Mohon tunggu...
Shantika Dwi Meisya
Shantika Dwi Meisya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga

Saya merupakan mahasiswa yang suka membaca buku.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Catcalling: Bentuk Sexual Harassment yang Harus Dihentikan

28 Mei 2024   23:02 Diperbarui: 28 Mei 2024   23:13 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catcalling: Bentuk Sexual Harassment yang Harus Dihentikan

Catcalling atau pelecehan verbal di tempat umum adalah masalah yang masih sering dianggap sepele oleh banyak orang. Namun, bagi para korban, terutama perempuan, catcalling adalah pengalaman yang menyedihkan, menakutkan, dan merendahkan.  Sudah saatnya kita sebagai masyarakat menyadari bahwa catcalling adalah bentuk pelecehan yang serius dan sudah seharusnya dihentikan. 

Apa sih catcalling itu?

Catcalling biasanya terjadi di tempat-tempat umum, seperti jalan raya, taman, atau angkutan umum. Bentuknya bisa berupa seperti siulan, komentar seksual, panggilan yang tidak diinginkan, atau bahkan suara-suara yang ditujukan untuk menarik perhatian korban. Pelaku catcalling seringkali beralasan bahwa mereka hanya bercanda atau mencoba memberikan pujian, namun kenyataannya tindakan tersebut tidak pernah diinginkan dan membuat korbannya merasa tidak nyaman bahkan takut. Catcalling tidak memandang gender, selama korban atau calon korban mempunyai paras yang menarik menurut para pelaku, mereka cenderung berpotensi untuk digoda. Begitu juga dengan para pelaku, mereka melakukan hal tersebut didasari atas keisengan baik lelaki maupun perempuan.

Dampak Negatif dari Catcalling

Banyak orang yang menganggap catcalling adalah hal yang sepele, padahal dampaknya bagi korbannya bisa sangat serius. Korban dari catcalling seringkali merasa tidak aman dan terancam di ruang publik. Mereka mungkin mulai menghindari tempat-tempat tertentu, mengubah rute perjalanan, atau bahkan mengganti pakaian untuk menghindari perhatian yang tidak diinginkan.

Secara psikologis, catcalling dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan penurunan harga diri. Korban mungkin merasa bahwa tubuhnya adalah objek yang harus dievaluasi dan dieksploitasi, sehingga dapat menimbulkan perasaan malu dan tidak berdaya.

Berhenti Menganggap Catcalling adalah Hal yang Remeh

Menormalkan catcalling sebagai "hanya bercanda" atau "bukan masalah besar" adalah bentuk pembenaran atas perilaku yang tidak peduli dan tidak menghormati orang lain. Hal ini mencerminkan masalah yang lebih besar dalam masyarakat kita terkait kesetaraan gender dan penghormatan terhadap individu.

Selain itu, catcalling adalah bagian dari spektrum kekerasan berbasis gender. Meskipun tidak selalu melibatkan kontak fisik, catcalling dapat membuka jalan untuk bentuk paparan dan kekerasan yang lebih parah. Mengabaikan catcalling berarti sama saja kita seperti mengabaikan hak dasar setiap individu untuk merasa aman dan dihormati di ruang publik.

Cara Menghadapi Peristiwa Catcalling

Mengatasi catcalling memerlukan upaya dari berbagai pihak. Pendidikan dan kesadaran adalah langkah pertama. Kampanye publik yang menyoroti dampak negatif catcalling dan pentingnya menghormati orang lain dapat membantu mengubah sikap masyarakat.

Hukum dan kebijakan juga memainkan peranan penting. Pemerintah harus memperkuat undang-undang yang melindungi individu dari pelecehan di tempat umum dan memastikan bahwa pelaku catcalling menerima konsekuensi yang sesuai. Sebagaimana Pasal 30 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur tentang hak rasa aman dan kenyamanan bagi orang lain. Sehingga tidak ada dalih lain yang mengatakan bahwa catcalling bukan suatu perbuatan melawan hukum. Saat ini pelaku catcalling dapat di pidanakan. Dengan disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disebut sebagai UU TPKS, dinilai mampu melindungi hak -- hak korban pelecehan seksual. Undang-Undang ini diharapkan dapat menjadi payung penegakan hukum secara tegas terhadap segala bentuk pelecehan seksual baik fisik maupun nonfisik.

Selain itu, kita semua mempunyai tanggung jawab untuk tidak menjadi penonton yang pasif. Jika kita melihat terjadinya catcalling, kita dapat mengambil langkah-langkah untuk memberikan dukungan kepada korban, seperti memberikan dukungan verbal, atau melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib.

Kesimpulan

Catcalling merupakan fenomena pelecehan verbal atau nonverbal yang sering terjadi di tempat umum. Mayoritas perempuan di Indonesia pasti pernah mengalami pelecehan di ruang publik. Perbuatan catcalling memiliki dampak negatif pada korban, termasuk rasa takut, stres, depresi, dan bahkan resiko bunuh diri. Catcalling dianggap sebagai tindakan serius yang harus dicegah dan ditindaklanjuti secara hukum. Pencegahan catcalling perlu melibatkan pendidikan, kesadaran masyarakat, dan penegakan hukum yang tegas. 

Selain itu, masyarakat dan individu perlu meningkatkan kesadaran terhadap dampak negatif catcalling dan mengubah pandangan bahwa hal ini merupakan perbuatan yang tidak dapat dijadikan bahan candaan. Dengan memahami kompleksitas dan dampak negatif dari catcalling, langkah-langkah pencegahan, pendidikan, dan penegakan hukum yang serius diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua individu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun