Mohon tunggu...
Sheila MustafidaRossandini
Sheila MustafidaRossandini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan S1 di Universitas Negeri Semarang Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Saya memiliki hobi traveling dan membaca hal yang menarik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menanamkan Karakter Anak melalui Cerita Rakyat Jawa Tengah di Era Digital

2 Desember 2024   10:10 Diperbarui: 2 Desember 2024   10:34 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Candi Prambanan & Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang (Sumber: Rakyat Priangan)

Kemajuan teknologi mengubah gaya hidup dan pendidikan, namun pendampingan anak tetap penting untuk mencegah dampak negatif seperti ketergantungan dan perubahan perilaku.

Karakter seseorang adalah ciri khas yang membedakannya dengan individu lain. Pembentukan karakter harus dimulai sejak dini melalui pembiasaan yang sesuai norma. Sayangnya, pendidikan di sekolah saat ini lebih berfokus pada pengetahuan, sementara pengembangan sikap dan karakter kurang diperhatikan. Pendidikan karakter penting untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bermoral baik.

Cerita rakyat menjadi media efektif dalam pendidikan karakter. Sebagai bagian dari folklor, cerita rakyat mengandung nilai moral, kearifan lokal, dan pesan edukatif, seperti kepahlawanan dan pengabdian. Cerita ini juga berfungsi sebagai alat kontrol sosial dan pendidikan anak.

Melalui cerita tokoh protagonis, anak diajarkan perilaku terpuji, sementara tokoh antagonis memberi pelajaran tentang konsekuensi dari perbuatan buruk. Dengan memanfaatkan cerita rakyat secara kreatif, pendidik dapat membangun generasi yang cerdas dan berbudi pekerti luhur, sekaligus melestarikan identitas budaya di era digital.

Sebagai contoh, Jawa Tengah memiliki banyak cerita rakyat dalam bentuk dongeng, legenda, dan mitos. Cerita-cerita ini tidak hanya menarik untuk disimak, tetapi juga menyampaikan pesan moral yang membantu anak memahami nilai-nilai baik dalam kehidupan.

1. Asal Usul Rawa Pening

Dahulu kala, di lembah Gunung Merbabu dan Telomoyo, hidup pasangan Ki Hajar dan Nyai Selakanta. Mereka dikenal pemurah meski belum memiliki anak.

Pada suatu hari, Nyai Selakanta merasa cemas. Ia sangat ingin sekali memiliki anak, dan ia pun mengungkapkan keinginannya itu kepada suaminya.

"Aku ingin sekali punya anak, Ki Hajar," ujar Nyai Selakanta dengan suara lembut namun penuh harapan.

Ki Hajar, yang selalu berusaha memenuhi keinginan istrinya, berpikir keras. "Kalau begitu, aku akan bertapa ke lereng Gunung Telomoyo. Mungkin dengan cara itu, Tuhan akan memberkati kita," jawabnya mantap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun