Dalam babak akhir ini, beberapa kali pemain lawan melakukan foul (pelanggaran fisik) kepada Donny, pemain terbaik kami. Tetapi wasit tidak meniupkan pluitnya. Berulang kali serangan kami digagalkan oleh foul lawan, tapi wasit sepertinya pura-pura tidak melihat pelanggaran itu. Permainan jadi berat sebelah.
Tim kami mencoba protes pada wasit tetapi wasit tidak mengindahkannya. Teman kami ini, Donny berulang kali terlihat emosi, dan permainannya menjadi buruk. Angka tim Rohan semakin tertinggal dari tim Mordor.
Maka pelatih kami pun minta time out pada wasit. Tim kami begitu berkumpul dengan pelatih, langsung meluapkan emosinya.
"Wasitnya tidak berimbang, Coach!" ujar Gery
"Iya coach, kalau mereka foul dibiarin, tapi kalau kita langsung di priwit!" kata yang lainnya.
Coach kami melihat Donny sudah mengepal-ngepalkan tangannya dengan geram, kemudian ia berkata kepada kami semua, "Ya, memang tidak adil. Tapi kalau kamu membalas foul dengan foul, tim kita akan kalah. Kalau kamu bereaksi keras pada wasit, kamu akan mendapatkan kartu merah."
Kami semua terdiam mendengarkan pelatih kami. Ia melanjutkan, "Bukan itu caranya membalas ketidakadilan. Cara satu-satunya untuk membalas tim lawan adalah, dengan memasukkan bola sebanyak-banyaknya ke keranjang lawan!"
"Ya, memang kita kesal," katanya lagi, "kita marah dan emosi dengan perlakuan itu, tapi kamu gunakanlah emosi, amarah dan kekesalah kamu itu untuk bermain sehebat mungkin dan memasukkan bola sebanyak dan sesering mungkin ke keranjang lawan!"
Hasilnya, tim kami mampu mengejar ketinggalan, sekalipun di akhir pertandingan tim kami tetap kalah dengan selisih angka yang sedikit, tapi kami kalah dengan tidak sia-sia. Hari itu kami belajar, bahwa ketidakadilan harus dibalas dengan fokus pada tujuan.
Membalas Teror Bom