Mohon tunggu...
S. Hariyadin
S. Hariyadin Mohon Tunggu... Auditor - Pengamat

Buruh yang hobi jalan-jalan sekaligus belajar moto dan menikmati diskusi apa saja yang mencerahkan pikiran dan hati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semalam di Permukiman Suku Baduy

27 Mei 2023   08:35 Diperbarui: 27 Mei 2023   08:36 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi Pribadi (Orang Baduy Luar)

Masyarakat Baduy tinggal di Kabupaten Lebak-Banten, di sebuah kawasan hutan seluas 5.100 ha. Tidak ada jaringan listrik, TV, radio, kendaraan, ataupun infrastruktur jalan yang memadai. Kendaraan hanya sampai di Ciboleger atau pintu gerbang masuk kawasan Baduy. 

Selanjutnya pengunjung harus rela berjalan kaki kira-kira 1-2 jam sebelum bertemu dengan perkampungan masyarakat Baduy yang pertama. Namun jangan salah, perjalanan panjang tersebut sangat menyenangkan dengan adanya hutan alam yang mampu memayungi pejalan kaki dari sengatan terik matahari, gemericik aliran air sungai yang begitu jernih membantu menyegarkan kaki-kaki yang letih mendaki, atau aroma kesegaran alam yang memanjakan indera penciuman kita. 

Suku Baduy terbagi menjadi Baduy Dalam dan Baduy Luar. Baduy Dalam masih lebih erat dalam memegang adat istiadat dibandingkan saudaranya Baduy Luar. Cara termudah untuk membedakan mereka adalah masyarakat Baduy Dalam menggunakan ikat kepala warna putih, sedangkan masyarakat Baduy Luar menggunakan ikat kepala biru. Nah perkampungan pertama ini merupakan tempat Baduy Luar tinggal. Butuh waktu sekitar 4- 8 jam untuk bisa bertemu dengan perkampungan Baduy Dalam.

Koleksi Pribadi (kegembiraan anak-anak Baduy dalam tangkapan kamera)
Koleksi Pribadi (kegembiraan anak-anak Baduy dalam tangkapan kamera)
Alunan suara seruling yang mendayu dan denting petikan kecapi khas sunda menyambut kedatangan wisatawan di kampung Cibeo. Lelah dan letih seolah sirna dengan sambutan itu. Harmoni keindahan alam Pegunungan Kendeng, keramahan masyarakat Baduy, dan keunikan tradisinya ibarat orkestra yang mampu memanjakan seluruh panca indera. Masyarakat Baduy mampu bersinergi dengan alam.  

Koleksi Pribadi (mengambil padi dari lumbung padi)
Koleksi Pribadi (mengambil padi dari lumbung padi)
Koleksi Pribadi (Wanita Baduy sedang menenun dan memasak makanan untuk tamu)
Koleksi Pribadi (Wanita Baduy sedang menenun dan memasak makanan untuk tamu)
Hasil alam dimanfaatkan secara bijaksana sesuai kebutuhannya. Mereka menyimpan gabah hasil panen padi di lumbung padi (leuit). Masyarakat Baduy melarang jual-beli padi/gabah. 

Gabah dimasak menjadi nasi untuk digunakan sendiri atau disajikan kepada tamu. Bau harum nasi yang baru diangkat dari kukusan, ikan asin yang ditaruh di piring berukuran sedang, dan secobek sambal merah merona adalah obat pelenyap rasa lapar dan letih. Senyum bahagia masyarakat Baduy terlihat jelas kala menyaksikan pengunjung berebut piring dan dengan sepenuh rasa melahap hidangan khas Baduy itu. 

Sinergi masyarakat Baduy dengan alam juga terlihat dari rumah-rumah yang ada. Rumah-rumah tersebut terbuat dari kayu dan bambu dengan ijuk atau daun kelapa sebagai atap. Pondasi dibuat dari batu kali dengan kontur tanah tetap miring dan tidak digali demi menjaga kelestariannya. Tidak terlihat paku di rumah masyarakat Baduy Dalam. Yang ada hanya tali rotan atau tali dari bambu sebagai alat pengikat antar komponen rumah. 

