok Srini menamainya Timun Mas dan merawatnya dengan penuh kasih.

Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Raksasa datang dalam mimpi Mbok Srini, memberi pesan menakutkan. "Aku akan datang untuk mengambil anakmu," katanya.

Setelah bangun, Mbok Srini mengungkapkan semuanya pada Timun Mas. "Aku tidak ingin kehilanganmu, Nak," katanya. "Tapi kita harus mencari cara agar kamu bisa bebas."

Keesokan harinya, Mbok Srini menemui seorang pertapa, yang memberinya empat bungkusan berisi biji timun, jarum, garam, dan terasi. "Gunakan ini jika raksasa mengejarmu," kata pertapa itu.

Raksasa datang dan mengejar Timun Mas. Ia pun membuka bungkusan pertama, dan ladang timun tumbuh, melilit tubuh raksasa. Namun, raksasa itu berhasil melepaskan diri.

Timun Mas membuka bungkusan kedua, yang mengubah jarum menjadi bambu runcing, menusuk raksasa. Tapi, raksasa itu tetap mengejar.

Dengan ketakutan, Timun Mas membuka bungkusan ketiga, menaburkan garam. Lautan luas muncul, tetapi raksasa itu terus mengejar.

Akhirnya, Timun Mas membuka bungkusan terakhir, melemparkan terasi. Tanah berubah menjadi lumpur mendidih, dan raksasa terperosok, tewas seketika.

Timun Mas kembali ke rumah dan memeluk ibunya. "Ibu, aku selamat!" serunya.

Mbok Srini menangis bahagia. Sejak itu, mereka hidup bahagia, bebas dari ancaman raksasa. Kisah keberanian Timun Mas pun dikenal di seluruh negeri.

Cerita rakyat Jawa Tengah, seperti Asal Usul Rawa Pening, Kisah Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang, dan Timun Mas, tidak hanya memberikan hiburan, tetapi juga menyampaikan nilai-nilai karakter yang penting bagi anak-anak. Dalam dunia yang semakin digital, cerita-cerita ini menjadi media yang efektif dalam pendidikan karakter.

Melalui tokoh protagonis yang menunjukkan keberanian, kebaikan hati, dan keteguhan, serta tokoh antagonis yang menunjukkan akibat dari kesombongan, cerita-cerita ini memberikan pelajaran moral yang berharga. Misalnya, dalam cerita Asal Usul Rawa Pening, nilai kebaikan hati dan balas budi diajarkan melalui perbuatan Baru Klinthing, yang menyelamatkan nenek dan menjadi pelindung desa. Sementara dalam Kisah Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang, kita belajar tentang kecerdikan dan keteguhan hati dalam menghadapi tantangan, meskipun dengan konsekuensi dari ketidakjujuran.

Di sisi lain, Timun Mas mengajarkan tentang keberanian dan kepandaian menghadapi rintangan, serta pentingnya berbuat baik dan menjaga janji. Semua cerita ini menyampaikan pesan bahwa karakter yang kuat dapat dibentuk melalui pendidikan yang melibatkan nilai-nilai kearifan lokal.

Ketiga cerita rakyat tersebut bukan hanya menghibur, tetapi juga memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga bagi pembaca. Di tengah perkembangan teknologi dan budaya digital saat ini, cerita-cerita seperti ini tetap relevan untuk mengajarkan generasi muda tentang nilai-nilai moral, etika, dan kearifan lokal yang perlu dijaga dan dilestarikan.

Referensi

Qori'ah, P., Ningsih, R., Nusantara, U., & Kediri, P. (2021). Pembentukan Pendidikan Karakter Pada Siswa SD Dengan Media Cerita Rakyat "Malin Kundang." https://proceeding.unpkediri.ac.id/index.php/kkn/article/download/1390/1087/4965

Uswatun Khasanah, Fathurohman, I., & Setiawan, D. (2022). Pendidikan Karakter Dalam Cerita Rakyat Genuk Kemiri. Jurnal Educatio FKIP UNMA, 8(1), 60--64. https://doi.org/10.31949/educatio.v8i1.1611

Santo. (2023). 6 Cerita Rakyat Jawa Tengah Terpopuler dan Sinopsisnya, Termasuk Timum Mas. Detik.com. Diakses 30 November 2034 dari https://www.detik.com/jateng/budaya/d-6595539/6-cerita-rakyat-jawa-tengah-terpopuler-dan-sinopsisnya-termasuk-timun-mas

Ragam info. (2023). 2 Contoh Cerita Rakyat dari Jawa Tengah Singkat untuk Dongeng Anak. Kumparan.com. Diakses 30 November 2024 dari https://kumparan.com/ragam-info/2-contoh-cerita-rakyat-dari-jawa-tengah-singkat-untuk-dongeng-anak-21cY2uj77Wr/1

Tim detikTravel. (2022). Legenda Rawa Pening Semarang dan Kisah Naga Baru Klinthing. Detik.com. Diakses 30 November 2024 dari https://www.detik.com/jateng/budaya/d-6304166/legenda-rawa-pening-semarang-dan-kisah-naga-baru-klinthing

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun