Wahana berbentuk kemah besar itu semakin ramai oleh anak-anak dan orang tua yang menggandeng mereka. Suara musik bergema dari arena Trampolin, drumband pembuka yang berdentam memekakkan telinga, serta lampu warna-warni bekerlip gempita. Masyarakat desa menyambut Sirkus Fantasia dengan semangat membara setelah sekian lama vakum dari hiburan rakyat, dibungkam pandemi yang melanda dunia. Apalagi di sana ada pemain-pemain sirkus yang lucu, unik dan lihai melakukan akrobat. Hanya dua anak yang melangkah gontai, pulang dengan wajah menunduk lesu, mereka adalah Ara dan Bintang.
“Cepat pulang Kak… aku malu ketahuan teman-temanku!” Ara menarik lengan Bintang agar segera mengayuh sepedanya.
Hari ini mereka berdua mengantarkan Ibu mereka, Nyonya Ohara untuk bermain sirkus. Kedua anak yang menjelang remaja itu tak suka dengan profesi baru ibu mereka, tetapi Nyonya Ohara mengatakan bahwa ini satu-satunya penyelamat ekonomi keluarga. Setelah ayah mereka lari dengan perempuan binal yang melubangi kantung dan dompet ayah mereka sedikit demi sedikit, hingga menyisakan hutang yang mesti dibayar oleh Nyonya Ohara ke rentenir. Lalu Ohara mengusir Fad, suaminya itu, untuk selamanya.
Sementara di wahana sirkus, Nyonya Ohara memperbaiki dandanannya, ia memakai make up tebal agar teman-teman Bintang dan Ara tak mengenali wajahnya,. Bibir Ohara dipoles lipstik tebal dengan ukuran yang melebihi garis bibir, pemerah pipi menyala dan blush on ungu membuatnya tampak menor sekaligus babak belur. Ini sesuai dengan perannya yang selalu menjadi korban di pentas sirkus, bulan-bulanan dan bahan tertawaan.
“Lihatlah nyonyah itu … dia wanita terjelek di dunia tapi lucu abiss” bisik seorang penonton kepada putrinya.
“Dia cantik, Ayah … please jangan sakiti hati wanita.” putrinya mendengus sembari mengunyah kacang rebus.
Nyonya Ohara menari di panggung dengan kipas dan perut besarnya, pipinya gembul, lengan besar yang tak proporsional melambai menyapa khalayak yang duduk mengitari panggung dengan gelak tawa. Setelah itu seorang badut menggodanya, membuatnya beberapa kali terjatuh dan marah-marah. Penonton semakin terbahak-bahak menertawakan sebuah perundungan di pentas istimewa. Dari rumah, Ara masih sibuk mengusap air mata yang terus mengalir di bantal kapuknya.
***
“Bukankah seharusnya ibu opreasi tumor?” tanya Bintang selepas ibunya pulang dari pekerjaannya.
“Tak ada biaya, sekolah kalian lebih penting.“
“Bintang ndak usah sekolah Bu, biar Ara aja.”
“Nak …apa selamanya kamu akan jadi loper koran? Bacalah koranmu, orang-orang sukses kebanyakan berpendidikan.”
Nyonya Ohara paling sebal kalau Bintang dan Ara sudah kehilangan semangat bersekolah. Lagipula biaya operasi tumor jinak yang terus membesar itu sangat besar, tak bisa dibayar dengan upah buruh cuci yang selama ini dikerjakannya. Namun sebab tumor itu pula lamarannya diterima oleh sirkus Fantasia dengan peran sebagai wanita terjelek di dunia, tumor itu pula yang membuat Fad tak melirik lagi wajah Ohara.
Bintang menyerah mendebat ibunya, ia berangkat ke sekolah, berboncengan dengan Ara sembari membawa tumpukan koran yang harus diantarnya ke berbagai tempat pelanggan.
Sepedanya terus dikayuh, sekelebat pikir Bintang kata-kata Nyonya Ohara ada benarnya, termasuk bahwa ia jarang sekali membaca koran yang selalu diantarkannya. Maka hari itu Bintang menyempatkan membaca, Tak terduga … anak lelaki itu terbelalak membaca judul di halaman ke dua.
