Mohon tunggu...
Sharfina
Sharfina Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Writer

Suka jalan-jalan ke tempat baru sambil motret tidak asal jepret 📸

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Bisnis Bareng Teman Itu Asyik, tapi Siap-siap Juga Sama Dramanya

16 Februari 2021   08:00 Diperbarui: 24 Maret 2023   11:24 1952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bross bunga berbahan dasar kain flanel (Sumber: www.Liputan6.com)

Tak bisa dipungkiri, kehidupan sebagai mahasiswa sering kali dihadapkan dengan banyak kebutuhan yang memerlukan budget yang cukup besar, mulai dari ngeprint hingga pembuatan makalah, dan juga bayar buku kuliah yang  harganya cukup menguras kantong. Sehingga, sebagian mahasiswa akhirnya berusaha mencari kegiatan sampingan, seperti magang, ikut event yang berbayar hingga bisnis kecil-kecilan guna memenuhi kebutuhan.

Berhubung di Kompasiana ada topik pilihan "Berbisnis dengan Teman", saya mau menceritakan sedikit pengalaman berbisnis dengan teman sewaktu kuliah. 

Bisnis ini pernah saya lakukan sebanyak 3 kali dengan teman yang berbeda selama kuliah. Demi menjaga privasi teman saya, maka nama-nama teman saya ini akan disensor dengan nama-nama bunga.😬

Bermula saat saya memulai masuk perkuliahan di tahun 2012, saya bertemu dengan seorang teman sebut lah namanya Mawar. Pertemuan saya dengan Mawar berawal dari kelas Structure. Karena saya dan beberapa teman sering belajar bersama dan obrolan kami sefrekuensi, maka pertemanan kami pun semakin akrab. Hingga akhirnya di pertengahan semester, Mawar mengajak saya berbisnis dengannya.

Awal ide bisnis itu muncul dikarenakan tekad kami yang ingin menghasilkan uang sendiri agar tidak merepotkan orangtua, kan sudah dewasa juga, masa masih minta uang sama orangtua melulu. Yaa meski tetap dikasih tapi rasanya kalau punya penghasilan sendiri kan lebih enak. 

Oke, balik lagi ke bisnis yang akan kami jalankan.......

Bisa dikatakan bisnis yang kami jalani saat itu bukanlah bisnis besar, melainkan bisnis kecil-kecilan berupa produk bross dan gantungan kunci handmade yang terbuat dari kain flanel. 

Berhubung kami menjalaninya hanya berdua, maka kami pun berbagi tugas. Karena sebelumnya Mawar sudah punya keahlian membuat flanel ini sejak tinggal di Pare, maka Mawar bekerja di proses produksi (mulai dari pembuatan pola hingga menjahit), sedangkan saya bagian pemasaran dan penjualan produk.

Ilustrasi Bross bunga berbahan dasar kain flanel (Sumber: www.Liputan6.com)
Ilustrasi Bross bunga berbahan dasar kain flanel (Sumber: www.Liputan6.com)
Berhubung tahun 2012, Instagram dan marketplace belum se-hype sekarang, sehingga  waktu itu saya banyak memanfaatkan promosi melalui Twitter, Facebook, dan juga modal keberanian dengan menghampiri mahasiswi yang lagi duduk di beranda fakultas. Beruntung saat kuliah, saya termasuk orang yang easy going dan mudah berbaur, Alhamdulillah dagangan kami pun ternyata terjual juga.

Namun yang namanya bisnis tidak selalu berbuah manis, kami pun juga sempat merasakan memiliki kompetitor serupa. Alhasil kami pun mengekspansi produk kami dalam bentuk sampul untuk binder. Nah, untuk yang sampul binder ini sistem yang kami terapkan pre order (po), sehingga kalau ada pesanan saja, baru dibuat oleh Mawar. 

Ilustrasi sampul binder berbahan flanel (Sumber: seputarbahan.me)
Ilustrasi sampul binder berbahan flanel (Sumber: seputarbahan.me)
Di pertengahan jalan, saya juga lupa tepatnya bulan apa, bisnis kami sempat mandek dikarenakan kesibukan kami masing-masing. Suatu hari, kami merasa bisnis yang mandek ini "memiliki bau-bau tidak akan berlanjut", akhirnya kami pun menjual sisa-sisa bross dan gantungan kunci yang terlanjur dibuat banyak dengan harga murah dari harga kompetitor. 

Begitulah kisah bisnis pertama saya sewaktu kuliah dengan Mawar. Setelah dianalisa, kurangnya promosi, adanya kompetitor serupa, dan juga kurangnya kebaruan produk (inovasi produk) membuat bisnis ini pada akhirnya harus berhenti.

Setelah gagal di bisnis pertama, apakah saya langsung kapok melanjutkan berbisnis dengan teman?

Tentu tidak guys....Di tahun 2013, saya pun akhirnya mencoba mencari peruntungan berbisnis dengan teman kuliah sekaligus sahabat saya yang bernama Melati.  

Waktu itu memasuki semester 3, tanpa sengaja saya melihat Melati memiliki bakat dan potensi yang terpendam, yaitu menggambar dan melukis nama.

Berhubung saat itu kami memiliki visi yang sama, "ingin memiliki penghasilan sendiri", maka saya pun mengajak dia untuk bisnis sticker nama. Meski awalnya dia sempat ragu dengan bakat dan bisnis tersebut, akhirnya dengan sedikit rayuan dan meyakinkan dirinya bahwa dia bisa, akhirnya Melati pun setuju. 

Ilustrasi sticker nama (Sumber: www.shopee.id/ahsan.ahsan)
Ilustrasi sticker nama (Sumber: www.shopee.id/ahsan.ahsan)
Bisnis sticker nama pun dimulai dan kami pun berbagi tugas, Melati di bagian produksi dan saya bagian pemasaran (lagi) dan juga pembelian bahan-bahan produk.

Sebagai awal mula berbisnis ini, saya pun meminta Melati untuk membuatkan sample sticker nama, lalu saya tempel di binder. Bermodal media sosial dan teknik direct selling ke teman-teman kelas, akhirnya produk kami banyak dibeli. 

Karena saya tidak hanya ingin produk ini laku di kalangan teman sekelas saja, akhirnya setiap pulang kuliah dan bertemu teman organisasi yang saya ikuti, saya tawarkan produk sticker nama ini ke mereka. Alhamdulillah, pesanan terus datang dan bahkan adik teman saya yang saat itu masih SMA akhirnya menjadi reseller bisnis kami yang hanya bermodalkan kecil ini. 

Namun menjelang memasuki konsentrasi penjurusan, bisnis kami pun harus disudahi. Sebab, di situ lah masa-masa saya dan Melati akan berpisah. Melati akan memilih jurusan translation dan saya mengambil literature. Namun, untuk pengalaman bisnis kedua bersama melati, bisnis ini yang dapat dikatakan berkesan tanpa drama. 

Yaa, meski dramanya tidak terjadi di antara kami, namun saya merasa sempat ada seseorang yang syirik karena bisnis kami yang berbeda dari yang lain ini cepat sekali lakunya. 

Selama 2,5 tahun tidak menjalani bisnis karena kesibukan dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan mengerjakan skripsi. Akhirnya setelah lulus sidang dan sembari menunggu panggilan kerja, seorang sahabat yang sudah saya kenal sedari SMA, bernama Anggrek mengajak saya bertemu. Dari pertemuan tersebut, dia mengajak saya bisnis snack bouquet untuk hadiah wisuda. 

Berhubung kampus terdekat di wilayah Tangerang Selatan akan mengadakan wisuda selama dua hari, maka dalam waktu singkat kami pun mulai belanja snack, kain supnbound, pita, lidi, dan bahan-bahan lainnya. 

