"Bagaimana bisa satu per satu yang ku miliki kini pergi meninggalkanku? Ah ya maaf Tuhan, semua ini memang milik-Mu. Tak pantas aku mencerca begitu, hanya saja yang membuatku merenggas adalah karena hal ini terjadi berangsur-angsur dan bagiku rasanya aku belum siap menghadapinya, walaupun ku tau pasti aku siap bagi-Mu" gadis itu berdialog dengan diri sendiri.
Sekelebat bayangan muncul dibenaknya.
Terlintas sesosok pria berpostur rata-rata, diantara rambut hitamnya mencuat rambut yang mulai memutih, terdapat kumis yg ikut memutih jua, mata sayunya sama seperti kepunyaan gadis itu, garis wajahnya tegas namun bibirnya tampak selalu tersenyum ramah membuatnya terlihat menyenangkan.
"Oh Tuhan, dimana kah orang itu sekarang?" lirihnya.
Sosok pria itu telah lama menghilang, entah kemana. Tak ada yang tau keberadaannya. Hampir genap enam bulan ia meninggalkan kami disini, tanpa komunikasi, tanpa kabar. Aku yakin ia masih hidup disuatu tempat. Aku tak ingin berburuk sangka, tentang kepergiannya ini. Aku tau, ya amat sangat tau, alasan mengapa ia meninggalkan kami, dan itu amat mengiris hati. "Demi kami, keluarganya"
"Ayah.. aku rindu.."
"Ayah kami membutuhkanmu.."
"Lekaslah pulang.."
"Ayah.. ayah.. Ya Allah.."
"Ayah.." rintihnya berulang kali. Ada kilatan dibolamatanya yang cembung, menggenang, mengalir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H