Sementara itu, Australia mengadopsi pendekatan bertahap dengan melakukan pilot project terbatas dan evaluasi berkala untuk menyesuaikan regulasi dengan perkembangan teknologi, sehingga keamanan dan integritas praktik notaris tetap terjaga. Dengan mempelajari kedua model ini, Indonesia dapat merumuskan kebijakan dan regulasi yang tepat untuk meningkatkan efisiensi layanan notaris sekaligus menjaga etika dan tanggung jawab profesi.
Kesimpulannya, tantangan yang dihadapi oleh profesi notaris di era digital memerlukan perhatian serius dan tindakan nyata dari semua pihak terkait. Pembenahan dalam aspek regulasi etik, infrastruktur teknologi, dan peningkatan kompetensi sangat penting untuk memastikan bahwa notaris dapat beroperasi dengan integritas tinggi di tengah kemajuan teknologi.Â
Selain itu, membangun kesadaran akan pentingnya etika dalam penggunaan teknologi harus menjadi prioritas utama agar notaris tetap berfungsi sebagai penjaga kepastian hukum dalam masyarakat. Dengan demikian, melalui upaya kolaboratif dan pembelajaran dari praktik baik internasional, profesi notaris di Indonesia tidak hanya akan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman tetapi juga memperkuat posisinya sebagai pilar hukum yang terpercaya.Â
Sebagai penutup, saya ingin mengutip Kode Etik Notaris pasal 3: "Notaris dalam menjalankan jabatannya menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur, tidak berpihak dan penuh rasa tanggung jawab." Di era digital, prinsip ini tidak berubah -- yang berubah hanyalah medianya. Teknologi boleh mengubah cara kerja notaris, tapi tidak boleh mengubah esensi profesi ini sebagai penjaga ketertiban hukum dan kepastian hukum dalam masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H