Berhubung bisnis ini merupakan bisnis perdana yang kami jalani bersama, dan dengan bermodal YouTube, akhirnya kami belajar membuat bouquet. Susah atau gampang bikinnya? Karena saya kurang ahli dalam kerajianan, maka saya katakan susah, namun akhirnya lancar juga. Hehehe....

Ilustrasi snack bouquet (Sumber: Blossom-Bouque via magazine.job-like.com)
Ilustrasi snack bouquet (Sumber: Blossom-Bouque via magazine.job-like.com)
Tiba hari H di universitas yang mengadakan wisuda, kami pun mulai mencari tempat strategis untuk menjual dagangan kami. Awal tiba di lokasi, jujur kami kaget karena pesaing kami adalah flower bouquet, mulai dari bunga asli hingga bunga flanel yang bentuknya bagus-bagus banget. Karena kami tidak mau menyerah sebelum mulai, kami pun mulai menjajakan dagangan kami dari harga Rp 20.000. 

Namun, karena dagangan kami baru terjual beberapa saja, maka kami pun menjajakan dagangan kami sambil berkeliling. Direct selling ini sempat membuat saya malu, lelah, dan ingin menyerah karena saya tidak terbiasa menjajakan dagangan ke orang yang tidak saya kenal. Namun, mau tidak mau, setidaknya harus ada modal balik meski sedikit. Menjelang acara wisuda akan segera selesai, kami pun mulai menurunkan harga menjadi Rp 15.000 dan setelah itu kami evaluasi hasil kerja di hari itu. 

Setiba di rumah, berbekal promosi yang saya lakukan lewat media sosial dan via grup WA, akhirnya dagangan kami ada yang pre order (po) untuk hadiah wisuda keesokan harinya. 

Tibalah hari esok, saya dan Anggrek menjajakan dagangan di lokasi yang berbeda, yang mana persis di lokasi gedung para wisudawan diwisuda. Berhubung hari ini terakhir, dan kami ingin jualan kami laku, akhirnya kami langsung taruh harga untuk 3 snack bouquet seharga Rp 50.000. Namun sayangnya, sampai detik acara wisuda berakhir, sisa dagangan kami belum terjual. 

Berhubung dagangan kami berupa makanan yang tidak dapat bertahan lama, alhasil sisa dagangan kami kasih ke orang. Dan dari bisnis yang dijalani bersama Anggrek, lalu saya merenung, bahwa bisnis yang dijalankan secara dadakan tanpa memikirkan tujuan ke depan, kreativitas produk (sebab snack bouquet ini terbilang sudah pasaran), dan pangsa pasar tentu akan sulit membuahkan hasil.   

Begitulah sedikit cerita pengalaman saya berbisnis dengan teman, jika kamu juga akan memulai bisnis dengan teman apalagi sahabat, saya ingin berbagi tips berdasarkan pengalaman saya di atas. Sebab bisnis dengan teman atau sahabat itu, "suasanya" berbeda ya dan salah strategi bisa-bisa berakhir pada keretakan hubungan pertemanan. Adapun tipsnya sebagai berikut:

1. Pastikan Kamu Memiliki Tujuan dan Konsep yang Sama dengan Temanmu 

Poin pertama saat akan berbisnis dengan teman ialah tentukan tujuan kalian berbisnis dan pastikan kalian memiliki tujuan yang sama. Terkadang anggapan "kan bisnisnya bareng teman ini" sering diremehkan bahkan tujuan berbisnis itu sering kali dipandang sebelah mata. Padahal menentukan tujuan awal itu penting, supaya di kemudian hari tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Kita tahu bahwa  bisnis yang dilakukan bersama pada akhirnya memang untuk mencari keuntungan, namun menanamkan tujuan melalui diskusi bersama itu perlu dilakukan. Jangan karena fokus untuk tujuan mengejar keuntungan, kamu sampai lupa bahwa menentukan poin-poin lainnya dari tujuan dan konsep berbisnis itu sendiri. 