“Wanita Terjelek Itu Sebenarnya Wanita Paling Cantik di Dunia”
Sepulang sekolah, Bintang menjemput Ara dan mengajak adiknya membaca koran hari itu pada sebuah bangku taman. Di surat kabar ternama, terpampang wajah Nyonya Ohara dengan make up tebal dan senyum yang jenaka.
“Aih Ibuuu,” Ara tersentuh membaca kalimat demi kalimat pada koran itu. Tentang sebuah pengorbanan, tentang mencoba bersuka hati pada label yang tampak memalukan tetapi bisa menyenangkan semua orang, tentang mencintai seni peran dan bermanfaat di sisa usia.
“Ara, kita beri kejutan untuk Ibu malam ini yuk. Ingat ndak, hari ini hari ulang tahunnya!” tukas Bintang sambil mengayuh sepeda.
Ara mengannguk cepat, lalu mereka berdua bergegas ke pasar membeli bahan kue dari upah kerja Bintang yang selama ini disisihkannya untuk ditabung. Ara sudah belajar membuat kue dari You Tube dan sudah pula mempraktikkan kebisaannya bersama teman-teman satu kelompok prakarya di sekolah. Kini Ara akan membuat kue istimewa untuk Nyonya Ohara.
***
Malam itu suasana wahana sirkus kembali membahana, alunan musik riang, lampu warna-warni, jajanan aneka rupa memanggil-manggil orang-orang yang melintas di luar sana. Anak-anak merengek agar dibelikan karcis masuk. Kacang rebus, gulali, kue cucur dan aneka jajanan pasar lainnya juga laris seketika. Pedagang kaki lima bersuka cita.
Nyonya Ohara menari sembari menahan rasa sakit ketika menggerakkan lengannya, penonton tak pernah mengira bahwa wanita itu sering menyembunyikan derita. Mereka hanya bisa tertawa dan bersorak-sorai sebagai raja.
Tiba-tiba di akhir pertunjukan ada seorang anak lelaki yang melompat salto ke arah Nyonya Ohara, memberikan buket bunga Anyelir dan membacakan sebuah puisi.
“Ibuku … kata orang dia jelek.
Kata orang dia memalukan ...
Kata orang dia layak dirundung jalang
Tetapi kataku, dialah wanita paling cantik di dunia
Wanita paling berharga
Wanita paling istimewa …
Selamat ulang tahun, Ibu …”
Nyonya Ohara menerima buket bunga dari anak lelaki yang berdandan ala badut yang tak lain adalah Bintang. Tak lama kemudian Ara dengan baju peri berwarna putih membawa kue tart dari labu buatannya sendiri. Air mata Nyonya Ohara tak terbendung, begitu pula para penontonnya yang terpana dengan adegan itu. Seperti sihir tawa mereka berubah menjadi tangis haru, lalu mereka semua serentak berdiri dan bernyanyi.
“Happy Bithday to you …happy birthaday to you … happy birthday … happy birthday. Happpy birthday to you.”
Lalu seorang anak perempuan memberikan gulali besar kepada Nyonya Ohara sembari mengatakan “Kau memang sangat cantik, Nyonya!”
Aksi itu diikuti oleh banyak penonton lain yang memberikan apa saja yang sedang dipegang mereka ke atas panggung. Ada yang memberi coklat, uang, bunga, kacang rebus, dan segala macam pernak-pernik lainnya, bahkan seorang bapak memberikan jam rolex miliknya untuk Nyonya Ohara. Padahal keluarga kecil itu sudah menolak-nolak, tetap masih ada saja penonton yang memberinya hadiah.
Larut malam anak-beranak itu pulang dengan langkah gagah, ada kepercayaan diri yang terselip, ada harapan, ada cinta yang dinyatakan. Bahwa Ara dan Bintang tak lagi malu pada profesi Nyonya Ohara, dan bahwa cinta sejati memerlukan deklarasi.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H