Dilansir dari TEMPO (2024) Pada Rabu, 16 September 2024 masyarakat adat Papua menggelar aksi demonstrasi di jalan merdeka barat. Dalam aksinya mereka menolak program Food Estate seluas 2 juta hektare yang akan mencaplok hutan adat. Mereka mendesak Presiden, Menteri Pertahanan dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, segera menghentikan proyek Food Estate untuk pengembangan kebun tebu dan bioethanol, dan proyek cetak sawah baru sejuta hektar. Demonstrasi ini juga mendapat dukungan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) sebuah organisasi yang sejak lama mengkritisi proyek-proyek yang dianggap berpotensi merusak lingkungan. Walhi (2021) Â mencatat bahwa mencatat proyek bukan solusi yang efektif untuk memenuhi kebutuhan pangan di wilayah tersebut, melainkan membuka jalan bagi perusahaan besar untuk mengeksploitasikan lahan. Aksi protes yang dilakukan oleh masyarakat adat tidak lain dan tidak bukan merupakan cerminan dari perlawanan terhadap kebijakan pembangunan yang sering kali mengabaikan kepentingan masyarakat lokal.Â
Di era yang digital saat ini, media sosial juga bisa menjadi wadah untuk mendukung gerakan sosial ini. dengan penggunaan tagar #TolakFoodEstate masyarakat dapat berpartisipasi dan menyatukan ribuan suara dari berbagai daerah untuk mendukung perjuangan masyarakat lokal dalam mempertahankan lahan mereka dari kerusakan. Namun gerakan ini menghadapi tantangan besar dari sisi kebijakan dan kekuatan korporasi yang mendukung proyek tersebut. Maka meskipun masyarakat banyak yang mendukung gerakan ini seringkali suara masyarakat tidak cukup untuk melawan kepentingan ekonomi yang ada.Â
kesimpulan
Proyek Food Estate ini menunjukkan bahwa asa ketimpangan besar dalam kebijakan yang dijalankan, di mana kepentingan ekonomi dan korporasi yang lebih diutamakan daripada keberlanjutan lingkungan dan hak-hak masyarakat adat. Dalam konteks Marxisme gerakan sosial atau gerakan kolektif ini muncul karena adanya ketimpangan dalam distribusi kekayaan dan kontrol atas alat produksi, yang di dalam kasus ini berupa akses dan kepemilikan lahan yang didominasi oleh kelas penguasa dan merampas hak-hak serta mengancam kesejahteraan masyarakat adat.Â
Proyek Food Estate seharusnya bisa menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional tanpa merenggut hak masyarakat adat dan menimbulkan masalah yang lebih besar. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan  juga sudah menjadi tugasnya untuk bisa mempertimbangkan hak-hak masyarakat adat bukan hanya mengutamakan keuntungan ekonomi jangka pendek saja sementara kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan terabaikan. Proyek- proyek seperti Food Estate dapat menciptakan ketimpangan sosial yang lebih besar dan kerusakan lingkungan yang sulit dipulihkan pemerintah seharusnya tidak hanya mempertimbangkan ambisinya saja dalam menangani krisis pangan ini tetapi juga harus mempertimbangkan hal-hal yang lain.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI