Memang benar apa yang dikatakan Hudan itu, tapi kata "harimau" yang dia maksud itu bukan Panthera Tigris Javanica melainkan Harimau Gaib jelmaan pasukan Prabu Siliwangi alias harimau jadi-jadian.Â
Hadeuh.. kalo itu mah bukan Panthera Tigris Javanica atuh kang, tapi Panthera Tigris Siliwangiensis.. gumam saya dalam hati sambil tersenyum sendiri kayak pemilik situs nikahsirri.com yang konon dinyatakan gila oleh istrinya sendiri.. Lah koq ngelantur ke mana-mana?Â
Maaf bro, ini cuma tulisan seorang blogger bukan berita buah pena wartawan profesional.Â
Sekilas Tentang Mitos Harimau dan Legenda Prabu Siliwangi di Hutan UjungkulonÂ
Harimau bagi masyarakat sekitar Taman Nasional Ujungkulon dan orang Sunda pada umumnya, merupakan hewan yang sakral karena erat kaitannya dengan legenda Prabu Siliwangi.Â
Seperti halnya masyarakat sekitar Leuweung Sancang di Garut, penduduk asli Ujungkulon juga mempercayai mitos tentang menghilang atau ngahiyang-nya Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran yang dipimpinnya pasca penyerbuan pasukan Islam Banten dan Cirebon yang juga dipimpin oleh keturunan Prabu Siliwangi.
Untuk menghindari pertumpahan darah dengan anaknya sendiri yang telah memeluk agama Islam, Prabu Siliwangi beserta para pengikutnya yang masih setia memilih untuk tapadrawa di hutan sebelum akhirnya nga-hyang.
Berdasarkan kepercayaan yang hidup di sebagian masyarakat Ujungkulon, sebelum Prabu Siliwangi nga-hyang bersama para pengikutnya, beliau meninggalkan pesan atau wangsit yang dikemudian hari dikenal sebagai "Wangsit Siliwangi". Salah satu bunyi wangsit yang populer di kalangan masyarakat Sunda yaitu: "Lamun aing geus euweuh marengan sira, tuh deuleu tingkah polah maung"
Begitu melekatnya legenda Prabu Siliwangi dengan budaya masyarakat sekitar TN Ujungkulon maka tidaklah mengherankan jika sampai sekarang sebagian warga masyarakat di sana masih meyakini keberadaan Harimau di dalam hutan belantara Ujungkulon yang memang masih relatif sangat utuh dibanding dengan hutan di kawasan lainnya di Pulau Jawa.
Kepercayaan sebagian masyarakat Ujungkulon akan Legenda Prabu Siliwangi juga telah melahirkan kearifan lokal berupa pamali atau mitos yang semuanya berkaitan dengan keberadaan Harimau Siliwangi yang mereka sebut dengan panggilan hormat: bapa kolot, abah kolot atau abah gede.
Selama berada di dalam hutan Ujungkulon ada beberapa tabu yang hingga sekarang masih diyakini oleh sebagian warga setempat antara lain:Â
- tidak boleh menyebut kata "maung" atau "kerud" melainkan dengan sebutan "bapa kolot" atau "abah gede" (kakek)
- tidak boleh menyebut buaya dengan kata "buhaya" tapi harus menyebutnya "panganten" (pengantin)
- tidak boleh makan, minum dan buang air kecil sambil berdiri Â
- tidak boleh memotong ranting pohon atau semak belukar dengan tangan kosong tanpa menggunakan benda tajam (seperti golok atau pisau)
- tidak boleh bersikap congkak dan/atau berkata sesuatu yang tidak sopan
- tidak boleh bersiul, bernyanyi, berteriak dan masih banyak lagi.Â