Bangunan rumahnya memiliki 3 ruangan. Bagian depan difungsikan sebagai tempat menenun untuk kaum perempuan dan tempat untuk menerima tamu; bagian tengah untuk ruang keluarga dan tidur, sedangkan bagian belakang untuk memasak. 

Rumah yang selalu menghadap ke utara atau selatan tersebut dibangun secara gotong-royong. Sebuah sinergi khas Baduy tanpa melibatkan unsur uang atau ukuran materi lain yang bersifat duniawi. 

Koleksi Pribadi (Jembatan Bambu dan kegiatan mencari ikan di sungai)
Koleksi Pribadi (Jembatan Bambu dan kegiatan mencari ikan di sungai)
Jembatan bambu dalam foto di atas menghubungkan kampung Cibeo dengan lumbung padi. Sungai di bawahnya digunakan untuk tempat mandi, kakus, mencari ikan, atau tempat bermain anak-anak. 

Meskipun merasa gerah karena keringat mengucur sepanjang perjalanan dan setiap pagi punya ritual "duduk termenung di atas kloset", kebanyakan pengunjung belum berani menjadikan sungai tersebut sebagai tempat mandi sekaligus kakus terbesar di dunia. Banyak wisatawan mandi dengan memanfaatkan kamar mandi “darurat” yang biasanya digunakan wanita Baduy. Sayang tidak terlihat kakus “darurat” selain sungai ini.

Koleksi Pribadi (Duduk dan bercengkrama bersama Kang Sapri dkk) 
Koleksi Pribadi (Duduk dan bercengkrama bersama Kang Sapri dkk) 
Suasana Baduy syahdu berbau horor mulai terasa ketika matahari beranjak dari tempatnya. Ketiadaan listrik dan sinyal menambah kesyahduan itu. Disinari lampu minyak kecil di pojok tiang, Kang Sapri dan teman-temannya dari Baduy Dalam bercerita tentang keteguhan masyarakat Baduy memegang adat istiadat yang dipimpin seorang Pu’un (ketua adat). 

Koleksi Pribadi (Pesan dari leluhur masyarakat Baduy)
Koleksi Pribadi (Pesan dari leluhur masyarakat Baduy)

Hampir tidak pernah ada kejahatan; hasil alam dipergunakan sesuai kebutuhan; pernikahan merupakan buah perjodohan tanpa ada pacaran. Kalaupun ada pacaran, mereka ditemani teman dan keluarganya; rumah dibangun secara gotong royong dengan bentuk, bahan, dan arah yang sama; tidak ada kendaraan bahkan sepeda sekalipun, sehingga mereka kemana-mana berjalan kaki tanpa alas kaki. Termasuk perjalanan ke Jakarta yang berjarak sekitar 175 km. 

Mereka begitu menghormati alam dan tradisi. Tujuan hidup mereka cukup sesederhana, yaitu ingin berguna bagi sesama. Sebuah filosofi hidup sederhana yang penuh makna. Sesederhana cara mereka berpakaian, namun kebesaran hati mereka dalam mempertahankan tradisi dan alam mencerminkan kedalaman filosofi hidup mereka. 

Tak terasa cerita mereka seperti pengantar tidur seiring dengan semakin pudarnya cahaya lampu minyak. Mimpi indah di atas anyaman bambu, tanpa gangguan nyamuk berseliweran, dan disertai bisikan angin segar pegunungan, membuat pengunjung punya modal untuk berjuang menempuh perjalanan pulang menuju Ciboleger, tempat bis atau kendaraan wisatawan berada. 

Koleksi Pribadi (Pemandu Lokal merangkap porter)
Koleksi Pribadi (Pemandu Lokal merangkap porter)
Sama seperti saat pergi, ketika pulang pemandu lokal yang berasal dari Baduy Dalam selalu setia menemani, sekaligus berperan sebagai model foto dan porter barang. Kecerian perjalanan pulang semakin lengkap ketika banyak bertemu dengan wisatawan atau backpacker. Meskipun tidak saling kenal, namun seolah seperti baru berguru dari masyarakat Baduy, wisatawan biasanya dengan ringan tangan saling membantu untuk menaklukkan berbagai rintangan di sepanjang perjalanan. Sungguh perjalanan panjang yang menyenangkan dan selalu ingin diulang. (Foto dan narasi by S. Hariyadin)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun