Ki Hajar pun pergi untuk bertapa. Hari demi hari berlalu, tetapi ia tidak kunjung kembali. Nyai Selakanta mulai khawatir.
"Kenapa Ki Hajar belum pulang juga? Aku berharap dia baik-baik saja," gumam Nyai Selakanta, cemas menunggu suaminya.
Namun, keajaiban terjadi. Tanpa diduga, Nyai Selakanta mendapati dirinya hamil, meskipun suaminya belum pulang. Dengan kebingungan dan perasaan campur aduk, ia melahirkan seorang anak. Tetapi, alangkah terkejutnya ia ketika yang keluar bukan bayi manusia, melainkan seekor naga raksasa!
Anak naga itu, yang kemudian diberi nama Baru Klinthing, bertanya dengan suara yang berat, "Ibu, siapa ayahku?"
"Ayahmu adalah Ki Ageng Salokantara," ungkap Nyai Selakanta ketika Baru Klinthing bertanya tentang ayahnya. Namun, ayahnya menolak mengakui Baru Klinthing kecuali ia menjadi manusia. Untuk itu, ia harus bertapa mengelilingi Gunung Telomoyo.
Saat bertapa, tubuhnya dilukai pemburu. Setelah dipotong-potong dan dagingnya dibagikan, Baru Klinthing berubah menjadi anak kecil. la meminta makan kepada penduduk yang telah memakan dagingnya, namun ditolak. Hanya seorang nenek tua yang berbaik hati mau menolongnya.
"Nenek, naiklah ke lesung ini. Air bah akan menenggelamkan desa," ujar Baru Klinthing sebagai balas budi. Kemudian ia menancapkan lidi di lapangan dan menantang warga mencabutnya. Tak seorang pun berhasil. Ketika Baru Klinthing mencabut lidi tersebut, air meluap menenggelamkan desa. Desa itu berubah menjadi Rawa Pening.
2. Kisah Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang
Pada zaman dahulu, di tanah Jawa, terdapat sebuah kerajaan besar bernama Prambanan. Kerajaan ini dikenal dengan kedamaian dan kemakmurannya. Namun, kedamaian itu tidak berlangsung lama. Suatu hari, kerajaan Prambanan diserang oleh pasukan Pengging, sebuah negeri yang dipimpin oleh seorang pria bernama Bandung Bondowoso.
Bandung Bondowoso, yang dikenal dengan sifatnya yang kejam dan ambisius, segera menguasai kerajaan Prambanan. Dengan kekuatan sakti dan pasukan jin yang ia miliki, ia memerintah dengan tangan besi.