Jika lagu selalu di identikkan dengan suasana hati atau gambaran tentang lokasi atau tujuan. Tidak demikian denganku, kawan. Maskulinnya Sumatera tidak berbanding lurus dengan lagu yang sering kuteriakan sendiri kalau aku sedang bosan di atas motor kala melintas perkebunan sawit. Sesekali ketika PMS muncul aku sering melafalkan bait-bait sendu ini dengan penuh rasa.
Aku tak hafal lagu ini sampai selesai. Setengahnya pun tidak. Jadi biasanya hanya kuulang dibagian awal lagu sampai aku bosan, lalu ketika sadarku datang, doa-doa lah yang kulafalkan berulang, bukan lagu-lagu cengeng yang akan membuat oleng.
Tentu lagu ini sangat familiar denganku yang hampir setiap pagi semenjak kecil selalu diperdengarkan dengan volume paling maximal di rumah, apalagi kalau bukan kumpulan lagu-lagu milik Ayah di era tahun 70, 80, dan 90. Lagu-lagu tahun itu menurutku sangat enak di dengar. Aku juga pendengar setia radio sampai sekarang. Intinya aku tahu lagu-lagu jaman sekarang, tapi tak pernah tahu judul dan penyanyinya. Haha. Kalau kebetulan di televisi ada vidio klip, aku baru ngeh kalau lagu yang sering kudengar di radio itu lagu Uptown Funk-nya Bruno Mars feat Mark Ronson. Atau penyanyi dangdut yang katanya berprofesi ganda sebagai PSK yang baru saja terjaring di Lampung, Hesty si mojang priangan, dengan lagu tenarnya cintaku klepek-klepek itu ternyata lagu yang sering kudengar di sebuah radio dangdut paling tenar di Bandung.
Lagu favorit ini kudengar di kapal Merak Bakauheni. Aku masih ingat wajah Bapak itu, wajah Sumatera dengan karakter yang kuat. Beliau ini sepertinya adalah penumpang kapal, sama sepertiku dan menghadiahi kami lagu melankolis yang bertolak belakang dengan wajahnya. Ekspresinya saat menyanyikan lagu ini nyata benar seperti cerita hidupnya. Vokalnya yang melengking tinggi menggema ke seluruh penjuru kapal. Aku mendengarkan dengan khusuk, bahkan diam-diam mengambil fotonya dengan ponselku. Hahaha. Buat apa coba? Untuk dokumentasi dong.
Sampai aku turun dari kapal, hanya lagu itu yang kuingat-ingat. Anehnya, lagu sedih itu selalu berhasil menaikkan semangatku beberapa level yang kadang hampir kandas di jalan yang senyap. Ah, pasti kalian penasaran sekali dengan lagu itu kan? Sabar ya, aku perlu mencari judul dan penyanyi di USB milik Ayah, hasil donlot adik laki-lakiku.
Lagu ini era 90 an, judulnya Kucari Jalan Terbaik, penyanyinya Pance Pondaag. Aih, pasti kamu tidak tahu kan. Mungkin waktu lagu ini dibuat, kamu belum lahir atau masih pake pampers? Hahaha. Lagu ini mungkin tak sesuai dengan garangnya Sumatera tapi favorit itu bersifat subjektiv, kawan. Hahaha
Aku tak keberatan kalau kamu mentertawakan selera musikku yang hadeuhhhh. Jangankan kamu, lah aku aja suka ngakak sendiri kalau dengar lagu ini. LOL. Kok ya bisa, lagu ini menjadi lagu kebangsaan yang kunyanyikan di sepanjang Sumatera.Â
Tak usah berkecil hati hanya karena selera musikmu tak sekelas jazz. Tak usah malu juga kalau suatu ketika kamu ketahuan sedang mendengarkan lagu dangdut koplo padahal ngakunya beraliran heavy metal.Â
Ini soal rasa, gaes :P
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H