Mohon tunggu...
Sharfina Armalia Hirzi
Sharfina Armalia Hirzi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Airlangga

Mahasiswi Fakultas Hukum Angkatan 2024

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Efektifkah Penegakan Hukum Terhadap Konsumsi Minuman Keras di Surabaya?

8 Januari 2025   14:46 Diperbarui: 8 Januari 2025   14:46 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Maraknya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh pengaruh minuman keras (miras) di Surabaya telah menjadi perhatian serius bagi masyarakat dan pemerintah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari konsumsi miras, termasuk penerapan regulasi dan penegakan hukum. Namun, apakah langkah-langkah ini sudah efektif dalam menekan kasus kecelakaan lalu lintas akibat miras? Artikel ini akan mengevaluasi efektivitas penegakan hukum terhadap konsumsi miras di Surabaya dengan melihat dari beberapa aspek, yaitu regulasi, implementasi, dan tantangan di lapangan.

Indonesia memiliki sejumlah aturan yang mengatur distribusi, konsumsi, dan penjualan minuman keras. Salah satu regulasi penting adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 yang membatasi penjualan minuman beralkohol hanya di tempat-tempat tertentu. Di tingkat lokal, pemerintah kota Surabaya juga memiliki kebijakan larangan dan pembatasan penjualan miras melalui Peraturan Daerah (Perda). Perda ini bertujuan untuk mengontrol aksesibilitas minuman keras dan mengurangi risiko penyalahgunaannya. Meskipun regulasi sudah ada, penegakan hukum masih menjadi tantangan besar. Banyak kasus pelanggaran yang tetap terjadi, seperti penjualan miras secara ilegal di warung kecil atau online. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan yang ada belum sepenuhnya efektif dalam mengurangi konsumsi miras di masyarakat.

Implementasi Penegakan Hukum

Penegakan hukum terhadap konsumsi miras di Surabaya melibatkan berbagai pihak, termasuk kepolisian, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dan pemerintah daerah. Operasi razia sering dilakukan untuk menindak penjual miras ilegal, terutama di kawasan-kawasan rawan pelanggaran. Efektivitas tindakan ini masih dipertanyakan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa pelanggaran tetap terjadi meski sudah ada operasi rutin. Selain itu, kurangnya pengawasan berkelanjutan sering menjadi celah bagi pelaku usaha untuk kembali menjual miras secara ilegal. Penegakan hukum yang hanya bersifat reaktif, tanpa pendekatan preventif yang kuat, membuat dampaknya kurang signifikan.

Salah satu tantangan terbesar dalam penegakan hukum adalah minimnya sumber daya, baik dari segi personel maupun anggaran. Jumlah petugas yang terbatas membuat pengawasan tidak bisa mencakup seluruh wilayah Surabaya, terutama daerah-daerah terpencil yang menjadi titik rawan penjualan miras ilegal. Selain itu, budaya masyarakat juga menjadi faktor yang memperumit situasi. Konsumsi miras sering dianggap sebagai bagian dari gaya hidup, terutama di kalangan tertentu. Edukasi mengenai bahaya miras belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara merata. Tanpa adanya perubahan sikap di masyarakat, penegakan hukum saja tidak akan cukup untuk mengurangi konsumsi miras. Tantangan lainnya adalah adanya perlawanan dari pihak-pihak tertentu yang berkepentingan. Penjual miras ilegal sering mencari celah hukum atau bahkan beroperasi secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari razia. Praktik ini menunjukkan bahwa kebijakan yang ada perlu diperkuat dengan mekanisme pengawasan yang lebih efektif dan teknologi yang mendukung.

Untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum, perlu dilakukan pendekatan yang lebih holistik. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:

  1. Peningkatan Edukasi dan Kesadaran Masyarakat Pemerintah perlu menggencarkan kampanye publik mengenai bahaya konsumsi miras, terutama bagi generasi muda. Edukasi ini bisa dilakukan melalui media sosial, sekolah, dan komunitas lokal.
  2. Penguatan Regulasi dan Penegakan Hukum Regulasi yang ada perlu diperbarui untuk menghadapi tantangan baru, seperti penjualan miras secara online. Selain itu, pengawasan harus dilakukan secara berkelanjutan dengan melibatkan teknologi seperti CCTV dan aplikasi pelaporan masyarakat.
  3. Kerjasama Antar Lembaga Penegakan hukum harus melibatkan kerjasama yang erat antara kepolisian, Satpol PP, pemerintah daerah, dan komunitas. Dengan sinergi yang baik, pengawasan dan tindakan hukum dapat dilakukan lebih efektif.
  4. Pendekatan Preventif Selain razia, perlu dikembangkan program-program preventif, seperti pelatihan keterampilan bagi pelaku usaha kecil untuk beralih dari penjualan miras ke usaha lain yang lebih positif.

Penegakan hukum terhadap konsumsi minuman keras di Surabaya telah menunjukkan upaya yang signifikan, tetapi belum sepenuhnya efektif. Masih banyak tantangan yang perlu diatasi, seperti minimnya pengawasan, kurangnya edukasi masyarakat, dan celah hukum yang dimanfaatkan oleh pelanggar. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih menyeluruh dan sinergis untuk mengatasi masalah ini. Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan angka kecelakaan lalu lintas akibat pengaruh miras dapat ditekan secara signifikan, menciptakan lingkungan yang lebih aman dan tertib bagi masyarakat Surabaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun