Pencemaran plastik menjadi masalah lingkungan yang besar di seluruh dunia. Lebih dari 5 triliun potongan plastik, atau setara dengan lebih dari 250.000 ton, ditemukan di lingkungan laut di seluruh dunia (Eriksen et al., 2014).
Sebagian besar sumber dari limbah plastik ini berasal dari aktivitas manusia di darat, sebagian kecil berasal dari kegiatan industri lepas pantai, dan aktivitas laut lain seperti aktivitas nelayan hingga aktivitas pariwisata.
Keberadaan mikroplastik di ekosistem laut menjadi perhatian khusus belakangan ini. Selain terkait dengan lingkungan, potensi ancaman pada kesehatan manusia juga menjadi perhatian terutama karena ukurannya yang kecil, dan kurangnya teknologi yang tersedia untuk mendeteksi keberadaan mikroplastik di lingkungan.
Beberapa penelitian menemukan kandungan mikroplastik pada sejumlah hewan yang dikonsumsi oleh manusia Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai konsumsi plastik oleh manusia melalui konsumsi spesies laut yang terkontaminasi dengan mikroplastik sebagai makanan dan potensi efeknya pada kesehatan manusia.
Mikroplastik di Ekosistem Laut
Ekosistem laut sebagian besasr tercemar oleh aktivitas manusia yang menghasilkan plastik kemudian masuk ke badan air melalui air limbah, sungai atau hembusan angin (Moore, 2008). Mikroplastik telah ditemukan terakumulasi pada ekosistem laut dengan laju yang terus meningkat (Waller et al., 2017).
Pada umumnya, mikroplastik digunakan sebagai scrub dalam kosmetik, pembersih tangan, hingga proses air blasting (Sharma & Chatterjee, 2017). Indonesia sendiri menjadi peringkat kedua dalam pencemar puing plastik terbesar di lautan (Jambeck et al, 2015).
Mikroplastik sendiri terbagi menjadi dua, yaitu mikroplastik primer dan mikroplastik sekunder. Mikroplastik primer adalah pecahan dari plastik yang berukuran lebih kecil (Sharma, 2017).
Berdasarkan komposisi kimianya, mikroplastik primer berasal dari pelepasan bahan baku plastik yang tidak disengaja dan juga bahan baku sampingan dari proses seperti emisi partiulat dari proses produksi, hingga kerusakan produk berbahan plastik (GESAMP, 2015 dalam Sharma, 2017).
Mikroplastik sekunder didefinisikan sebagai serpihan dari barang plastik yang lebih besar terpecah di ekosistem laut (Ryan et al., 2009, dalam Sharma, 2017). Proses pecahnya bahan plastik menjadi bagian yag lbeih kecil dipengruhi oleh cuaca (Arthur et al., 2009 dalam Sharma, 2017) dan degradasi foto oleh radiasi ultraviolet matahari (Barnes et al., 2009 dalam Sharma, 2017)
Mikroplastik pada Spesies Laut
Selama beberapa tahun terakhir, penelitian dilakukan secara global untuk mengetahui keberadaan mikroplastik di berbagai badan air di seluruh dunia. Menurut Browne et al., (2008), mikroplastik bersifat persisten di ekosistem laut, dan karena ukurannya yang kecil, mikroplastik menjadi tidak terhindari bagi organisme laut (Foley et al., 2018).
Mikroplastik dicerna oleh organisme laut dapat terbioakumulasi dalam rantai makanan dan dapat menyebabkan gangguan serius pada organisme dalam jangka panjang (Sharma, 2017). Selain tertelan saat mengkonsumsi makanan, proses lain seperti penyaringan air dan deposit feeding juga menjadi penyebab mikroplastik berada pada organisme laut (Luis et al., 2015; Naji et al., 2018).
Penyerapan mikroplastik ini kemudian diproses oleh tubuh dan terdistribusi melalui sistem peredaran darah, masuk ke jaringan yang berbeda (Avio et al., 2017; Chae & An, 2017; Foley et al., 2018). Hal ini berpotensi untuk menghasilkan beberapa efek samping. Menurut Hartmann et al., (2017), efek pada organisme laut disebabkan oleh partikel atau bahan kimia yang pada kandungan mikroplastik.
Potensi pencemaran mikroplastik di ekosistem laut juga memiliki konsekuensi bagi kesehatan manusia. Beberapa penelitian menemukan kandungan mikroplastik pada sejumlah hewan yang dikonsumsi oleh manusia sebagai makanan seperti ikan, kerang, tiram, kepiting dan udang (Bellas et al., 2016; Bessa et al., 2018; Lusher, 2015).
Mengkonsumsi spesies laut yang telah terkontaminasi oleh mikroplastik dapat menjadi rute potensial manusia terpapar oleh partikel dan bahan kimia yang terkandung dalam mikroplastik (Bouwmeester et al., 2015).
Hal ini dibuktikan dengan penelitian oleh Van Cauwenberghe dan Janssen (2014) yang menemukan di negara-negara Eropa dengan tingkat konsumsi kerang tinggi, konsumen telah menelan hingga 11.000 partikel mikroplastik per tahun, sedangkan di negara lain dengan tingkat konsumsi lebih rendah, konsumen menelan rata-rata 1800 mikroplastik per tahun (van Cauwenberghe & Janssen, 2014).
Penelitian serupa di Indonesia yang dilakukan dengan mengumpulkan 450 sampel dari enam jenis makanan laut yang berbeda di Kota Semarang menemukan bahwa setiap spesies yang diuji mengandung beberapa partikel plastic (Shukman, 2018).
Penelitian lain di Makassar, menemukan lebih dari seperempat sampel ikan yang berasal dari ikan yang dijual untuk konsumsi manusia di pasar mengandung plastik di saluran pencernaan mereka (Rochman et al, 2015).
Mikroplastik dan Kesehatan Manusia
Mengkonsumsi mikroplastik mempunyai efek berbahaya bagi kesehatan mansuia.Seperti partikel mikroplastik dan microbeads dari pasta gigi yang secara tidak sadar tertelan dan terserap melalui saluran pencernaan (Lassen et al., 2015). Konsumsi mikropartikel ini dapat menyebabkan perubahan kromosom yang menyebabkan infertilitas, obesistas dan kanker (Sharma 2017).
Namun belum ada data yang tersedia untuk kadar komposisi kimia, atau konsentrasi partikel mikroplastik dalam makanan manusia yang berasal dari spesies laut (BfR 2015 dalam Sharma 2017). Dalam konteks ini, efek buruk konsumsi spesies laut pada kesehatan manusia masih menuai kontroversi.
Banyak ilmuan berspekulasi bahwa perbedaan ukuran mempengaruhi penyerapan mikroplastik di rongga usus (Barboza et al., 2018). Sehingga muncul kemungkinan bahwa distribusi mikroplastik di jaringan sekunder, seperti hati, otot dan otak dapat terjadi (Wright & Kelly, 2017).
Walaupun belum teruji secara akademis bahwa unsur mikroplastik yang ada pada biota laut dapat berdampak negatif langsung kepada manusia, namun dari fakta yang diberikan dapat disimpulkan bahwa hal tersebut juga dapat berdampak negate sehingga tidak dapat diabaikan.
Akibat terbatasnya teknologi, yang saat ini dapat dilakukan adalah mengurangi penggunaan plastik dan perbaikan pada ekosistem lautan. Sehingga pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat sipil semuanya memiliki peran penting untuk dijalankan dalam mengurangi prevalensi mikroplastik di seluruh rantai pasokan baik dalam bentuk primer maupun sekunder. Hal ini dilakukan untuk mengurangi potensi dampak negatif mikroplastik pada kesehatan manusia.
Sumber
Avio, C. ., Gorbi, S., & Regoli, F. (2017). Plastics and Microplastic in the Oceans from Emerging Pollutants to Emerged Threat. Marine Environmental Res, 128, 2–11.
Barboza, L. G. A., Dick Vethaak, A., Lavorante, B. R. B. O., Lundebye, A. K., & Guilhermino, L. (2018). Marine microplastic debris: An emerging issue for food security, food safety and human health. Marine Pollution Bulletin, 133(June), 336–348. https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2018.05.047
Bellas, J., Martinez-Armental, J., Martinez-Camara, A., & Besada, V. (2016). Ingestion of microplastics by demersal fish from the Spanish Atlantic and Mediterranean Coasts. Marine Pollution Bulletin, 621, 1272–1279.
Bessa, F., Barria, P., Netto, J. ., Frias, J. P. G. ., Otero, V., Sobral, P., & Marques, J. . (2018). Occurrence of microplastics in commercial fish from a natural estuarine envornment. Marine Pollution Bulletin, 128, 575–584.
Bouwmeester, H., Hollman, P. C. ., & Peters, R. J. . (2015). Potential Health Impact of Environmentally Released Micro- and Nanoplastics in the Human Food Production Chain: Experiences from Nanotoxicology. Environmental Science Technology, 49, 8932–8947.
Browne, M., Dissanayake, A., Galloway, T., Lowe, D., & Thompson, R. (2008). Ingested Microscopic Plastic Translocates to the Circulatory System of the Mussel, Mytilus Edulis. Environmental Science Technology, 42, 5026–5031.
Chae, Y., & An, Y. (2017). Effects of Micro and Nanoplastics on Aquatic Ecosystems: Current Research Trends and Perspective. Marine Pollution Bulletin2, 124(2), 624–632.
Eriksen, M., Lebreton, L. C. ., Carson, H. ., Thiel, M., Moore, C. ., Bororerro, J. ., Galgani, F., Ryan, P. ., & Reisser, J. (2014). Plastic Pollution in the World’s Oceans: More Than 5 Trillion Plastic Pieces Weighing Over 250,000 tons Afloat at Sea.
Foley, C. ., Feiner, Z. ., Malinich, T. ., & Hook, T. . (2018). A Meta-Analysis of the Effects of Exposure to Microplastics on Fish and Aquatic Invertebrates. Science Total Environment, 550–559.
Hartmann, N. ., Rist, S., Bodin, J., Jensen, I. H. ., Schmidt, S. ., Mayer, P., Meibon, A., & Baun, A. (2017). Microplastics as vectors for environmental contaminants: exploring sorption, desorption, and transfer to biota. Integrated Environmental Assessment Management, 13, 488–493.
Jambeck, J., Geyer, R., Wilcox, C., Siegler, T., Perryman, M., & Andrady, A. et al. (2015). Plastic waste inputs from land into the ocean. Science, 347(6223), 768-771. doi: 10.1126/science.1260352
Lassen, C., Hansen, S., Magnusson, K., Noren, K., Hartmann, N., Jensen, P. R., Nielsen, T. ., & Brinch, A. (2015). Microplastics: occurence, effects and sources of releases to the environment in Denmark. In The Danish Environmental Protection Agency.
Luis, L. ., Ferreira, P., Fonte, E., Oliveira, M., & Guilhemino, L. (2015). Does the presence of microplastics influence the acute toxicity of chromium (VI) to early juveniles of the common goby? A study with juveniles from two wild estuarine populations. Aquati Toxicology, 164, 163–174.
Lusher, A. (2015). Microplastics in the Marine Environment: Distribution, Interactions and Effects. Springer.
Moore, C. . (2008). Synthetic polymers in the marine environment: a rapidly increasing, long-term threat. Environmental Res, 108, 131–139.
Naji, A., Nuri, M., & Vethaak, A. . (2018). Microplastics contamination in molluscs from the northern part of the Persian Gulf. Environmental Pollution, 235, 113–120.
Rochman, C., Tahir, A., Williams, S., Baxa, D., Lam, R., & Miller, J. et al. (2015). Anthropogenic debris in seafood: Plastic debris and fibers from textiles in fish and bivalves sold for human consumption. Scientific Reports, 5(1). doi: 10.1038/srep14340
Sharma, S., & Chatterjee, S. (2017). Microplastic pollution, a threat to marine ecosystem and human health: a short review. Environmental Science and Pollution Research, 24(27), 21530–21547. https://doi.org/10.1007/s11356-017-9910-8
Shukman, D. (2018). Study into health risks of microplastics. Retrieved 20 April 2020, from https://www.bbc.com/news/science-environment-43913597
van Cauwenberghe, L., & Janssen, C. . (2014). Microplastics in bivalves cultured for human consumption. Environmental Pollution, 193, 65–70.
Waller, C. ., Griffiths, H. ., Waluda, C. ., Thorpe, S. ., Loaiza, I., Moreno, B., Pacherres, C. ., & Hughes, K. . (2017). Microplastics in the Antartic marine system: an emerging area of research. Science Total Environment, 598, 220–227.
Wright, S. ., & Kelly, F. . (2017). Plastic and Human Health: A Micro Issue? Environmental Science Technology, 12(51), 6634–6647.
Sumber Gambar
Eric Taylor and Natalie Renier. (n.d). WHOI Creative. https://www.whoi.edu/wp-content/uploads/2019/03/01187-Microplastics-Illustrarion-for-Viewpoint-Even-Lubofsky_514713-1200x675.jpg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H