Keseluruhan dari cerita memberikan begitu banyak pembelajaran bagi kita khususnya tentang pernikahan, namun, cerita yang ditulis sangat mudah ditebak dari awal. Saya sendiri sudah bisa melihat konflik yang akan diberikan sejak bab pertama yang menceritakan Leman memilih tempat untuk ia berdagang hanya karena seorang perempuan cantik, yaitu Poniem.Â
Kemudian, pada bab ketiga, kita akan diberikan  adegan dimana Leman akan diceramahi oleh seorang mamak yang juga tinggal di Deli, seseorang yang sangat dihormati oleh Leman. Beliau berkata bahwa Poniem tidak satu suku dengan Leman dan bertanya kepada Leman apakah ia bisa terus setia dengan Poniem hingga akhir hayatnya.Â
KESIMPULAN
Penulis ingin menyampaikan empat amanat besar melalui novel ini yaitu janganlah demi menanam 'nama besar' membuat orang lain dan diri sendiri tersiksa karena pada akhirnya hanya kita yang bisa mengemudikan hidup kita sendiri dan sebuah nama yang dijunjung orang-orang juga akan padam seiring waktu atau setelah kita meninggalkan dunia ini.Â
Budaya merupakan sesuatu yang melekat pada kita, identitas kita, tanda pemberian dari leluhur, tetapi, tidak semua adat perlu kita ikuti jika kita pada akhirnya tidak bahagia karena pada akhirnya kita kembali kepada Tuhan yang Maha Esa tanpa membawa apapun, hanya amal yang pernah kita lakukan saja.Â
Kita sebagai manusia hendaknya menjadi orang yang bertanggung jawab atas segala pilihan yang telah kita pilih. Selain itu, pernikahan merupakan hal yang patut dipikirkan berkali-kali hingga matang karena pernikahan bukan hanya bersatunya dua orang, melainkan bersatu pula dua keluarga dan juga perbedaan.Â
Saya sendiri menyarankan buku ini dibaca oleh kalangan SMA hingga dewasa karena permasalahan atau konflik dari cerita ini cukup berat dan amanat yang sangat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Buku ini juga cocok untuk dibaca bagi orang-orang yang ingin mengetahui budaya suku Minangkabau lebih dalam.Â
Namun, novel ini tidak disarankan bagi orang-orang yang baru belajar Bahasa Indonesia atau memiliki kemampuan berbahasa indonesia yang tidak terlalu bagus dan anak-anak karena cara penuturan kalimat yang berbeda dengan zaman sekarang sehingga sulit untuk dimengerti. Novel ini juga tidak disarankan bagi orang-orang yang mudah bosan dengan jalan cerita yang hanya berpusat pada satu konflik.Â
"Pernikahan adalah suatu tujuan yang suci atas bersatunya laki-laki dan perempuan. Tiga kali kita menyeberangi hidup, apabila ketiga kalinya telah diseberangi dengan selamat, bahagialah kita. Pertama hari kelahiran, hari suci. Kedua hari pernikahan, hari bakti. Ketiga hari kematian, hari sejati."Â -Hamka, Merantau ke Deli
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H