Matahari pagi masih terasa hangat sewaktu aku berangkat dari kediaman saya di Harapan Jaya Bekasi menuju rumah kawan lamaku, Indra Kusumah yang punya situs Direktori Wisata Indonesia di Cibubur.
Seperti biasa, aku mengambil rute Jalan Caman – Jl. Dr Ratna – Jalan Kodau – Jl. Kampung Sawah dan Jalan Pabuaran. Namun karena sudah cukup lama tidak berkunjung ke Cibubur, dari Jalan Rawa Dollar aku tidak belok kanan ke Jalan Ganceng tapi justru belok kiri ke Jalan Raya Kranggan sehingga terpaksa harus melewati Jalan Alternatif Cibubur yang sering dilakukan razia polisi lalu lintas.
Seorang pengendara ojek online berseragam hijau hitam sempat memberi aba-aba agar aku memutar balik sewaktu aku berpapasan dengannya beberapa meter sebelum persimpangan Jalan Raya Kranggan dan Jalan Alternatif. Tapi aku mengabaikannya karena aku memakai helm, SIM dan STNK. Sepeda motorku juga dalam kondisi sangat baik dengan plat nomor yang masih jauh dari kedaluarsa. Tapi satu hal yang aku lupa, SIM ku ternyata sudah tidak berlaku lagi.
“Selamat pagi, maaf mohon minggir sebentar pak.. “ kata pak polantas setengah baya dalam logat Jawa yang masih kental itu ramah.
“Maaf pak, boleh saya lihat SIM dan STNK nya?” tanya polantas berperawakan sedang itu singkat.
Dengan percaya diri akupun segera merogoh dompet dan menyerahkan SIM dan STNK sepeda motor ku kepadanya.
Dalam hitungan detik, pak polantas itu lalu berkata: ”Bapak saya tilang ya..”
“Lho, emang kesalahan saya apa pak?” Tanya saya bingung.
Dengan senyum ramah, pak polantas itu menjawab tegas:”SIM bapak sudah habis masa berlakunya pak, ini lihat tuh.. “ katanya sambil menunjukkan tanggal masa berlaku SIM ku.
“Waduh.. pak, gimana ya? Mana uang yang saya bawa tinggal sedikit lagi.. “ kataku dengan nada minta dikasihani.
“Lho, saya kan nggak minta uang pak.. “ katanya sambil menyerahkan surat tilang berwarna biru.
Dalam hati aku salut juga sama pak polantas yang sopan tapi tegas ini, oleh sebab itu sebelum pergi aku mohon ijin untuk mengambil fotonya.
“Oalah.. baru kali ini ada orang ditilang malah motret aku rek..” sahutnya dalam logat Jawa Timur.
“Nyantai aja pak, ini sekedar buat kenang-kenangan aja koq.. ” jawabku basa-basi. Padahal maksudku mengambil gambarnya untuk antisipasi seandainya STNK motor ku yang disitanya tidak ada setelah aku membayar denda tilangnya nanti.
Singkat cerita setelah menunggu selama dua minggu, tibalah saatnya aku mengurus denda tilang pada hari Jum’at, 31 Maret 2017 di kantor PN Jakarta Timur sebagaimana yang tertulis pada surat tilang.
Dari hasil Googling, aku mendapat informasi bahwa sejak tanggal 27 Januari 2017 Pengadilan Negeri Jakarta Timur telah melakukan Pelaksanaan Penyelesaian Perkara Lalu Lintas/Tilang Cara Baru sesuai Peraturan Mahkamah Agung No.12 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Lalu Lintas.
Tanpa menunda lagi akupun langsung mengunjungi website http://tilang.pn-jakartatimur.go.id untuk mengecek berapa denda yang harus aku bayar. Namun sayangnya malam itu website tersebut hanya menampilan gambar cemen dan tulisan pemberitahuan :
We’ll be back soon!
Maaf untuk pemutakhiran data tilang, website tilang PN Jakarta Timur dinonaktifkan sementara. dan akan aktif kembali hari Jum'at besok pukul 08.00 WIB!
Akhirnya sekitar jam 08.35 dengan ojek online aku berangkat ke kantor PN Jakarta Timur yang berlokasi di Jalan DR. Sumarno Penggilingan, Jakarta Timur. Di sepanjang Jalan Raya Penggilingan yang menuju ke arah kantor PN Jakarta Timur, aku lihat beberapa orang mengacung-acungkan tangan sambil memegang selembar kertas yang mirip surat tilang.
Sesampai di depan kantor pengadilan, salah seorang pemuda bertampang sangar menghampiriku seraya menawarkan jasa pengurusan denda tilang dengan harga yang katanya terjangkau.
“Ayo boleh pak saya bantu mengurus tilang nya biar gampang dan gak pake lama.. soal biayanya sih gampang pak, bapak mau ngasih berapa terserah deh.. yang penting jangan kekecilan aja..” kata pemuda berbadan kurus itu dengan nada sedikit memelas..
Dengan halus aku menolak tawaran pemuda yang diduga sebagai calo tilang itu. Dalam hati aku heran mengapa masih ada calo yang bermain padahal pengurusan denda tilang sudah go online.
Di gerbang kantor PN Jakarta Timur seorang berseragam Satpam menyapa ramah lalu menyodorkan selembar kertas bertuliskan pemberitahuan lokasi pengurusan denda tilang yang ternyata sudah dipindahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.
Sesampai di loket pengurusan denda tilang kantor Kejaksaan Jakarta Timur, aku lihat ratusan orang sudah mengantri . Di depan warung terpajang spanduk bertuliskan pemberitahuan tentang cara baru pengurusan denda tilang secara online.
Seusai sholat Jum’at, di bawah rintik hujan gerimis aku pun kembali mengantri bersama ratusan orang lainnya yang senasib dan seperjuangan. Seorang bapak tua berkepala botak yang berdiri di belakangku mengeluh karena dirinya sudah dari pagi mengurus denda tilang tapi sampai jam dua siang belum juga selesai.
Begitu pula dengan ibu muda berparas lumayan cantik (chie chie... ) yang merasa kesal karena sudah mengantri lama di bank BRI untuk menyetor denda, sekarang harus antri lagi untuk menyerahkan bukti setoran dan mengambil STNK mobilnya yang disita polantas yang menilangnya.
“Emang waktu itu kenapa sampe ditilang mbak? “ tanyaku kepo.
“Lupa bawa SIM mas.. ” Jawabnya singkat.
“Kalau tahu begini, mendingan saya ajak damai aja .. biarin deh saya bayar dua kali lipat dari denda yang tadi juga berani” katanya lagi dengan nada kesal.
Dari situ topik obrolan pun melebar ke mana-mana sampai tak terasa aku nomor antrianku sudah dipanggil sekitar jam 15:30.
Busyet deh.. ngurusin denda tilang yang katanya bebas ribet dan tanpa harus antri karena sudah Go online, tapi kenyataannya kita tetap saja masih harus antri sampai seharian..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H