Tujuan berbisnis di sini jangan dipandang sempit ya,  saat pada tahap ini pastikan kalian diskusikan juga mengapa akhirnya memilih bisnis ini sebagai pilihan hingga target tujuan. Jika dari awal, tujuan dan konsep sudah berbeda, ada baiknya tidak dilanjutkan. 

2. Pahami Skill Masing-masing dan Bagi Peran Tugas Sesuai Kemampuan

Langkah selanjutnya kamu dan temanmu juga harus memahami skill atau kemampuan masing-masing. Hal ini dilakukan agar satu sama lain dapat menjalankan tugasnya sesuai bagiannya. 

Terkadang yang terjadi di lapangan, terutama bagi yang baru mengawali bisnis, mau tidak mau semuanya harus dilibatkan dalam semua kegiatan, mulai dari produksi hingga marketing. Oleh karena itu, tentukan terlebih dahulu pembagian tugas yang disesuaikan dengan kemampuan agar tidak menjadi beban di kemudian hari. 

3. Kelola Konflik dengan Komunikasi

Menjalani bisnis dengan teman tidak selamanya adem ayem, terkadang ada saja konflik yang menghampiri. Apalagi kalau konflinya berujung pada saling diem seperti yang biasa terjadi di kalangan cewek-cewek, tentu hal tersebut membuat canggung. Terkadang belum tentu, yang dijutekin bisa peka dan memahami maksud tersebut. 

Oleh karena itu, jika dirasa ada yang mengganjal di hati, maka utarakanlah dan hindari sikap saling diam tanpa kata. Kelola konflik yang kamu alami dengan komunikasi bersama, dan dari komunikasi niscaya jalan keluar pun akan membantu keluar dari konflik. 

4. Transparan dalam Pembagian Keuntungan

Tidak dipungkiri bahwa tujuan berbisnis ialah mencari keuntungan. Namun, perkara mengejar keuntungan ini bisa menjadi salah satu retaknya hubungan pertemanan, lho. Nah oleh karena itu, meski berbisnis dengan teman, entah bisnisnya pangsa kecil maupun besar, tetap tulislah pembukuan dengan benar. 

Jika mendapatkan keuntungan, maka tentukan rasio hasilnya menyesuaikan dengan persentase indikator yang sudah disetujui dan begitu juga jika mengalami kerugian, maka atasi bersama. 

5. Jangan Jadi People Pleasure

Apa hubungannya people pleasure dengan berbisnis? Terkadang begini, dalam menjalani bisnis dengan teman hanya karena hubungan sudah dekat, kerap kali perasaan tidak enakan sering menghampiri. Hal ini kerap terjadi di lapangan, yang mana si A tidak enak menolak ajakan bisnis dari temannya, mau tidak mau akhirnya menerima, padahal bisnis yang dijalani bukan bisnis yang dia inginkan atau tidak sesuai dengan passion.  

Alhasil, si A menjalani bisnisnya setengah hati demi menyenangi hati temannya.  So please, kalau kamu seperti ini dan merasa tidak yakin, maka tolaklah dengan halus. Dan sesekali gunakan instuisimu, terkadang meski naluri tersebut tak nampak namun dapat dirasa, tapi ia dapat membantumu mengambil keputusan.

Ya itulah kisah pengalaman saya berbisnis dengan teman dan 5 tips yang dapat saya bagikan untuk kamu yang akan memulai bisnis. Pada dasaranya bisnis bareng teman itu asyik, tapi siap-siap saja dengan drama yang selalu menghampiri. 

 Teruntuk: Mawar, Melati, (Semuanya Indah), dan Anggrek terima kasih atas kepercayaannya menjalani bisnis bersama saya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun