Pentingnya peran dewan direksi juga terlihat dalam kasus ini. Kekurangan dalam menjalankan tugasnya menciptakan kesenjangan antara nilai-nilai yang dipegang oleh perusahaan dan nilai-nilai individu. Sebuah dewan direksi yang lemah mungkin tidak mampu mewujudkan nilai-nilai budaya perusahaan terutama dalam menjaga integritas, tanggung jawab, dan loyalitas.
Dalam industri keuangan dan akuntansi, para profesional diwajibkan untuk mematuhi standar etika dan kode etik yang berlaku. Di Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menetapkan Kode Etik Akuntan Indonesia sebagai panduan dalam menjalankan profesinya, yang mencakup mencakup prinsip-prinsip kaya integritas, objektivitas, kompetensi, kerahasiaan, dan perilaku profesional. Namun, dalam cerita tersebut, terdapat tindakan dari pihak direksi yang tidak selaras dengan standar etika yang menuntut praktik akuntansi yang jujur, adil, dan akurat.
Hasil laporan investigasi yang dilakukan oleh EY Indonesia mengungkap pelanggaran kode etik oleh perusahaan, seperti kurangnya transparansi, ketidakjujuran, dan ketidakwajaran dalam pelaporan keuangan pada tahun 2017. Fakta bahwa perusahaan menggunakan dua jenis pelaporan yang berbeda untuk keperluan internal dan eksternal mengindikasikan kurangnya transparansi perusahaan dalam pelaporan keuangan. Selain itu, adanya overstatement pada beberapa akun perusahaan menunjukkan ketidakwajaran dalam laporan keuangan tersebut, mengisyaratkan adanya kesengajaan dan kurangnya kejujuran dari pihak perusahaan dalam melaporkan laporan keuangannya kepada para pemangku kepentingan.
Nah, kasus kayak gini nunjukin banget kalo pemimpin perusahaan punya peran besar dalam bikin budaya yang etis. Meskipun perusahaan udah ngaku punya nilai dan budaya yang etis, tapi kalau pemimpinnya gak bener, bisa jadi cuma omong doang. Kurangnya integritas dan kepemimpinan dari direksi bikin selisih antara nilai-nilai perusahaan dan perilaku individu, sampe akhirnya reputasi perusahaan hancur dan rugi finansial.
Jadi, manipulasi laporan keuangan tuh bisa bikin gede banget dampaknya. Udah gak etis, merugikan pemegang saham, merugikan karyawan, dan bisa bikin perusahaan jatoh. Kasus kayak gini jadi bukti kalo perusahaan, terutama pemimpinnya, mesti bener-bener pegang teguh nilai dan budaya etis. Gak cuma buat tampil kece, tapi juga buat jaga-jaga agar gak terjerumus ke dalam masalah kayak begini lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H