Mohon tunggu...
Sharli Fitria Aa Sriron
Sharli Fitria Aa Sriron Mohon Tunggu... Mahasiswa - A girls

Just try to write

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Nongkrong Anak Muda di Kafe

2 Juni 2022   15:54 Diperbarui: 2 Juni 2022   20:52 1786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Eh bro nanti nongkrong yuk, ada kafe baru nih!"

Siapa yang sering mendapat ajakan seperti diatas? Yuk cung, Hahaha.

Sudah tidak mengherankan lagi, disetiap sudut kota terdapat kafe yang bertebaran. Kedai kopi, coffe shop dan kafe sangat popular di kalangan masyarakat terutama anak muda. Berbagai konsep seperti musik, harga yang kantong friendly dan vibes menjadi daya tarik tersendiri dari sebuah kafe. Eksistensi kafe merupakan fenomena yang menarik dan sangat berimpact terhadap kehidupan sosial. Mulai dari gaya hidup, pola konsumsi, dan bentuk interaksi yang terjadi.

Kafe berasal dari Bahasa Perancis "cafe" yang berarti kopi. Di Indonesia, kafe lebih dikenal sebagai tempat untuk menikmati kopi dengan berbagai jenis minuman non-alkohol seperti soft-drink. 

Hornby mengungkapkan, kafe "a place where you can buy drink and simple meals". Kafe tidak hanya tempat yang menyediakan minuman dan makanan, tetapi menjadi tempat yang nyaman untuk menikmati aneka makanan dan minuman dengan suasana yang nyaman untuk berkumpul.

Kafe menjadi tempat untuk bertatap muka atau "tempat ketiga", baik bersama keluarga, teman, dan rekan kerja. Pertemuan yang dilakukan di kafe sendiri lebih efektif dan secara tidak langsung juga mempengaruhi kehidupan malam anak-anak muda seperti nongkrong dan hangout. Hal ini disebabkan oleh adanya tuntutan globalisasi yang sangat berdampak terhadap lifestyle masyarakat, terutama di perkotaan.

Dikenal sebagai makhluk sosial, masyarakat dituntut untuk mampu menunjukkan skill sosialisasi mereka jika tidak mereka akan disebut sebagai apatis. Nongkrong bersama dengan kelompok atau komunitas merupakan salah satu cara dan bentuk manifestasi dari gaya hidup saat ini. 

Hal ini seiring dengan "teori konsumerisme" yang disampaikan oleh Baudrillard, dimana masyarakat lebih memilih untuk memperoleh kenikmatan atau kesenangan dengan cara membeli atau mengonsumsi tanda yang dimiliki bersama.

Melalui secangkir kopi, kafe menjadi gaya hidup yang bisa didapatkan, diisi ulang, dan ditingkatkan (Tucker, 2011). Tempat ngopi yang beragam memberikan berbagai pilihan gaya hidup baru yang lebih mengalir dan cair. Sadar atau tidak, menjadi bagian dari kehidupan nongkrong membuat kita cenderung untuk terikat cukup tinggi. Selain gaya hidup, pola konsumsi ruang juga berubah seiring dengan mengalirnya selera, motif, dan berbagai kepentingan individu.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Herlyana, 2012 yang berjudul "Fenomena Coffe Shop Sebagai Gejala Gaya Hidup Baru Kaum Muda" mengungkapkan bahwa sebagian dari anak muda menyukai gaya hidup yang cenderung beroerintasi pada nilai keberadaan dan prestise atau kemewahan. Tren meminum kopi berjenis latte dan cappuccino menjadi bukti nyata dari fenomena ini yang mempengaruhi gaya hidup anak muda yang bermula dari berubahnya lokasi ngopi. Mulai dari segi desain, sajian kopi yang lebih modern, dan tentunya menarik perhatian beberapa kalangan yang mempengaruhi kehidupan kaum muda.

Nongkrong di kafe, budaya yang dipandang sebelah mata?

Tendensi budaya nongkrong yang terlihat seperti budaya pemalas dan tidak berguna, memiliki potensi besar untuk mengurangi stress. Budaya nongkrong juga berperan dalam meningkatkan kreativitas dalam berpikir dan berkarya yang dsalurkan melalui bisnis dan usaha.

Walaupun dipandang sebelah mata, budaya nongkrong terbukti tetap eksis lho.

Nongkrong di kafe juga menjadi bentuk dari aktualisasi diri terutama bagi remaja. Bentuk aktualisasi yang dapat dilakukan berupa update status atau foto di berbagai media sosial sehingga akan diketahui oleh banyak orang. Budaya nongkrong di kafe dapat menjadi sebuah pengakuan diri yang eksis karena mengikuti tren yang ada. Selain aktualisasi diri, nongrong di kafe juga juga menjadi tempat untuk mengekspresikan diri melalui konstruksi kafe sebagai suatu objek yang menarik dan diminati sehingga menjadi gaya hidup.

So, budaya nongkrong menjadi aktivitas yang dinamis dan memiliki makna serta pesan tersendiri bagi pelakunya.

Sumber:

Tucker, Catherine M. (2011). Coffee Culture: Local Experiences, Global Connections. New York: Routledge

Herlyana, Elly. (2012). Fenomena Coffee Shop Sebagai Gejala Gaya Hidup Baru Kaum Muda. Jurnal THAQFIYYT, Vol. 13, No. 1 Juni 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun