Mohon tunggu...
Septian Hardiansyah
Septian Hardiansyah Mohon Tunggu... -

Dimanapun kapal berlabuh disitulah cerita dimulai.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mungkin ini yang Dinamakan "Passion"

23 Agustus 2014   01:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:49 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1408706171840989195

Sekedar ingin berbagi pengalaman saat masih menimba ilmu di sekolah.

Alhamdullilah, tanggal 16 Oktober 2012 adalah hari penegasan bahwa saya telah menyelesaikan studi S1 Pendidikan Bahasa Jepang di Universitas Negeri Semarang. Saya diwisuda oleh rektor UNNES Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo M.Si beserta jajarannya bersama 1500 wisudawan dari berbagai program studi. Suatu kebanggaan bagi saya bisa menjadi seorang sarjana, melihat background keluarga saya belum ada yang menjadi sarjana. Dan keluarga saya bukanlah dari keturunan yang berada, tapi sangat disyukuri dan patut dibanggakan kedua orang tua saya bisa menyekolahkan anaknya hingga menjadi sarjana. Ini merupakan motivasi saya agar bisa menjadi seseorang yang lebih baik, maju dan berguna untuk orang lain, khususnya untuk keluarga. Perjuangan untuk menjadi sarjana tidak mudah, saya merasakan susah dalam proses perkuliahan. Sempat beberapa kali saya drop karena susah dibeberapa mata kuliah, saya sebut mata kuliah Kanji. Ini mata kuliah bahasa Jepang yang menurut saya paling susah untuk dipelajari. Begitu banyak metode belajar yang sudah saya coba namun hasilnya tetap nihil, saya merasakan tidak ada perubahan yang signifikan. Pernah saya mengikuti perbaikan mata kuliah Kanji hingga 2 kali,ini dikarenakan karena nilai jelek dan perlu diperbaiki dengan cara mengikuti perkuliahan kanji selama 2 semester. Meskipun akhirnya saya lulus mata kuliah tersebut dengan nilai seadanya tapi bersyukur dengan kerja keras saya untuk melawan kesulitan itu. Kuliah bahasa Jepang itu sungguh perjuangan, saya harus mempelajari huruf(hiragana dan katakana) dulu sebagai dasar, kemudian mengahafal kosakata, memahami pola kalimat yang begitu banyak fungsinya, memahami secara linguistiknya, dan tak lupa belajar huruf Kanji yang sebegitu buanyaknya yang harus dipelajari.

Namun, Alhamdulillah sekarang dengan bahasa yang saya pelajari waktu kuliah, saya bisa keliling dunia. Ya, bahasa Jepang yang saya pelajari waktu itu sekarang saya gunakan sebagai salah satu modal dalam mendapatkan pekerjaan, dan disinilah saya bekerja. Kapal pesiar yang berada dibawah organisasi Peace Boat dan Japan Grace. Sudah pasti mayoritas orang Jepang, bisa dikatakan 80% orang Jepang dan sisanya campur dari berbagai negara.

Saya tidak pernah menyesal kuliah bahasa Jepang, ini pilihan saya sendiri ketika memilih jurusan saat kuliah nanti. Memang pada dasarnya saya sangat menyukai dunia bahasa dan seni, saya bukan orang yang terlalu gemar menggeluti angka dan kalkulator, tapi bukan berarti saya tidak bisa dan atau tidak mau untuk berurusan dengan kedua hal tersebut. Di SMA pun saya mengambil jurusan Bahasa, ekstrakurikuler yang saya ikuti pun seperti “Menulis Kreatif(puisi,cerpen), Paduan Suara, Band dan Polisi Keamanan Sekolah(PKS)”. Namun yang masih eksis sampai kelas 3 hanya “menulis kreatif dan paduan suara”. Ketika saya berjalan didunia Bahasa dan Seni, saya merasakan perasaan yang luar biasa menyenangkan, I got the best feel in this way!!!

Pernah ada pengalaman yang begitu menyenangkan sewaktu saya masih duduk di SMA, ini terjadi ketika kelas 3. Waktu itu semester awal masuk kelas 3, guru seni saya Pak Sugeng Widodo yang kebetulan wali kelas menawarkan untuk selama pembelajaran ingin mempelajari seni lukis atau seni peran. Sempat berunding dengan teman sekelas dan akhirnya kami memutuskan untuk mempelajari seni peran. Ini merupakan ilmu dan pengalaman baru. Semangatlah saya untuk mengikuti pelajaran ini. Awal pelajaran kami diberi materi apa itu seni peran dan cangkupannya. Setelah beberapa pertemuan barulah kami diberikan tugas kelompok untuk membuat sebuah adegan dengan durasi maksimal 15menit. Satu kelompok terdiri dari 7-8anak dan diberikan waktu 2 minggu untuk persiapan, setelah itu barulah kami berakting didepan kamera langsung. Waktu itu kelompok saya melakukan adegan dengan tema cerita horor komedi, dan saya yang mengarang naskah tersebut. Dicerita tersebut kami 7 anak melakukan permainan jelangkung disebuah gedung sekolah yang masih proses bangun. Kami duduk melingkar dengan ditengah-tengah kami terdapat gundukan sesajenan yang isinya berupa roti, kopi dan uang. Waktu itu saya menyuruh teman-teman untuk menutup mata dan saya memimpin membaca mantra, dan mantranya pun sebenarnya lucu, sama sekali tidak ada unsur mistisnya. Ketika mereka mulai menutup mata dan mengikuti mantra yang saya ucapkan, saya membuka mata dan kemudian memakan makanan yang ada digundukan sesajen-seajenan itu,dan mengambil semua uang. Ketika semua sudah habis baru saya menyuruh mereka untuk membuka mata,dan semua kaget ketika sesajenanya sudah berantakan dan uangpun hilang. Disinilah sebenarnya pesan cerita yang ingin saya sampaikan, bahwa tidak sepantasnya kita melakukan pemujaan terhadap makhluk lain. Ingatlah bahwa tiada Tuhan selain Alloh SWT.
Setelah semua kelompok sudah melakukan syutingnya, kemudian diadakannya evaluasi oleh pak Sugeng. Dibahasanya tentang kesinambungan dialog, penggunaan bahasa, dan lain-lain. Ternyata pak Sugeng sudah membuat semacam nominasi dalam tugas kelompok ini. Ada akting cowok terbaik, akting cewek terbaik dan cerita terbaik. Alhamdulilah kelompok saya mendapat cerita terbaik. Begitu bahagianya saya waktu itu. Dan inilah awal saya menyukai ilmu baru ini, seni peran.
Satu minggu kemudian pak Sugeng memberikan tugas yang lebih besar lagi, kami satu kelas ditugaskan untuk membuat sebuah cerita untuk dijadikan film dengan durasi panjang, sekitar 1 setengah jam, dan ini merupakan proyek sekolah yang akan diikutkan diExpo se-SMA Karisidenan Banyumas. Mendengar kabar tersebut saya pribadi sangat bersemangat. Kami diberikan waktu sekitar 3 minggu untuk berunding satu kelas menentukan tema cerita dan harus sudah sekalian menuliskankan script nya. Dalam waktu 3 minngu itu teman-teman masih bingung mau menulis tentang apa,dalam berunding yang ada kami hanya bercanda saja, tanpa ada hasil. Dalam waktu itu sebenarnya saya sudah mulai menulis cerita sendiri, hanya beberapa teman yang mengetahui hal ini. Dan malam terkahirnya saya menyelesaikan naskah cerita tersebut.

Waktu pertanggung-jawaban pun datang, ketika ditanya oleh pak Sugeng sudah jadi apa belum script nya teman sekelas hanya diam, dan akhirnya sang ketua kelas pun angkat bicara dan mengatakan belum jadi. Sempat pak Sugeng terlihat kecewa dan agak marah, namun tak lama kemudian ada salah satu teman saya yang mengatakan kalau sudah ada yang bikin script nya,dia berkata seperti ini “Pak,ini septian sudah bikin scriptnya”, mendengar ucapan tersebut pak Sugeng memanggil dan bertanya ke saya apakah benar atau tidak. Saya akhirnya maju kedepan dan menyerahkan hasil tulis tangan saya yang ditulis dikertas folio. Beliau bertanya apakah ini saya yang menulis tanpa ada bantuan dari sapapun? Saya jawab “iya pak”. Pak Sugeng terlihat menghela nafas, entah apa artinya itu. Setelah beliau baca beberapa menit, beliau mengatakan “sebenarnya saya kecewa dengan kalian, karena ini tugas satu kelas, dan saya mengambil nilai dari tugas per individu nanti, kalau begini nanti cuma Septian yang dapat nilai bagus, tapi ya sudah gak apa-apa, kita tetap pakai cerita ini, dan untuk penilaian nanti ada tugas lain, ya sudah untuk lebih jelas tentang isi cerita ini silahkan Septian menceritakan segala sesuatu tentang cerita yang dia tulis”, dan saya pun maju didepan hadapan teman-teman untuk menceritakan cerita yang saya tulis.  Setelah beberapa menit saya bercerita, pak Sugeng diakhir jam pelajaran sebelum istirahat menugaskan saya untuk memberikan penjelasan yang lebih detil tentang cerita ini ke teman-teman dan saya menjadi koordinator kelas pada tugas ini. Aaaaahhhh,,,begitu senangnya, cerita yang saya buat selama berhari-hari akhirnya dijadikan untuk pembuatan film. Di jam pelajaran seni berikutnya pak Sugeng membahas cerita dari naskah tersebut. Saya menjelaskan tentang tokoh, lokasi dan keperluan apa saja didalam cerita tersebut. Singkat cerita pak Sugeng menunjuk saya sebagai sutradara dalam pembuatan film ini, dan untuk penokohan dibahas dengan pak Sugeng.

Cerita difilm tersebut sebenarnya simpel aja,tidak terlalu berat. Saya menuliskan tentang masa-masa sekolah, ada persahabatan, percintaan dan persaingan dalam prestasi. Lokasi syuting ada di lingkungan sekolah dan di luar sekolah.  Hari-hari kami setelah pulang sekolah adalah latihan dan melakukan persiapan. Kamera dari pak Sugeng menyanggupi untuk mencari. Untuk keperluan lain kami satu kelas mengadakan iuran sebesar 100ribu tiap anak untuk membeli semua keperluan, karena ada syuting camping disalah satu curug di Banjarnegara, kami pun menyewa banyak keperluan, seperti tenda, lampu, diesel dll. Dan sampai hari H semua berjalan lancar, aman, dan menyenangkan.
Ini merupakan kebanggaan atas diri saya sendiri. Saya merasakan kesenangan yang luar biasa. Saya berharap bisa menemukan kesenangan itu lagi. Sangat berharap.

[caption id="attachment_354622" align="aligncenter" width="216" caption="MMS "][/caption]

Semoga bermanfaat untuk kawan semua. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun