Mohon tunggu...
Shecilia Kriestyaning
Shecilia Kriestyaning Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi semester 2 Fakultas Ilmu Budaya Departemen Studi Kejepangan Universitas Airlangga.

Hanya manusia yang sedang memberanikan diri belajar menulis dan berbagi opini.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Benarkah Kegagalan Hasil SBMPTN Bibit Awal Kesadaran Akan Depresi?

16 Juni 2022   10:00 Diperbarui: 16 Juni 2022   10:14 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Emang depresi atau mental health lainnya bisa self diagnosa ya?

Pandemi hampir berakhir! Gimana kabar kalian? Pasti pada sibuk sekolah, kerja kembali ke kantor, rutinitas yang kita rindukan akhirnya sudah kembali. 

Semoga keadaan semakin baik dan selalu sehat untuk semuanya. Ngomong-ngomong, setelah pandemi berakhir, bukan berarti depresi semakin berkurang ya, justru karena perubahan kembali beradaptasi dan keterbukaan sesama manusia mengenai pentingnya kesehatan mental makin terbuka luas.

Lalu yang terpenting, bulan Juni-Juli adalah bulan keramat bagi kebanyakan siswa yang telah lulus SMA/SMK seluruh Indonesia. Satu minggu terhitung sejak penerbitan opini ini adalah hari yang dinantikan seluruh calon mahasiswa Indonesia untuk menerima hasil kerja keras selama ini. Apalagi jika bukan pengumuman hasil SBMPTN? Yap, bibit-bibit kesadaran tumbuh depresi bisa dimulai dari kegagalan masuk jalur SBMPTN.

 Apalagi ditambah deretan kegagalan lainnya yang menyusul setelah kembali berjuang di jalur lain. Sungguh, tak mudah melewati itu semua. Rasa khawatir, malu, kecewa pada diri sendiri justru memuncak setelah menghadapi realita pahit bahwa hidup tak selamanya harus berpihak pada keinginan kita. Lalu, bagaimana cara mengatasinya kak?

Tidak apa-apa! Menangislah jika memang ingin menangis. Kalian tidak butuh sederet kalimat motivasi, yang kalian butuhkan hanyalah waktu untuk menenangkan diri. Jangan terlalu lama ya, ayo berusaha untuk bangkit. Lelah itu pasti, kalian dinyatakan benar-benar gagal ketika 'menyerah'. 

Jika harus menunda, juga tidak apa-apa, pastikan energi api semangat untuk berjuang tidak pernah padam. Pertahankan meskipun sedang redup. Berjuanglah sambil memetik hikmahnya hingga kalian berhasil memetik hasil yang manis atas usaha, doa dan kesabaran kalian. Semangat ya!

Kak, temen aku ada yang sedang berduka (baik karena berita duka maupun gagal), frustasi dengan kehidupannya, aku sebagai teman harus ngapain? Terimakasih sudah peduli kepada temannya ya. 

Penulis hanya bisa menyarankan untuk tetap mendukung di sisinya, menunggu di waktu yang tepat bila temanmu belum ingin membuka suara untuk bercerita kepadamu. Jika bisa, ajak healing versi kalian, dan katakan semuanya akan baik-baik saja, badai pasti berlalu, tetap semangat. 

Atau jika Anda sendiri canggung untuk bertemu dengannya, Anda bisa mengirimkan beberapa snack favoritnya beserta catatan kecil untuk membuatnya tersenyum meski sebentar. Banyak cara yang bisa Anda lakukan demi kebaikan teman Anda. Berusahalah berempati dan berikan dia waktu untuk berdamai dengan dirinya sendiri. Semangat ya!

Beberapa waktu yang lalu, sering kali ketika saya sroll timeline sosial media, banyak yang melabeli dirinya sedang depresi. Namun, herannya kenapa depresinya nyusahin orang lain ya? Suka kesel ngga sih?

Tapi ya, tak memungkiri juga, barangkali orang itu atau bahkan orang terdekat kita memang mengalami depresi ketika melabeli dirinya sendiri. Inget! Bukan self diagnosa ya. Depresi itu ngga enak. Tidur tak tenang, makan tak selera, udahlah rasanya pengen tidur mulu, ngga pengen bangun. 

Eh ngga ding, yuk sama-sama berjuang sembuh! Yaa, pokoknya depresi itu ngga enak. Bukan untuk diumbar bahkan meminta untuk dimengerti tanpa mau mengerti, apalagi ninggalin tanggung jawab dengan dalih depresi.

Teman teman, depresi bukanlah suatu alasan untuk meninggalkan tanggung jawab. Jika memang membutuhkan waktu untuk sendiri, beri tau kepada siapapun, dan jangan terlalu lama berlarut hingga merepotkan pihak lain. 

Selesaikan apa yang telah di amanahkan kepada kalian. Cobalah untuk berbuka kepada beberapa orang yang Anda percaya, barangkali Anda hanya membutuhkan seseorang yang mau mendengarkan kesulitan dan kekacauan yang sedang Anda alami. Segeralah berobat menuju psikolog terpercaya, jika belum bisa mempercayai siapapun, jangan menyerah untuk sembuh demi kebaikan semua orang yang terlibat dalam kehidupanmu. Oke?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun