Cokelat. Siapa sih yang tidak mengenal makanan yang satu ini? Dari balita hingga orang dewasa tentu mengenal makanan ini. Bahkan, sebagian besar diantara mereka adalah penggemar cokelat sejati.
Kemajuan teknologi saat ini didukung kreativitas tiap individu, membuat cokelat kini diolah menjadi berbagai bentuk makanan dan minuman. Tak terhitung kini ada berapa jenis inovasi makanan dan minuman berbahan cokelat. Oleh karena itu, bisnis cokelat kini banyak dilirik sebagai usaha yang menjanjikan. Dan, hal ini pula yang mendorong saya untuk menekuni bisnis manis ini.
Berawal dari hobi makan cokelat, saya mulai berpikir tentang bagaimana caranya bisa memproduksi cokelat sendiri. Sejak tahun 2014 saya mulai tertarik dengan dunia cokelat. Saya mulai browsing di internet tentang cara membuat cokelat, variasi bentuk cokelat, dan sebagainya.
Ternyata tak hanya bisa saya nikmati sebagai camilan saja, kini saya pun mulai fokus untuk menekuni bisnis cokelat. Cokelat yang dulu hanya dikenal dengan bentuk dan varian yang itu-itu saja, kini saya bisa membuat berbagai bentuk karakter lucu dari bahan cokelat.
Tahun 2015, saya mulai fokus membuat cokelat. Saat itu saya masih bekerja sebagai Admin Branch Operasional di salah satu perusahaan swasta di Kudus. Kesibukan saya sebagai seorang karyawan, membuat saya tak punya banyak waktu untuk bisa menekuni usaha cokelat. Saya hanya membuat cokelat saat libur kerja.Â
Setiap karya cokelat yang saya hasilkan, saya selalu upload di media sosial. Ternyata respon dari teman di dunia maya sangat antusias. Saya pun iseng-iseng mempromosikan cokelat buatan saya di media sosial. Dan, tak disangka pembeli pun berdatangan.
Kebanyakan pelanggan saya adalah remaja usia 15-20 tahun. Mereka membeli cokelat sebagai hadiah untuk teman atau pacar yang ulang tahun. Saya selalu berusaha untuk memenuhi keinginan customer saya dengan sepenuh hati. Meski saat itu, bahan dan cetakan saya masih sangat terbatas tapi saya berusaha untuk memenuhi keinginan customer agar mereka tidak kecewa.
Saya berusaha untuk terus menggali informasi mengenai bisnis cokelat ini dari berbagai sumber. Karena saya dan keluarga sama sekali tidak memiliki basic sebagai chocolatier, alhasil saya hanya mengandalkan internet dan media sosial sebagai 'sekolah' saya. Bermodal internet, kini saya bisa membuat berbagai model cokelat tak hanya untuk hadiah ulang tahun tetapi juga untuk souvenir pernikahan, pertunangan, baby shower, haji, dan sebagainya. Saya selalu berusaha untuk memasukkan mindset bahwa cokelat harus ada dalam setiap momen spesial.Â
Menekuni bisnis cokelat ternyata lebih memikat hati saya daripada menjadi wanita karir. Akhirnya tahun 2016, saya memutuskan untuk resign dari perusahaan tempat saya bekerja dan benar-benar fokus pada bisnis cokelat. Saya mulai ditantang untuk menjadi seorang yang multi talent dalam usaha saya, karena semuanya saya kerjakan sendiri. Mulai dari produksi, design, marketing, dan lain-lain.
Kreativitas saya juga sangat dituntut untuk selalu berkembang. Oleh sebab itu, saya mulai membuat inovasi dan trik agar pelanggan tidak bosan dengan cokelat buatan saya. Setiap bulan saya meluncurkan model cokelat baru untuk membuat pelanggan selalu tertarik. Kini, pelanggan saya tak hanya dari kalangan remaja saja tetapi juga merambah pada kaum ibu-ibu dan bapak-bapak.Â
Suka Duka Bisnis Cokelat
Menjalani bisnis di lingkungan kota kecil, membuat bisnis saya menjadi cibiran tetangga. Pasalnya mereka berpikir bahwa bekerja sebagai karyawan lebih baik daripada harus menjadi 'bakul cokelat'. Apalagi status saya sebagai seorang istri, yang harus mengurus rumah tangga dan keluarga 24 jam penuh. Hal ini membuat saya harus membatasi waktu untuk kerja dan waktu untuk keluarga.
Namun, saya tak ambil pusing dengan perkataan mereka. Saya memiliki keyakinan bahwa saya mampu untuk menjalani bisnis ini. Saya juga berusaha untuk mengubah pandangan orang-orang mengenai produk saya. Mindset yang saya tanamkan bahwa produk cokelat saya tidak seperti produk cokelat pabrikan seperti yang banyak beredar di masyarakat. Produk saya adalah produk berkelas meski dikerjakan di rumah.
Suami dan keluarga juga sangat mendukung usaha saya, toh semuanya saya dilakukan di rumah sehingga saya bisa mengerjakan bisnis dan mengurus rumah dalam waktu bersamaan. Meski saya hanya memasarkan produk cokelat ini secara online, tapi respon pasar online sangat positif.Â
Pelanggan saya tak hanya dari Kudus saja (kota tempat tinggal saya), tetapi juga sudah sampai ke luar Pulau Jawa seperti NTB, Jayapura, Kalimantan, Sumatera, Bali dan sebagainya. Bahkan ada juga pelanggan yang bekerja di Singapura, Malaysia dan Jepang, ketika pulang ke Indonesia mereka membeli cokelat saya untuk dibawa sebagai oleh-oleh di tempat mereka bekerja.
Para pelanggan juga mengaku puas dengan produk saya, meski saya hanya menjual secara online. Kemudahan teknologi dan transportasi membuat saya tidak begitu merasa kesulitan untuk mengirim produk saya hingga ke luar Pulau Jawa.
Menjalani bisnis cokelat kini menjadi dunia saya. Saya sangat menikmati profesi saya saat ini. Meski saya belum memiliki toko offline, tapi saya yakin suatu saat nanti saya pasti bisa mewujudkan mimpi itu. Saya yang sama sekali tidak memiliki basic seorang wirausaha, kini selalu dituntut untuk mengembangkan usaha saya. Oleh karena itu, saya rajin mengikuti seminar wirausaha, pelatihan UMKM, dan apapun itu yang bisa menunjang perkembangan bisnis saya.
Bagi saya, meski modal yang saya keluarkan bisa dibilang recehan, tapi saya ingin bagaimana mengubah recehan ini menjadi milyaran. Ya, bisnis cokelat tak hanya semanis rasanya tapi juga semanis hasilnya.
Dari Kisah Pribadi
Nurry Savitri
Owner Nurry Choco by Cokelat Kudus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H