[caption id="attachment_340840" align="aligncenter" width="300" caption="PASAR WERGU KUDUS"][/caption]
Jika Anda kebetulan singgah di Kota Kudus, sempatkanlah berkeliling sebentar di jalan Johar desa Wergu, Kudus. Di sini, Anda akan menemukan sebuah stasiun yang dipenuhi pedagang dengan segala macam dagangannya. Mulai dari bahan sembako, sayuran, buah-buahan, hingga yang paling ramai dipadati pembeli adalah penjual burung dan aneka satwa lainnya.
Tak seperti suasana stasiun pada umumnya yang dipenuhi para penumpang kereta api, stasiun Kudus justru dipenuhi oleh para pedagang yang menjajakan dagangannya. Mereka bukan pedagang asongan seperti yang sering kita jumpai di stasiun lain. Mereka memang pedagang yang dari pagi hingga sore membuka lapaknya di atas emplasemen stasiun Kudus.
Ya, Pasar Wergu atau Pasar Johar Kudus memang berdiri di sebuah bangunan bekas stasiun Kudus. Keberadaan pasar ini merupakan bukti sejarah bahwa di Kudus pernah berdiri sebuah stasiun yang menjadi jalur transportasi masyarakat Kudus pada masa itu.
[caption id="attachment_340842" align="aligncenter" width="300" caption="BAGIAN LUAR PASAR WERGU "]
Stasiun Kudus didirikan pada tahun 1895 oleh perusahaan transportasi milik kolonial Belanda bernama Semarang Joana Stroomtram Maatschappij (SJS). Stasiun Kudus merupakan jalur transit yang cukup sibuk pada masa itu. Sebab, letaknya strategis yang menghubungkan jalur Semarang-Juwana hingga Lasem, serta menghubungkan jalur Mayong, Gotri dan Pecangaan di Jepara.
Namun, pada tahun 1980 banyaknya pelebaran jalan membuat warga memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi. Sehingga stasiun Kudus pun akhirnya dinonaktifkan. Oleh pemerintah setempat, keberadaan stasiun itu dimanfaatkan sebagai pasar untuk menampung pedagang yang direlokasi dari Pasar Wergu Lama.
Tak ada yang berubah, saat saya memasuki pasar ini. Bangunan asli stasiun Kudus memang masih utuh meski di bagian emplasemen dan peron stasiun kini dipenuhi lapak-lapak pedagang. Di beberapa bagian dalam pasar masih banyak ditemukan rel yang menjadi landasan gerbong kereta api. Namun, sebagian rel yang berada di emplasemen juga ada yang sudah terkubur bangunan baru. Ornamen-ornamen stasiun berupa plang nama stasiun dan nomor jalur juga masih tergantung hingga saat ini. Bahkan, kantor kepala stasiun kini dimanfaatkan sebagai kantor pengelola pasar.
[caption id="attachment_340843" align="aligncenter" width="300" caption="BEKAS REL DI DALAM PASAR WERGU"]
[caption id="attachment_340844" align="aligncenter" width="300" caption="PLANG JALUR KERETA API MASIH TERGANTUNG"]
[caption id="attachment_340845" align="aligncenter" width="300" caption="KANTOR PENGELOLA PASAR WERGU"]
Saya juga menyempatkan diri untuk mengobrol sejenak dengan Pak Kasturi, salah seorang pedagang di Pasar Wergu. Beliau juga kebetulan warga asli Wergu, jadi paham benar tentang asal mula bangunan pasar ini.
“Kami para pedagang memang sengaja tidak melepas plang nama itu. Paling ya cuma dibersihkan biar debunya hilang. Itu kan bukti sejarah masak mau dihilangkan,” tutur Pak Kasturi.
Pak Kasturi juga menunjukkan pada saya, kalau stasiun ini dulu juga mempunyai dipo lokomotif. Namun, dipo lokomotif Kudus yang letaknya di sebelah timur stasiun, kini sudah beralih fungsi menjadi kios usaha laundry karpet, dan emplasemen dipo menjadi tempat parkir truk.
[caption id="attachment_340846" align="aligncenter" width="300" caption="PAPAN NAMA MILIK PT KAI MASIH TERPASANG"]
Pasar yang ramai beroperasi sejak pagi ini, mulai sepi saat memasuki tengah hari. Jika masih ada pedagang yang masih sibuk melayani pembeli, kebanyakan adalah pedagang beras, burung dan sepeda. Ya, Pasar Wergu memang dikenal sebagai pusat para tengkulak beras. Selain itu, pasar ini juga disebut pasar burung karena pasar ini menyediakan berbagai jenis unggas dan beberapa satwa lainnya. Para penggemar unggas dari beberapa daerah lain juga sering datang kesini.
Meski terlihat agak kumuh, tapi saya pribadi kagum atas usaha warga setempat yang masih melestarikan bangunan ini. Dari perbincangan saya bersama Pak Kasturi, kabarnya Pasar Wergu akan segera direlokasi oleh Pemerintah Kudus. Tempat untuk relokasi pedagang pun katanya sudah disiapkan pemerintah. Namun, Pak Kasturi dan pedagang yang lain belum tahu tujuan adanya relokasi tersebut. Apakah stasiun Kudus ini nantinya akan dibubarkan dan diganti bangunan baru? Ataukah, direnovasi sedemikian rupa dan dimanfaatkan sebagai destinasi wisata baru di Kudus? Hmm... saya harap pilihan yang kedua itu akan diamini oleh pemerintah setempat. Pasalnya, bangunan sejarah ini bisa menjadi potensi wisata baru bagi Kota Kudus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H