Halo Kompasianer, aku kembali lagi nih. Nah setelah akhir tahun 2024 lalu, aku liburan singkat ke Rangkasbitung. Maka, kali ini aku mau menceritakan pengalamanku menyusuri Museum Prasasti yang letaknya di Tanah Abang 1, Jakarta Pusat.
Aku pergi ke sana bersama temanku karena kami ingin membuat konten mengunjungi tempat bersejarah.
Hari itu cuaca cukup mendung karena habis hujan, dan suasana begitu kelam saat kami memasuki area masuk. Dan karena kami datang pukul 09.00 WIB, jadi belum banyak pengunjung.
Diresmikan pada tahun 1977 oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, ternyata Museum Prasasti ini merupakan sebuah makam yang bernama Kebon Jahe Kober.
Pemakaman umum ini dibuat untuk menggantikan kuburan lain di samping gereja Nieuw Hollandsche Kerk, yang sekarang menjadi Museum Wayang.
Di dalam museum ini menyimpan berbagai koleksi prasasti nisan kuno hingga beragam patung bernuansa Eropa.
Dan Museum Taman Prasasti ini juga telah mengalami beberapa kali perubahan. Semula, ukuran museum sekitar 5,9 hektar, kini dikurangi menjadi 1,3 hektar karena pesatnya perkembangan kota.
Lantas, ada apa saja ya di Museum Prasasti?
Saat memasuki area Museum Prasasti, petugas menyarankan untuk berjalan ke arah kiri terlebih dahulu baru diakhiri ke sebelah kanan.Â
Di area sebelah kiri, aku melihat relief Patung Wanita Menangis yang menurut alkisah ia adalah seorang istri yang kehilangan suaminya akibat penyakit malaria di Batavia pada masa itu.
Tidak jauh dari patung Wanita Menangis, terdapat nisan Kapitein Jas. Menurut berbagai sumber yang aku baca, sosok Kapitein Jas itu belum terkonfirmasi kebenarannya. Meski demikian, ada masyarakat yang mempercayai jika makam tersebut dapat memberikan kesuburan, keselamatan dan kebahagiaan.
Di Museum Prasasti, pengunjung juga dapat melihat kereta jenazah yang biasa digunakan mengangkut peti menuju pemakaman. Selain itu, di dalam sebuah pendopo terdapat peti yang mengangkut jenazah Presiden pertama Republik Indonesia (RI) Soekarno dan Wakil Presiden pertama RI Mohammad Hatta (Moh. Hatta).
Selain Patung Wanita Menangis yang melegenda, di Museum Prasasti ini juga ada patung yang menggambarkan sosok Hendricus van der Grinten.
Hendricus van der Grinten merupakan sosok penolong bagi anak-anak Indo-Belanda yang terlantar dikarenakan hubungan tidak sah antara pasangan Eropa dan Indonesia.
Kemudian, aku pun melihat Menara Johan Jacob Perrie yang selama merupakan Komandan pertama Groote Militaire Afdeeling (Divisi Militer Besar), di Jawa.
Selama hidupnya ia juga mendapatkan penghargaan Order of the Lion Belanda. Dan menara tersebut dibuat sebagai bentuk penghormatan akan jasanya yang dianggap besar oleh Pemerintah Belanda.
Yang membuat unik dari menara tersebut ialah warnanya yang hijau serta di bagian menaranya terdapat beberapa ornament dan di kelilingi oleh patung.
Berhadapan dengan Menara Johan Jacob Perrie, terdapat nisan Soe Hok Gie yang merupakan seorang aktivis gerakan mahasiswa tahun 60-an.
Setelah menelusuri area belakang, aku pun berjalan ke area depan untuk melihat batu nisan dari para tokoh penting di masa Hindia Belanda dulu, seperti sang perancang sekaligus yang membangun Gereja Katedral pada tahun 1899-1901, yaitu Marius Hulswit.
Kemudian di sekitar prasasti Mgr. Jacobus Staal, aku melihat batu nisan Monsignor Adami Caroli Claessens, seorang pastor kepala yang membangun kembali Gereja Katedral yang sempat roboh pada bulan Mei 1890.
Jadi itulah perjalananku bersama temanku ke Museum Prasasti. Buat masuk ke sana, cukup merogoh kocek Rp 5.000 untuk anak-anak, sedangkan orang dewasa sebesar Rp 10.000.
Oh iya, jangan lupa pakai baju lengan panjang kalau ke sana, soalnya banyak nyamuk. Sekian, semoga bermanfaat...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H