Mohon tunggu...
she saveasriana
she saveasriana Mohon Tunggu... Guru - Universitas Negeri Jakarta

saya adalah mahasiswa Universitas Negeri Jakarta dengan Program Studi Pendidikan Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Fenomena Flexing Pada Remaja

24 Oktober 2023   08:58 Diperbarui: 24 Oktober 2023   13:38 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Fenomena flexing ini sangat lah begitu cepat terjadi kenapa karena media sosial dan alat komunikasi yang semakin canggih dan populer yang bisa membawa arus perubahan bagi setiap remaja-remaja saat ini, bisa itu dengan perubahan yang positif dan juga negatif. Dalam hal ini perubahan yang positif misalnya dengan adanya media sosial anak remaja bisa mengembangkan talenta, bakat, minat, multitasking, cepat dalam mengakses informasi dan berita-berita baik yang eksternal dan internal, meningkatkan sumber pengetahuan dalam hal-hal yang baru,mendukung proses cara belajar,  bisa mendapat penghasilan, dan masih banyak lagi yang bisa di peroleh oleh remaja-remaja yang bisa menggunakan media sosial itu dengan baik. Lalu kalau untuk hal negatifnya tidak lari dari fenomena flexing, tidak bisa membagi waktu, apa yang di miliki orang lain dia juga harus miliki, timbulnya rasa iri, benci, tidak senang terhadap orang lain yang mungkin lebih tinggi dari dia, berteman, berbaur, berkomunikasi, hanya dengan orang-orang yang dia rasa kaya, banyak uang, outfit yang keren dan tren, yang cantik dan glowing karena memiliki dan sanggup membeli scincare yang mahal dengan  harga-harga tinggi,   dan itu lah yang terjadi pada remaja-remaja saat ini.

Fenomena flexing sangat terpengaruh baik di lingkungan pendidikan dan juga lingkungan sosial, di lingkungan pendidikan ada sisi baik dan buruknya flexing di media sosial salah satu sisi baiknya di lingkungan pendidikan ialah dapat menciptakan motivasi dan mendorong contohnya  teman di media sosial upload video prosesnya dan caranya belajar yang pada akhirnya dapat prestasi yang baik dan menjadi mahasiswa lulusan terbaik pula pada pendidikan tersebut. Dengan begitu timbullah motivasi bagi remaja yang lain yang melihat dan menonton video tersebut atau bisa memengaruhi dan meningkatkan semangat bagi remaja-remaja yang masih dalam pendidikan juga dengan begitu mereka bisa mengangkat derajat keluarga, orangtua,dan orang-orang yang mereka cintai. Sedangkan sisi buruknya dalam lingkungan pendidikan ialah timbulnya rasa minder, tidak percaya diri karena melihat orang lain yang mungkin  mengupload foto dengan outfit yang keren, barang-barang berharga sehingga hal itu menimbulkan rasa rendah diri bagi setiap remaja-remaja yang mungkin tidak mampu dan bisa memiliki hal itu juga,  sehingga menganggap dirinya itu rendah dan tidak ada apa-apanya. Dalam sosial juga flexing yang terjadi di media sosial ini dapat membuat kesenjangan sosial yang mungkin orang lain tidak senang dan terima akan yang ada pada orang di lingkungan nya tersebut sehingga timbullah yang namanya kebencian, tidak terima dengan keberhasilan dan pencapaian orang lain sehingga rasa sosial itu tidak tercipta.

Dalam hal ini fenomena flexing yang di sebabkan oleh media sosial itu semua kembali  kepada pemikiran setiap kita/ remaja-remaja apakah kita memilih untuk terbawa arus berlebihan,  atau biasa-biasa saja yang pada akhirnya kita sendiri yang menanggung akibatnya. Atau sebaliknya  media sosial yang ada pada saat ini kita jadikan acuan untuk memperoleh pengetahuan yang baru atau hanya ingin bersaing dan menggunakan media sosial tersebut sebagai jalan untuk menampakkan apa yang kita miliki, siapa diri kita dan hanya karena kita butuh pengakuan, dan pujian dari orang lain.

Kesimpulannya, fenomena flexing pada remaja adalah sebuah fenomena kompleks yang memiliki dampak  positif dan negatif. Penting bagi kita untuk memahami dan membahasnya dengan bijaksana. Remaja perlu di berikan pengarahan yang tepat untuk memahami nilai-nilai yang benar dan menghargai diri mereka sendiri tanpa terjebak dalam budaya pamer yang sering kali hanya menyebabkan tekanan sosial dan materialisme yang tidak sehat.

           

                                                                                                 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun